Kilas Balik

10 4 0
                                    

7⃣

Bastard merenung sendiri di dalam kamar besarnya. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain tiduran, nge-game,  membolak-balikan komik, dan seterusnya seperti itu entah sampai kapan.

Lalu, masuklah bi Naum- asisten rumah tangga yang telah lama bekerja hampir 12 tahun lamanya pada keluarga Hoevendi. Bisa dibilang, bi Naum adalah sosok yang sangat setia, patuh, dan sangat mengetahui luar dalam keluarga Hoevendi, bahkan sampai rahasia terbesar sekalipun.

"Den, bibi mau kasih tahu di luar masih ada non Dewi."

Bastard melepaskan earphonenya.

"Maaf, bibi bilang apa tadi? Aku ga dengar lagi nge-game."

"Itu loh, Den, non Dewi masih di depan, belum mau pulang. Dia kekeuh pantang pulang sebelum ketemu sama Aden."

"Ngapain sih, kok belum pulang? Bibi belum usir?" 

"Bibi udah usir tapi non Dewi keras kepala. Bibi takutnya dia nanti sakit, Den. Mana diluar hujan badai."

Bastard berdecak kesal. "Biarin aja, Bi. Entar kalau capek sendiri bisa pulang tuh anak."

"Maaf kalau bibi lancang, sebenernya non Dewi sama Aden ada masalah apa? Kalau ada masalah ada baiknya Aden temuin non Dewi. Selesain baik-baik. Bibi gak tega liat non Dewi nangis gitu, sambil nyebut nama Aden lagi berulang kali."

"Gak ada yang bisa diomongin lagi antara aku sama dia. Semuanya udah selesai, Bi."

"Oalah, jujur bibi ga ngerti masalah cintanya anak muda sekarang. Rumit, bikin kepala bibi pusing mikirnya."

Bastard terkekeh. "Ya kalo pusing jangan dipikirin, Bi. Mending bibi bikin nasi goreng buat aku. Boleh?"

"Ya boleh atuh, Aden. Ada-ada aja Aden pakai nanya segala. Apapun yang Aden minta akan bibi lakukan sepenuh hati."

"Makasih ya, Bi."

"Yowes, bibi bikinin nasi goreng spesial dulu buat Aden ya biar Aden gak nunggu lama lagi."

Setelah kepergian bi Naum, Bastard kembali termenung memikirkan perkataan Bi Naum.

Petir saling bersahutan di luar tanpa henti, dan angin menghembus dengan sangat kencang. Pandangan Bastard tertuju pada jendela kamarnya yang kini menampakkan cuaca yang sangat gelap, segelap dengan hatinya sekarang.

Dia berjalan ke arah jendela yang langsung memperlihatkan halaman depan rumahnya. Di bawah sana, Bastard melihat Dewi, mantannya yang tega selingkuh dengan kakaknya sendiri.

Bastard hanya menantap datar dan dingin, tanpa ada rasa kasihan, peduli, khawatir, ataupun cinta.

"Bastard aku tahu kamu ada di dalam! Aku mohon keluarlah. Aku bakalan jelasin semuanya. Tolong kasih aku kesempatan!"

Dewi berteriak dengan keras.

"Aku cinta sama kamu. Aku masih sayang sama kamu, Bas! Kamu gak bisa putusin aku begitu aja!"

Bastard menutup seluruh gorden kamarnya rapat-rapat agar tidak mendengar suara mantannya lagi. Ia kembali ke kasurnya dan mulai memejamkan mata.

"B-Bas."

"Jadi ini alesan lo nyuruh gue gak usah jemput?"

"K-kamu ngapain disini?"

"Supaya lo bisa enak selingkuh di belakang gue?"

Dewi menatap pacarnya itu dengan tegang. "Kamu salah paham, Bas. Ini semua gak seperti yang kamu pikirin."

Bastard tersenyum sinis. "Gue emang gak mikir, Wi. Tapi gue udah liat dengan mata kepala gue sendiri."

"Eh ada adek gue?"

Bastard melirik tajam pada kakaknya yang sedang merangkul pacarnya itu.

Bugh!

"Bangsat!"

Bastand terhuyung ke belakang hingga menggebrak meja di restoran itu. Ia balik meninju kembarannya itu.

Bastard terhempas ke bawah dengan keras.

Ia menindih Bastard dan melayangkan pukulan lagi hingga menimbulkan kericuhan. Dewi yang menyaksikan perkelahian itu menjadi panik dan ketakutan.

Semua pengunjung di sana menjadi kalang kabut dan memilih menjauh dari aksi pergelutan itu.

Bastard mendorong kakaknya dan menindihnya balik. Ia memukulnya tanpa ampun.

"Tega lo ngerebut cewek gue!"

"Cewek lo lumayan enak juga, Bas."

Bugh!

Bastand terkekeh. Cairan segar menetes dari sudut bibirnya.

"Kalo lo mau tau, tanya aja sama pacar kesayangan lo itu apa yang udah terjadi antara gue sama dia."

"Anjing!"

Dewi melotot, melihat kedua kakak beradik itu berkelahi dengan hebat.

"Bastard berhenti mukulin Bastand!"

Bastard tetap melayangakan pukulan bertubi-tubi tanpa memberi celah pada kakaknya untuk bergerak.

"GUE BILANG BERHENTI BASTARD!"

Bastard terpaku di tempat. Bastand menyunggingkan senyum mengejek.

Ia menatap pacarnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia berdiri dan berjalan meninggalkan restoran itu dengan kesal.

"Bastard dengerin aku dulu." Dewi mengejar langkah pacarnya.

Dewi menatap Bastard dengan tatapan bersalah dan air mata yang tidak mau berhenti.

"Gue pikir lo cewek baik-baik."

"Bas aku minta maaf. Aku khilaf."

"Kita selesai!"

Bastard terbangun ketika bi Naum mengetuk pintu. Hujan masih belum berhenti. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 2 sore.

"Ini bibi udah masakin nasi goreng spesial buat Aden. Dimakan ya, Den."

"Tarok di meja aja, Bi."

Bi Naum mengangguk dan meletakan nasi gorengnya dia atas meja belajar.

"Bi."

"Iya ada apa, Den?"

"Mama Papa udah pulang?"

"Belum, Den. Ibu masih rapat di sekolah, Bapak gak pulang katanya nginep di kantor."

Bastard hanya menggangguk.

"Kalau mas Bastand lagi main di rumah temen—"

"Yaudah, bibi balik aja."

"I-iya, Den."

Bayangan Ba§tard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang