2

2.6K 308 19
                                    

Aroma pahit dan pekat bercampur satu di dalam ruangan berukuran kecil itu membuat Brina mengerutkan hidung, namun saat matanya menatap nonanya yang terlihat tetap tenang ia memilih untuk menahannya, ia kembali mengipasi tungku yang di gunakan merebus semua tanaman obat itu.

Berbagai cairan dalam botol-botol kecil tersusun di atas meja. Brina tak tau fungsi dari cairan-cairan bergabagi warna yang nonanya sebut racun itu. Namun apapun fungsinya Brina yakin yang namanya racun pastilah berbahaya.

Entah apa yang di pikirkan majikannya hingga kini nona mudanya itu memiliki hobby baru yaitu mencampur semua jenis tanaman obat hingga menjadi sebuah racun. Sejak terbangun karena mimpi buruk semunggu yang lalu sikap nonanya memang jauh berubah. Nonanya yang dulu ceria dan murah senyum saat menceritakan kerinduannya pulang ke kediaman jendral sekarang menjadi sangat pendiam dan pemurung. Tak di temukan lagi senyum cerah di wajah cantik itu.

"Brina, apa itu sudah mendidih?" Pertanyaan Elle memecah lamunan gadis pelayan itu.

"Sepertinya sebentar lagi, nona."

"Mm, terus kipasi dan aduk cairannya. Jangan sampai mengental di dasar kuali." Elle lagi-lagi memberi perintah.

"Ya, nona."

Elle kembali fokus menulis beberapa resep racun dan penawarnya. Di kehidupan lalunya, banyak yang telah ia lalui. Di katakan setelah ibunya melahirkannya beberapa hari setelahnya ibunya sakit kemudian meninggal. Beberapa bulan kemudian pelayan kesayangan ibunya naik ke tempat tidur sang ayah kemudian hamil dan menjadi nyonya baru kediaman jenderal.

Rasa sakit saat mengetahui jika selama hidupnya ia hanya di jadikan boneka semata kembali Elle rasakan. Hatinya hancur berkeping-keping saat pria yang begitu dicintainya mengatakan tak memiliki perasaan apapun padanya setelah semua pengorbanan yang ia lakukan. Ia mengais kepingan hatinya dan berpikir tak apa karena ia masih memiliki ibu dan adiknya.

Elleana di masa lalu memang sangat naif. Ia mengira Rosaline, ibu tirinya menyayanginya sama besar seperti wanita itu menyayangi adiknya, Ellain. Ia sangat menyayangi keduanya, melakukan apapun demi kebahagiaan mereka terutama Rosaline. Tanpa tau bahwa keduanya pun sama hanya memanfaatkannya demi mencapai kemuliaan. Ia yang melakukan semua pengorbanan namun pada akhirnya Ellain lah yang menuai hasilnya.

Dua orang harapan terakhirnya itu tak kalah kejam dari pria itu. Di saat-saat terakhir hidupnya ia mengingat dengan jelas bagaimana dengan bangganya Ellain berdiri di samping Alard, menertawakan kebodohannya. Mengatakan bahwa ia benar-benar menyedihkan karena mencintai orang-orang yang sama sekali tak pernah mencintainya.

Cinta? Elle mencibir dengan ekspresi sinis di wajah cantiknya. Tak ada cinta di dunia ini, yang ada hanya kebutuhan dan manfaat. Sama seperti Allard yang membutuhkannya dan memanfaatkannya, setelah ia tak lagi berguna dengan kejamnya pria itu membuangnya bahkan menentukan kematiannya.

Mengingat semua itu membuat mata Elle berkedip dingin. Ia mencengkram kuas di tangannya hingga buku tangannya memutih dan tinta menggores tebal merusak tulisan indahnya. Tanpa ia sadari aura kebenciannya menguar keluar hingga menyebarkan dingin sampai ke tulang.

"No-nona." Dengan suara bergetar Brina menghampiri gadis itu dengan ramuan yang sebelumnya telah mendidih.

Ia mengigil merasakan aura yang memancar dari Elle. Dengan perlahan ia meletakan kuali itu di samping Elle yang tampak tak menyadarinya, menatap sekali lagi ekpresi dingin di wajah cantik itu sebelum mundur secara teratur ke sudut untuk melanjutkan kembali tugasnya merebus tanaman yang telah Elle perintahkan. Entah apa yang nonanya pikirkan sehingga membuat nonanya yang selalu lembut berubah menjadi seperti itu. Apapun itu yang dapat merubah kepribadian nonanya begitu  drastis menjadi seperti sekarang ia yakin bukanlah hal yang baik.

**

Awal bulan kembali tiba, seperti tiga bulan sebelumnya orang yang biasa mengantarkan makanan dan uang bulanan Elle tak lagi datang. Salju telah turun dua hari lalu, suhu di luar benar-benar dingin Brina menambahkan kayu bakar ke dalam perapian agar nonanya tak terlalu mengigil kedinginan.

Tatapan Elle begitu tenang berbeda dengan pelayannya itu. "Apa mereka kembali lupa mengirimkan pasokan makanan dan uang untuk anda, nona. Bagaimana ini? Pakaian dingin lama anda hanya ada satu. Kita tak membawa banyak karena sebelumnya nyonya mengatakan anda hanya akan di sini tak lebih dari satu bulan. Dan dua tahun telah berlalu namun tuan jendral belum mengutus orang untuk membawa anda kembali. Apalagi sejak tiga bulan lalu orang yang biasa mengantarkan makanan dan uang bulanan tak lagi datang. Satu-satunya pakaian hangat anda pun kini telah mengecil. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Brina tampak gelisah. Sesekali ia melihat keluar rumah yang mereka tempati, terlihat salju turun dengan sangat lebat. Mereka tak memiliki makanan, tak memiliki uang. Dan nonanya memiliki tubuh yang lemah sejak kecil, akan sulit menghadapi musim dingin tanpa makanan dan pakaian-pakaian hangat.

"Tak perlu khawatir. Kita hanya perlu bertahan satu bulan lagi. Setelah itu kehidupan kita akan jauh berubah dari sebelumnya." Karena kini akulah yang menentukan nasibku dan orang-orang itu. Elle melanjutkan ucapannya dalam hati.

Perkataan Elle sama sekali tak membuat Brina tenang. Gadis pelayan itu tetap memaksa pergi ke luar untuk mencari kayu bakar dan berburu untuk mereka makan. Elle tak dapat menghentikannya, pada usia muda ini tubuhnya memang sangat lemah. Itu sebabnya di kehidupan lalu ia melatih keras tubuhnya agar sedikit kuat agar ia bisa mendampingi kemanapun Allard pergi. Ia pun belajar obat dan racun demi pria itu. Ia belajar banyak hal dan melakukan segala yang ia bisa demi pria itu.
Namun apa yang ia dapat? Pada akhirnya hanya kematian yang ia terima.

Tak lama pintu kembali terbuka membuat angin dingin bersiul masuk menusuk tulang membuat tubuh lemah Elle mengigil. Brina kembali dengan setumpuk ranting kayu dan seekor kelinci malang yang berhasil gadis itu buru. Akhirnya mereka tak perlu menghawatirkan persediaan kayu dan makanan lagi, setidaknya sampai esok hari tiba.

Keesokan paginya Elle memaksa tubuhnya bangkit dari ranjang. Jika ia hanya berdiam diri saja makan tubuh lemahnya akan semakin lemah. Ia mendorong pintu yang ternyata sulit terbuka karena tumpukan salju yang bertimbun di depan pintu.

Brina telah pergi dua jam lalu, dan sampai saat ini belum kembali membuat Elle sangat cemas. Tiba-tiba ingatan di mana Brina kembali dengan tubuh berlumuran darah dan hampir sekarat menghantam Elle. Tubuh gadis itu bergetar, dengan cepat ia kembali menggali ingatannya dan menghitung. Kejadian itu terjadi pada hari ke empat setelah turun salju yang artinya hari ini. Dengan seluruh kekuatan yang ia miliki akhirnya ia berhasil mendorong pintu terbuka. Ia bergegas berlari ke hutan untuk mencari keberadaan pelayannya itu.

Kepulan asap dari napas yang berhembus dari bibir Elle mengiringi langkah gadis itu. Elle mengedarkan pandangannya menatap sekeliling, hanya putih di sekilikingnya membuat Elle sedikit kesulitan menentukan arah. Setelah berpikir keras ia mendongak melihat langit kemudian merasakan angin yang berhembus dan menemukan arah. "Barat!" Ia mengambil langkah berbelok ke kanan dan terus berjalan, sampai akhirnya ia menemukan seorang gadis yang tengah terpojok oleh dua ekor serigala yang mengepungnya dari kedua sisi.

"Sialan."




Tbc..

**

Nulis panjang-panjang terus tiba-tiba ilang. Yang sama penulis pasti taulah gimana rusaknya mood aku. Minta apresiasinya dong biar moodku balik lagi. Di tunggu komennya.

29 Desember 2020

ETHEREAL - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang