11

445 71 5
                                    

"Jadi, kita sudah dua bulan berteman, tapi kau masih tidak memberiku password wi-fimu," rengekku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, kita sudah dua bulan berteman, tapi kau masih tidak memberiku password wi-fimu," rengekku.

"Sudah kubilang cari tahu sendiri."

"Kenapa kau tidak memberiku password wi-fimu?"

"Ingin saja. Kau akan tahu saat waktunya tiba."

Sudah dua bulan aku tidak membaca fanfic. Aku yakin banyak  update menunggu untuk dibaca! Ugh. Tapi, mengejutkannya aku bertahan dua bulan tanpa wi-fi. Ini sebuah rekor besar.

"Kenapa? Astaga? Kenapa kau melakukan ini?" Aku menggeram dan menendang-nendang sofanya. Aku di rumahnya lagi, dan masih tidak tahu password wi-finya meski sering ke sini.

"Astaga, berhenti komplain," erangnya. "Ayo jalan-jalan di taman."

***

Jadi, sekarang kami ada di taman, berkeliling, mengagumi pemandangan dan alam. Dan astaga, bunga-bunga sangat indah dan udaranya segar.

"Ayo ke ayunan," kata Yoongi sembari meraih tanganku, menuntun jalan. Aku merona dengan sikap sederhana ini.

Selama dua bulan, kami banyak melakukan kontak fisik dan memertanyakan hubungan kami. Apa kami sungguh teman atau apa? Aku tidak bisa menghindari percikan yang timbul tiap kali kulitnya menyentuhku; entah tangan kami bersenggolan atau dia memelukku. Iya, dia sering memelukku. Aku kecanduan dadanya (bukan dalam konotasi buruk), karena sangat nyaman untuk tiduran.

Yoongi membuatku duduk di ayunan dan dia bergerak ke belakangku. Aku menahan napas saat dia mendadak mendorongku kencang. Tanganku langsung berpegangan erat karena dia mendorongku berulang kali. Bisa kurasakan udara dingin menerpa kulitku dan kupejamkan mataku menikmatinya. Meski aku lebih sering suka kehangatan, terkadang aku butuh dingin untuk mengurangi panas dalam diriku.

Yoongi menyenandungkan sebuah lagu dan sejujurnya suaranya buruk, tapi kuhargai usahanya menyanyi dan mencoba meringankan suasana. Oke sebenarnya suaranya tidak buruk sama sekali. Suaranya indah sama seperti dirinya, dia menyanyi lebih baik dariku. Suaraku mampu merusak apapun di sekitarku, sebegitu buruknya aku.

"Hei, suaramu buruk," tukasku dan tertawa kecil. Bisa kurasakan tatapan tajamnya di belakangku. Aku tertawa dalam diam. Dia sangat menggemaskan.

Dari waktu ke waktu, aku akan mempertanyakan perasaanku padanya. Apa aku menyukainya sebagai teman atau lebih dari itu?

Entahlah.

Dia berhenti mengayunkanku dan aku turun dari ayunan. Dia berjalan dan duduk di bangku dan kurasa dia tidak mau duduk di ayunan jadi aku melangkah ke sana.

Dan seperti aku yang ceroboh biasanya kini malah membuat kakiku membentur benda keras di tanah hingga aku kehilangan keseimbangan. Membuatku terjatuh dan kakiku terluka.

"Sialan," umpatku melihat darah mengalir dari luka itu.

"Kenapa kau ceroboh sekali?" Kudengar dia bergumam saat menghampiriku. Hal yang selanjutnya dia lakukan mengejutkanku.

Dia menggendongku seperti pengantin dan mulai berlari. Dia berlari dalam kecepatan kilat sampai aku hampir jatuh. Insting pertamaku adalah melingkarkan tanganku di lehernya.

Segera, kami tiba di rumahnya. Dia membuatku duduk di sofa dan pergi entah ke mana.

Dia kembali dengan kotak P3K dan kotak tisu. Pertama, dia mengambil tisu dan mengehentikan darah mengalir dari luka. Kedua, dia mulai membersihkan luka dengan kapas. Sikapnya sangat lembut sampai aku tidak merasakan sedikit pun sakit di tubuhku.

Setelahnya, dia menuangkan antibiotik di lukaku dan meniupnya pelan, mengambil cotton bud dan menggunakannya di lukaku.

Lalu dia menutupnya dengan perban. Lukanya terlalu besar sampai plaster tidak mampu menutupi semuanya.

"Selesai. Kurasa kau harus menginap di sini malam ini. Aku akan membantumu ganti pakaian," katanya saat meletakkan semuanya ke dalam kotak obat.

"Makasih." Aku tersenyum. Dia membalas senyumku dan mengembalikan kotak obat di tempat semula.

~ ¤ ☆ ¤ ~

A r a

31 Desember 2020

Wi-Fi Password ➳ MYGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang