Prolog
"Enggak pernah sekali pun aku berpikiran kita akan berakhir seperti ini, Tsa."
Suara lirih yang terdengar sarat luka namun juga disertai kemarahan, berhasil membuat Tsamara Btari menghentikan ayunan langkahnya. Dengan seulas senyum tipis yang ia usahakan mengukir di bibirnya, ia membalikkan tubuh untuk menghadap satu-satunya lelaki yang bertahta di dalam hatinya.
"Aku pun enggak pernah berpikiran kita berakhir seperti ini. Tapi kenyataannya, inilah yang terjadi pada kita." Tsamara membalas lirih. Sedatar mungkin. Mencoba untuk membuat dirinya terlihat baik-baik saja meski hidupnya telah hancur hari ini.
Ghaly Badrayudha mengepalkan kedua tangannya dengan rahang mengeras. Amarah menggelegak sampai ke ubun-ubun kepalanya. Rasanya ia ingin menghantamkan kepalan tangannya ke apa pun juga. Demi meluapkan rasa marah yang tidak tertahankan. Dia benci melihat perempuan yang selama ini berbagi cinta dengannya tampak baik-baik saja ketika mereka memutuskan berpisah. "Seandainya kamu enggak tidur dengan si berengsek itu—"
"Maaf," Tsamara memotong cepat. Masih dengan ulasan senyum di bibirnya. Kelopak matanya berkedip berulang kali mencoba menghilangkan buram yang mulai merambah tanpa permisi.
Sekali lagi, balasan datar dari Tsamara berhasil membuat Ghaly hampir kehilangan kontrol diri.
"Aku pergi, Ghaly. Kuharap kamu akan selalu baik-baik saja."
"Pergilah. Jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku. Dan aku membencimu. Sangat membencimu." Ghaly menggeram dalam. Dia paling tidak suka dengan sebuah pengkhianatan dan Tsamara melakukan itu.
"Aku senang mendengarnya. Lebih baik memang kamu membenciku. Aku janji, aku enggak akan menampakkan diri di depanmu." Kali ini Tsamara mengulas senyuman lebih lebar. Terlihat teramat manis, meski lidahnya terasa getir.
Tanpa menunggu balasan dari mantan suaminya, Tsamara segera berbalik dan kembali melanjutkan langkah. Menuju sebuah mobil yang sudah menunggunya sedari tadi.
Tsamara merasa ingin sekali berlari agar Ghaly tak perlu melihat kelemahan dirinya. Dia sudah bersusah payah membangun diri menjadi setegar saat ini. Dia tidak boleh menangis. Tidak boleh tampak rapuh.
Hari ini adalah hari paling buruk yang Tsamara alami selama hidupnya. Ketika palu diketuk di sidang perceraiannya, dia resmi berpisah dengan Ghaly. Lelaki yang hampir satu tahun bersama dengannya, menaiki sebuah perahu yang sama. Berusaha membangun rumah tangga penuh cinta dan kasih sayang.
Namun, badai tetaplah datang menerpa, dan Tsamara memilih mundur.
Tsamara membuka pintu mobilnya dengan seorang lelaki berada di belakang kemudi. Sebelum ia sempat mengucapkan satu kata singkat untuk meminta sang pengemudi melajukan mobil dan meninggalkan pelataran kantor pengadilan agama, Tsamara merasa ada yang naik dari perutnya. Secepat yang ia bisa, ia merampas kantong plastik yang lelaki di sampingnya ulurkan. Dan ia memuntahkan apa pun yang ia bisa keluarkan ke kantong plastik itu. Namun, tidak ada apa pun yang keluar.
Tsamara menangis sejadinya, meminta lelaki di sampingnya untuk segera melajukan mobil.
Saat mobil sudah mulai melaju, dengan bola mata buram Tsamara melirik kaca spion, dan tangisnya semakin menderas mendapati Ghaly masih berdiri di sana. Menatap kepergiannya dari kejauhan.
Dengan satu tangan bebas, ia membungkam bibirnya yang tanpa malu mengeluarkan tangisan tergugu. Ghaly, lelaki itu tidak mengetahui jika dirinya sedang mengandung—buah hati mereka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Date
RomanceAtas tuntutan pekerjaan, Tsamara kembali ke Jakarta bersama anak yang dikandung dan dibesarkan tanpa sepengetahuan mantan suaminya selama lima tahun. Namun, Tsamara tidak tahu bahwa kantornya sudah menjadi bagian perusahaan milik Ghaly dan pertemuan...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi