[01] Siapa Dia?

2.3K 290 26
                                    

Happy reading
.
.
.

Dersik angin membuyarkan lamunan wanita berparas ayu ini, rasa ketakutan terlihat ketika seseorang muncul dari balik pintu balkon.

Wanita itu menatap getir si lawan jenis yang sudah paruh baya, terisak kecil. Namun, si pria tua tersebut tersenyum seringai seketika.

"Kau takut?"

Lee Chitta meringkuk ketakutan, ia berjongkok seraya memeluk tubuh kecilnya. Memejamkan matanya berusaha menetralkan dirinya lagi.

Si pria tua mulai berjalan menghampiri wanita mungil, kemudian menjambak keras rambut panjangnya. Tanpa rasa ampun.

"Akh.. a-aku m-mohon ja-jangan." lirihnya terbata-bata.

"Brengsek! kau menghancurkan semuanya. Sudah berapa kali aku bilang untuk tidak membuat kekacauan hah?!" pekik pria paruh baya- Ayah kandungnya, Lee Donghae.

"Ayah, ti-tidak. Maaf kan aku ayah."

"Kau tahu, jika kau tidak membuat kesalahan hari ini aku bisa mendapatkan keuntungan!" Donghae berseru, dapat di dengar langsung oleh Chitta. Begitu keras dan kencang.

"Ta-tapi tolong jangan menjual ku." sahut anak itu dengan pelan.

"Kau anak yang tak berguna! setidaknya kau mengikuti perintah ku! Besok ada bos kaya raya datang untuk membeli mu, jangan membangkang." tukas Donghae.

Lee Donghae menghempaskan tubuh anak perempuannya, hingga terbentur pada ujung besi penyangga. Darah dari ujung pelipis mengalir keluar, Donghae hanya berdecih seraya meninggalkan anaknya itu sendirian.

Dengan tangan gemetar, Chitta menyentuh pelipisnya yang berdarah. Memejam matanya sejenak, ia tidak ingin menjadi budak nafsu orang kaya. Memang pada dasarnya, ayahnya sendiri gila dengan harta hingga melibatkan Chitta.

"Bunda.."

Ia menangis, dia lelah dengan hidupnya. Lebih baik ia mati dari pada menjalankan hidup yang sungguh berat.

Ia harus pergi dari sini, hanya itu saja pilihan agar dirinya tidak terikat lagi pada sang ayah. Wanita ini masih terisak kecil, memantapkan diri untuk turun dari balkon. Tenang saja, memang Tuhan memberkatinya malam ini. Ada seuntai tali panjang yang tebal, Chitta bisa turun dengan cepat. Walau telapak tangannya lecet akibat goresan tajam tali, ia tidak apa-apa asalkan dirinya pergi dari rumah sang ayah mungkin ia akan aman.

Mengendap ketika ia sudah turun menginjak tanah, Chitta membungkukkan dirinya setelah itu berjalan. Dirinya aman, sepertinya begitu.

Ia sudah keluar dari pekarangan rumah Donghae, napas terengah-engah di barengi isakan tangis. Chitta meraung kesakitan, sesekali ia terjatuh seraya meringis perlahan.

Sepanjang jalan yang sepi dan dingin dirinya sudah merasa pening, menyentuh pelipisnya yang masih di aliri darah segar. Hingga merasa penglihatannya buram, ia tergeletak di jalanan sepi yang dingin.

.
.
.

"Tuan, apa nanti kita pesan kopi panas? sepertinya malam ini cuaca akan dingin." supir itu berucap pada atasannya yang tengah duduk di kursi penumpang.

Illecebrous ||JohnTen [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang