Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi

Bab 3

106K 11.2K 276
                                    

Bab 3

Pagi pertama di Jakarta, Tsamara bangun lebih dulu dari siapa pun. Dia melirik ke sisi kirinya dimana sang putra masih bergelung nyaman di balik selimut. Hari kemarin setelah tiba di apartemen yang ia sewa atas rekomendasi dan bantuan Leo, yang Tsamara lakukan adalah menyiapkan tempat tidur untuk dirinya sendiri dan sedikit membereskan barang-barang bawaannya.

Dan ini hari Minggu, dia bisa sedikit bersantai barang sejenak, sekadar untuk melepas lelah setelah perjalanan dari Yogyakarta. Sebelum Senin besok, dia sudah mulai berangkat kerja di kantor barunya. Rasanya baru kemarin dia mendapat surat penugasan dari kantornya.

Namun, waktu memang berlalu begitu cepat.

Setelah membicarakannya dengan keluarga dan mendapat persetujuan, Tsamara segera saja menghubungi Leo meminta bantuan sang sahabat untuk mencarikan sebuah apartemen, dengan harga sewa yang paling terjangkau pastinya.

Di sinilah ia, di apartemen yang ia sewa dan berada tepat satu lantai di bawah apartemen Leo.

Turun dari ranjang dengan gerak pelan agar sang putra tak perlu terusik, Tsamara segera pergi ke kamar mandi, melakukan aktivitas paginya sebelum akhirnya pergi ke dapur dan menyiapkan sarapan.

Leo sudah menyiapkan bahan makanan di dalam kulkas dan Tsamara tidak pernah lebih bersyukur memiliki sahabat sepertinya.

Pukul enam pagi, saat Tsamara belum menyelesaikan masakan untuk sarapan, bel apartemennya berbunyi. Perempuan yang kali ini menggelung rambutnya dan memakai celemek berwarna biru, segera mematikan kompor dan berjalan ke arah pintu.

Dia belum sempat menyapa tetangganya kemarin, jadi yang ia pikirkan hanya satu orang.

"Ini masih terlalu pagi untuk bertamu," ucap Tsamara sembari membuka daun pintu apartemennya dan menampilkan sosok Leo di baliknya sedang mengukir cengiran menyebalkan.

"Kamu sedang masak?" tanya Leo mengabaikan cibiran Tsamara. "Aku ada lembur hari ini, bolehkah numpang sarapan sebelum ngantor?" Tanpa dipersilakan, ia sudah mendesak masuk melewati Tsamara yang hanya mampu menggelengkan kepala.

Setelah menutup pintu, Tsamara kembali ke dapur dengan Leo yang sudah duduk di meja makan. Dihadapan lelaki itu sudah tersaji orak-arik telur dan capcai sayur.

"Sepagi ini kamu udah masak semua ini, Tsa." Leo tampak terkesima dengan sajian di depannya. Cacing-cacing di perutnya seolah sedang bergembira menyambut kehadiran makanan-makanan itu.

"Alta masih tidur jadi sebisa mungkin aku menyelesaikan masakku," balas Tsamara sembari meniriskan sosis goreng bentuk gurita kesukaan Alta ke atas piring.

"Dia hanya butuh sedikit waktu untuk menyesuaikan diri di tempat baru," kata Leo seraya menuang air bening ke gelas dan meneguknya pelan.

Kemarin, saat Alta terbangun dan mendapati tempat baru yang menyambutnya, bocah tampan itu rewel sekali meminta pulang. Dan tidak mau lepas dari gendongan Tsamara. Padahal, biasanya Alta tidak pernah semanja itu.

Sebelum keberangkatan ke Jakarta pun, Tsamara sudah berusaha memberi pengertian tentang kepindahan mereka ke tempat baru yang jauh dari kakek dan nenek. Namun, memang pada dasarnya masih anak-anak, walaupun sebelumnya tampak antusias, ketika sudah tiba di tempat tujuan akan lupa segala keantusiasan itu.

"Jadi, kamu ada pekerjaan hari ini? Aku berencana mengajak Alta jalan-jalan dan membelikan beberapa mainan baru biar dia enggak minta pulang terus."

"Kamu enggak akan tersesat jalan-jalan di Jakarta walau tanpa aku, Tsa."

"Memang," Tsamara mengedikkan bahu. Meski sudah bertahun-tahun tidak menginjakkan kaki di Jakarta, dia merasa masih begitu menghapal sudut-sudut kota. "Tapi aku merasa lebih tenang kalau pergi sama kamu."

Play DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang