Malaikat?

11 6 0
                                    

6⃣

"Selamat pagi menjelang siang bu Siska."

"Siang. Kalian ngapain berdiri disini? Bolos?"

Bu Siska memberikan tatapan mengintimidasi.

"Saya sama Dity gak bolos kok bu. Kedatangan kami kesini mau-"

"Kalian berdua anak ips dua kan? Sekarang pelajarannya Pak Harmono. Kenapa kalian masih keluyuran disini?"

"Anu bu..."

"Bicara yang jelas!"

"Sebenarnya saya dan Dity tidak membawa baju ganti. Jadi maksud kedatangan kami adalah ingin meminjam baju ke salah dua murid disini. Begitu bu Siska."

"Kenapa dari tadi tidak masuk? Kalian sudah mengganggu jam kelas saya!"

"Maaf ya bu, kami telah menggangu waktu mengajar ibu."

"Saya kasih waktu tiga puluh detik kalian buat minjam."

Mereka berdua masuk ke dalam kelas mipa 1 dengan Dity terlebih dahulu. Dity menuju tempat duduk Geo, pacarnya. Ia meminjam baju pacarnya. Sementara Kerin tidak tahu harus meminjam ke siapa.

"Hai, gue boleh pinjam baju lo?" tanya Kerin pada salah satu murid disana.

"Sorry, baju gue udah bau."

"Sama. Lo minta sama yang lain aja."

Kerin tahu mereka cuma beralasan, jelas-jelas ia melihat bajunya ada di dalam tas mereka. Kalau bau tidak mungkin mereka akan menyimpannya di dalam tas.

Pada sok semua, anjir lah! maki Kerin dalam hati.

Tidak sengaja matanya menangkap manik hitam pekat seorang cowok di ujung tembok. Cowok sok yang sedang menatapnya dengan datar.

"Udah belum?" tanya Dity menghampiri.

Kerin menggeleng.

"Gue pinjemin deh sama temen geng gue dulu," ujar Dity sambil melihat Kerin dengan kasihan.

Kerin melihat temen geng Dity menolak untuk memberikan bajunya. Mereka tidak menyukai Kerin, begitupun sebaliknya. Ia tahu. Karena suatu masalah di masa lalu, membuat permusuhan tercipta diantara Kerin dengan anak geng itu. Walaupun mereka akrab dengan Dity, bukan berarti mereka bisa akrab dengan Kerin.

Dity mendatangi Kerin dengan tangan hampa.

"Ga usah nangis," tegur Dity.

"Apaan sih. Siapa juga yang nangis."

"Waktu kalian habis. Keluar dari kelas saya sekarang juga!"

"Tapi, teman saya belum dapat bajunya."

"Kalian dengar ucapan saya?"

"Gapapa, cabut aja."

"Yakin lo?"

Kerin keluar dari sana dengan perasaan tak karuan, disusul oleh Dity.

"Lo gimana jadinya?"

"Ya enggak gimana-gimana. Gue tunggu lo ganti baju di kursi itu."

Kerin kemudian keluar dari toilet dan nungguin Dity di bangku koridor.

🎭🎭🎭

"Ternyata benar dugaan gue kalo lo itu emang cewek lemah."

Kerin mendongak. Ia menghapus jejak sudut air matanya. "Ngapain lo?"

"Lagi melow, masih bisa juga judes."

"Terserah gue!"

Bastard mencekal tangannya. "Lepas gak!"

"Jangan geer dulu jadi cewek. Gue kesini cuma mau kasih ini."

🎭🎭🎭

"Akhirnya selesai juga! Badan gue sakit semua."

"Makanya gak pernah olahraga sih," celutuk Alexa.

Kerin menoyor kepala Sekar dengan botol plastik minumannya.

Aw!

"Sakit Ririn!"

"Siapa bilang udah bebas? Orang masih ada empat praktek lagi."

"Hah masa?" Sekar merengek capek.

Sekar sangat membenci yang namanya olahraga, apa pun itu jenisnya. Namun, walaupun begitu ia tidak pernah mengabaikan kesehatannya. Ia memiliki tubuh yang terbilang cukup untuk menjadi model. Karena kunci untuk mendapatkan tubuh ideal menurutnya dengan menjaga pola makan yang sehat. Dapat dibilang, sekar adalah cewek pecinta makanan sehat, anti olahraga.

"Btw. Lo lucu banget pakai baju kebesaran gini," ucap Sekar dengan jujur.

"Guwe gach terimah-"

Sekar, Alexa, dan Meli ketawa ngakak.
Dity tersenyum tipis.

"Udah, lo kunyahin dulu mienya. Gue gak ngerti bahasa alien," timpal Sekar.

"Gara-gara ini celana gue hampir aja jatoh di got kampung seberang. Mana diketawain lagi sama bocil."

"Oh, jadi pas lo berdiri di samping got itu lo hampir mau jatoh? Gue pikir lo mau muntah disitu." Alexa menguncir rambutnya tinggi.

Kerin memutar bola malas. "Gimana ya secara ini baju ukurannya ukuran cowok. Bukan ukuran gue."

"Gue heran juga sih tuh malaikat cool mau minjemin," sahut Dity. "Jarang-jarang dia bisa peduli gitu."

"Tapi kalo diperhatiin, Bastard sweet juga." Sekar senyum-senyum sendiri.

"Rabun kali mata lo."

"Mata lo yang rabun. Banyak bergaul sama benalu jadi gak bisa ngebedain mana yang bagus mana yang jelek," sahut Dity kemudian.

"Udah gue bilang gak usah bawa nama Edo!"

"Daripada ngomongin cowok, mending kita bahas entar malem." Meli menengahi perdebatan mereka.

Alexa menggangguk setuju. "Eh Dit, lo ke club entar sama Geo atau mau gue jemput?"

"Gue dijemput Geo sih. Entar kita ketemu di sana aja."

"Ok. Terus lo beneran gak mau datang nih, Kar?" tanya Alexa lagi pada Sekar.

"Skip dulu. Gue mau check-up."

"Emang berapa ronde semalem? Lupa pakai pengaman?"

"Bacot!" Sekar melempar tisu di muka Alexa.

Dity dan Meli terkekeh.

"Beneran gak mau datang? Soalnya gue denger Jason bakalan datang."

"Terus apa hubungan sama gue?"

"Dia masih ngarep sama lo."

"Ogah."

Alexa tersenyum tipis. Ia segera cabut disusul oleh Meli dan Dity. Kini tinggal Sekar dan Kerin di kantin. Sekar yang sedang memainkan ponselnya dan Kerin yang masih menghabiskan mie ayamnya.

"Btw kemarin gue ketemu Edo di rumah sakit bugar."

Kerin mengernyit dahi. "Ngapain?"

Sekar mengangkat bahu. "Dia lagi ngomong sama dokter disana tapi gue kurang tahu juga."

Kerin jadi memikirkan Edo. Ia kemudian tersenyum pada Sekar. "Btw thanks, Kar."

"Ngapain lo thank you ke gue?"

"Karena lo gak kayak yang lain. Gak benci sama sahabat gue, Edo. Dan gak nyuruh gue jauhin dia."

Sekar terkekeh. "Gue gak peduli juga sama urusan kalian berdua. Selama gak ngebuat gue rugi. Gue bakalan fine-fine aja."

Kerin menggangguk senang.

"Rin, gue cabut duluan ya."

"Mau kemana?"

"Ketemu anak mipa."

Bayangan Ba§tard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang