Indomaret

14 6 0
                                    

4⃣

"Lah, sejak kapan lo ada di depan rumah gue?"

Edo menyerahkan segresek plastik putih kepada Kerin.

"Buat gue?"

"Masa buat gue." Edo menyetil kening Kerin dengan gemas.

Ia masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu. Kerin membuka plastik yang isinya adalah pembalut 29cm dan sebotol kiranti.

"Segitunya lo sama gue?"

"Ya iyalah, gimana lagi lo bisa dapet cowok seperhatian kayak gue."

"Thanks ya, Do. Tapi kok lo tau ukuran gue?"

"Nebak aja si. Lo ga tau aja tadi gue diliat ukhti-ukhti pas masuk ke estalase pembalut semua. Muka gue mau di tarok dimana hah?"

Kerin tertawa terpingkal-pingkal. "Lagian gue kan gam minta lo beliin ini buat gue. Lo ngapain si beli buat gue Do?"

"Buat lo pakai la P.A. Pertanyaan lo ga berkualitas banget sih."

"Bukan gitu maksud gue. Huh, susah lah ngomong sama orang yang otaknya cuma setengah. Ga bakalan nyambung."

"Sejak dari kantin gue perhatiin muka lo jutek terus. Kenapa? Sini cerita sama abang."

Aw!

"Makan tu abang! Bye, gue mau keluar."

"Mau kemana, Rin? Gue anter deh."

Sekarang Kerin udah ada di dalam indomaret bersama sahabat tersayangnya.

"Ya elah gue pikir mau kemana. Kenapa gak telpon gue aja buat sekalian beli margarin? Gak bolak balik gini jadinya."

"Mana gue tau lo abis dari sini. Lo aja ga bilang."

"Iya juga sih." Edo menggaruk rambutnya sambil menyengir. "Gapapa juga, anggep aja kita lagi jalan-jalan sekarang."

"Terserah."

"Jangan baper dong, Rin. Ingat kita berdua itu BFF. Kalo BFF harus deket terus dan saling menjaga satu sama lain. Kayak gini."

Edo mendekati Kerin hingga mentok ke belakang. Ia menatap wajah Kerin dengan lekat. Ia tersenyum dengan manis.

Kerin menyingkirkan tangan Edo dari bahunya. "Lo apaan si? Jangan modus lo."

Kenapa tiba-tiba ia merasakan panas menjalar di seluruh permukaan wajahnya.

Akhirnya, Kerin pergi ke tempat margarin dan mengambilnya dengan cepat lalu pergi menuju kasir.

"Rin, jangan bengong! Tuh, mbak kasirnya udah nunggu. Buruan bayar. Atau lo ngode supaya gue yang bayar?"

"Apaan si gue masih mampu bayar cuma buat beli margarin doang!"

"Biasa aja si gak usah sewot gitu."

Kerin membayar semua belanjaannya dan berlalu dari sana.

Bisa-bisanya gue ngelamunin tuh anak. Bisa gengsi abis gue kalo sampe ketahuan. Sial!

"Jangan-jangan lo ngelamunin gue lagi."

"PD banget!"

Edo memperhatikan wajah Kerin dengan lekat. "Muka lo merah."

"Mau pulang gak hah?"

"Kalem mbak." Edo terkekeh melihat tingkah salting sahabatnya itu yang terlihat sangat jelas. "Nih pakai helm sama jaketnya."

Kerin memakai helmnya dan menutup wajahnya full dengan kaca helm, menutup muka merahnya yang sudah seperti kepiting rebus. Ia segera naik ke motor dan menunduk malu sepanjang perjalanan.

🎭🎭🎭

"Edo, berhenti." Kerin menepuk bahu Edo beberapa kali. "Gue bilang berhenti, Do. Pinggirin motor lo."

"Kenapa sih?"

"Jangan disini bego! Entar kulit gue gosong. Cari yang ada pohonnya. Tuh, itu tuh di depan dikit. Buruan, Do!"

"Lah, lo suruh pinggirin motornya tadi. Gimana sih?"

"Ya enggak disini juga kali! Panas tau," ucap Kerin dengan gemas.

"Bawel lo!"

🎭🎭🎭

Kerin menepuk bahu Edo heboh karena melihat sesuatu di depan sana.

"Anjir, lo ngapain, Rin?"

"Lemah banget si lo. Orang gue nepuknya juga pelan gitu." Kerin melakukan pembelaan diri.

"Pelan apanya. Lo mukul udah kek tenaga badak."

"Lo aja yang lebay. Gitu aja sakit."

"Ngalah aja deh sama cewek PMS."

"Ih berisik! Mending lo liat di depan sana." Ia mitilin kepala Edo untuk menghadap ke depan.

"Ya elah, jadi lo nyuruh gue berhenti buat liat drama bucin?"

"Shhtt..."

Kerin akhirnya turun dari motor dan berjalan ke arah cafe metropolitan itu. Jiwa-jiwa keponya mulai menguasai.

"Lo mau kemana si?" tanya Edo kesal. Ia mengikuti langkah Kerin perlahan.

"Ih ngomongnya pelan-pelan. Entar ketahuan."

"Sejak kapan lo jadi paparazi kayak gini hah?"

"Kalo lo mau pulang, pulang aja sana. Gue bisa naik ojek entar."

Edo berdecak. Ia tetap mengikuti Kerin dan tak berniat untuk meninggalkannya.

"Nah, 'kan bener apa kata gue!" ucap Kerin tiba-tiba.

"Lo ngintipin siapa si?"

"Ga salah lagi, itu pasti Dewi."

"Dewi siapa?" tanya Edo penasaran.

"Adalah. Musuh gue."

Edo terdiam. Ia fokus memperhatikan di depan sana.

"Musuh geng gue si lebih tepatnya. Eh, dia lagi sama cowok, tapi siapa ya?"

"Itu, 'kan si Bastard."

"Bastard?" beo Kerin.

"Masa lo lupa sih? Cowok yang tadi pagi."

Jadi namanya Bastard!

"Cowok sok yang udah nabrak gue tadi pagi!"

"Nabrak lo?"

Bayangan Ba§tard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang