-----
My heart just wasn't ready for this
-----
Kimberly
Meski sebagian orang bilang sepi, tapi bagi gue sendiri itu happy.
Kadang sih ya, kadang, gue pengen punya satu orang yang bisa gue jadikan kawan berbagi. Cuma kalau dipikir-pikir lagi, buat apa? Buat apa kalau pas gue coba mempraktekannya, gue hanya excited satu ataupun dua hari dan balik datar lagi di keesokan harinya karena merasa bahwa gue gak terlalu membutuhkannya?
Setiap pulang ke rumah, gue selalu menceritakan tiap-tiap kejadian yang gue lalui kepada ibu. Tentang bagaimana gue di klinik Lapas, sampai tentang bagaimana gue harus benerin keran air sendirian di rumah dinas karena macet dan gak bisa dipakai. Namun yang gue ceritakan hanya sekedar 'cerita', bukan beban yang gue pikul semisal; gue lelah banget nyari uang, ingin banyak istirahat, dan lain sebagainya.
"CPNS kali ini ada dua slot buat posisi dokter umum di Lapas kita." Nggak kaget sih dengernya, "Kita udah over kapasitas sebenernya, terlalu banyak menampung orang dengan tenaga yang masih jauh dari cukup."
Kalau Pak Ranu udah ceramah gini, gue cuma bisa mendengarkan dengan seksama. Info baiknya, setelah perjuangan gue ke Kanwil Kemenkumham malam itu di tengah hujan, akhirnya Lapas punya satu sel atau ruangan khusus yang dipergunakan untuk merawat narapidana penderita Tuberculosis.
"Sampai tiga bulan ke depan, Lapas dibantu sama dokter yang dikirim sementara oleh Dinkes Jabar." Kali ini perhatian gue sedikit tertarik, padahal sebelumnya gue sedang fokus mensterilkan beberapa alat kesehatan yang terbuat dari stainless. "Hari ini dateng, udah di rumah dinas katanya, lagi siap-siap."
"Wah, akhirnya, ya." Tania namanya, perawat honorer yang sudah satu tahun ini membantu gue disini. "Dokter Kim gak keteteran sendirian lagi, haha."
"Pak," panggil gue, "Beneran? Waktu itu aja dokter yang dikirim Dinkes dari RS Immanuel pulang dalam sehari aja, pada takut, nggak sanggup."
"Ya kita lihat aja, saya mau nemuin Kalapas dulu, kalau udah sampe nanti bantu dibimbing sama diajak tur keliling Lapas ya."
Sumpah deh, tiap Pak Ranu naikin kacamatanya, gue suka gagal fokus. Ganteng banget, kadang sering ngehalu kalau gue bakalan cinlok sama dia walau nol kemungkinannya. Abis gimana, ya? Cara dia ngeliat gue gak ada beda, kayak yang gak punya minat. Atau emang guenya yang gak punya daya tarik? Tau lah, lagian ngapain juga gue mikirin beginian.
Sampai setengah jam, gue tidak juga mendapati tanda-tanda adanya orang yang memasuki klinik. Kecuali waktu itu datang seorang sipir dan juga tahanan baru yang masih akan menjalani persidangan. Katanya sakit kepala, gue sempat menelusuri riwayat kesehatannya sebelum akhirnya memberikan dia beberapa pil pereda nyeri yang gue titipkan kepada petugas sipir.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAPTASI
FanfictionKalau di pelajaran biologi anak SMP, adaptasi adalah cara bagaimana makhluk hidup mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Namun bagi segelintir orang yang ada di dalam buku ini, adaptasi merupakan upaya-upaya penyesuaian diri d...