Empat Belas

6.5K 1.3K 530
                                    


-----
She broke the man who loved her more than he loved himself
-----

Johan

"Dia nemuin orang baru disana, ada orang yang berhasil membuat dia terbiasa juga tanpa keberadaan lo."

Gue pikir, gue sudah terbiasa dengan segala soal Dara. Tapi ternyata gue salah, karena ketika Eli mengatakan hal tersebut, jarum jam seakan berhenti berputar dan mengurung gue pada sebuah kekagetan yang menuju pada kesakitan.

Iya, sakit, sakit banget sampai gue lupa kalau selama beberapa detik lamanya gue menghentikan napas.

Gue tidak menjawab, pun tidak bertanya lebih jauh lagi selain meremas ponsel yang sedari tadi gue pegang. Pikiran gue mendadak kalut, bahkan selama perjalanan pulang untuk mengantarkan Eli kembali ke rumah tinggal, gue lebih banyak diam walau masih konek ketika sesekali perempuan itu bertanya. Kepala gue sedikit sakit, dan bodohnya, tanpa berpikir panjang gue langsung pergi lagi setelah mengantarkan Eli dengan selamat— meninggalkan tanda tanya besar di benak perempuan itu.

Ada emosi yang rupanya tidak bisa gue redam, mati-matian gue menahan diri supaya gue tidak melakukan hal yang macam-macam. Tepat ketika mobil berhenti didepan sebuah rumah tingkat dua yang dulu sering gue kunjungi, sesegera mungkin gue turun dari sana dan masuk ke halamannya. Mengetuk pintu disertai salam walaupun gue baru menerima jawaban setelah tiga menit lamanya berdiri disana.

"Bang,"

Dara yang buka.

"Sibuk gak? Kalo enggak, gue minta waktu lo bentar."

"Enggak, kok." Katanya sembari menutup pintu. Dia mengekor dibelakang gue, lantas masuk kedalam mobil dan memakai sabuk pengaman setelah duduk disana. Tidak ada pembicaraan selama gue membawanya pergi dari sana. Suasananya berubah kaku, sedikitpun tak ada usaha dari perempuan disebelah gue untuk membuka percakapan.

Gue menghentikan mobil didepan indomaret yang tak jauh dari rumahnya. Masih hening, dengan gue yang tidak juga sanggup untuk menoleh kearahnya. Lalu dalam hitungan detik, gue mendengar suara isakan yang asalnya jelas dari Dara.

"Maaf, bang."

Gue beneran bosen banget sama kata-kata ini. Gue bahkan udah muak mendengar kata maaf yang selalu dia ucapkan.

"Siapa cowoknya, Ra?" Gue berusaha tenang, sekilas seperti tak ada emosi yang menyertai pertanyaan tersebut.

"Nautika kapal, maaf."

"Orangnya kayak apa?"

Napasnya tersendat, "Dia baik, peduli sama gue, selalu ada disana, dan dia ... bisa ngasih gue kejelasan. He treats me like I'm the only women in the world, he loves me..."

"Dia lebih baik dari gue?"

Lalu tidak ada jawaban selain isak tangisnya yang gak gue ngerti dikeluarkan untuk apa?

"Oke, dia lebih baik dari gue berarti." Kali ini gue melihat wajahnya, "Satu yang pengen gue tanyain sama lo, kenapa nggak bilang dari lama? At least bilang sendiri ke gue, kalau alasan lo pergi karena lo udah nemu tempat yang nyaman dan itu udah bukan gue?"

" Kali ini gue melihat wajahnya, "Satu yang pengen gue tanyain sama lo, kenapa nggak bilang dari lama? At least bilang sendiri ke gue, kalau alasan lo pergi karena lo udah nemu tempat yang nyaman dan itu udah bukan gue?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ADAPTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang