Suara langkah kaki terdengar mengusik tidur seorang gadis yang terbaring di ranjang kecilnya. Perlahan matanya terbuka menyesuaikan diri dengan cahaya yang menusuk netranya. Ia mengerang kecil saat pening menyerangnya saat ia mencoba bangkit. Tangannya menyentuh kepalanya berharap sakit itu segara berakhir.
"Nona, anda sudah bangun."
Suara manis dan ceria menyapa pendengarannya. Gadis itu menggelengkan kepalanya membuat perlahan penglihatannya menjadi jelas, kemudian matanya tak berkedip menatap seorang gadis pelayan yang terlihat sibuk melakukan entah apa itu.
"Nona, hari ini langit sangat cerah. Anda tak perlu lagi khawatir hujan akan turun." Ucap gadis pelayan itu sambil mengulurkan baskom berisi air dan lap untuk mencuci wajah.
Perlahan dengan tangan gemetar gadis itu meraih tangan pelayannya yang membuat wajah pelayan itu seketika berubah cemas.
"Brina." Suaranya terdengar tak kalah bergetar dari tangan dan tubuhnya saat ini. Ia merasa tak percaya dapat melihat kembali orang terdekat yang sebelumnya rela mengorbankan nyawa untuknya. Brina, satu-satunya pelayan setianya.
"Ya, nona. Apa yang terjadi? Apakan tubuh anda terasa tidak nyaman atau sakit?"
Gadis pelayan bernama Brina itu memeriksa keadaan nonanya dari ujung kepala sampai kaki. Ia menghembuskan napas lega tak terjadi hal buruk apapun pada majikannya tersebut selain wajah pucat dan ekspresi yang tak ia mengerti sama sekali. Mungkin nonanya baru saja mengalami mimpi buruk. Ia bernaoas lega namun juga merasa kebingungan saat mendengar ucapan yang keluar dari bibir nonanya.
"Langit mendengar doaku. Langit mendengar doaku." Majikannya menggumankannya berulang-ulang membuat Brina seketika takut.
"Nona, tenanglah. Itu hanya mimpi. Anda baik-baik saja sekarang." Ia mencoba menenangkan majikannya yang kini memeluknya sangat erat. Menepuk punggungnya berusaha meyakinkan bahwa apa yang terjadi semua tak lebih dari mimpi.
Perlahan gadis itu kembali tenang. Brina lagi-lagi menghembuskan napas lega, kemudian ia membantu majikannya tersebut mencuci wajah dan menata rambutnya. Terlihat pantulan sorang gadis muda dengan mata bulat namun sayu di cermin yang kini menampilkan senyum tipis yang tak pernah Brina lihat sebelumnya.
"Nona. Anda ingin sarapan sekarang atau nanti?"
Mata gadis itu tak sedikit pun beralih dari cermin. Ia menjawab masih dengan tatapan yang menatap lekat pantulan yang juga menatapnya. "Nanti saja."
"Kalau begitu saya permisi dulu. Nona bisa memanggil saya jika membutuhkan sesuatu."
Kemudian suara langkah kaki dan pintu yang tertutup terdengar. Namun tatapan gadis itu tak beranjak menatap pantulan dirinya di dalam cermin.
Perlahan tangannya menyentuh mata bulat dan berakhir pada bibir merah cerry nya. Di dalam cermin terlihat bayangan seorang gadis muda berusia sekitar lima belas atau enam belas tahun. "Bagaimana ini bisa terjadi?" Pertanyaan itu terus berdengung di kepalanya. Bagaimana ia bisa berada di sana dengan tubuh mudanya. Ia tak mengerti. Terakhir yang di ingatnya adalah rasa sakit yang mencekik tenggorokannya, ia menerima perintah mati dari pria yang begitu dicintainya.
Tangan kecil itu mengepal erat. Matanya berubah dingin dengan senyun sinis terukir di bibirnya. Ia kembali mengedarkan pandangannya menatap sekeliling ruangan kecil dan bokbrok tempatnya berada. Ternyata langit mendengar doanya, entah bagaimana caranya namun langit membawanya kembali ke beberapa tahun silam sebelum semua kebodohannya di mulai. Kebodohan yang membuatnya berakhir mengenaskan. Setelah semua yang dilakukannya bukan hanya ia tak menerima apa yang seharusnya ia terima, namun harus mengetahui pengkhiatan antara pria yang dicintainya dan adik yang sangat di sayanginya dan pada akhirnya ia di buang setelah tak di butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ETHEREAL - END
Fantasy++17 tahun ke atas. Maaf tulisan saya bukan bacaan anak. Terdapat kata-kata kasar dan beberapa adegan dawasa di dalamnya. Suka bisa lanjutkan tidak maka tolong tinggalkan, terimakasih. Di jebak, di bodohi, di manfaatkan, di khianati dan pada akhirny...