Bab 1
"Tsamara, mulai bulan depan kamu dipindahtugaskan ke kantor utama di Jakarta."
Tsamara yang berdiri di ujung meja tersentak mendengar sederet kalimat itu. Kepala yang sedari tadi menunduk segera mendongak untuk menatap atasannya yang bertahan duduk di kursi kebesarannya. Tsamara baru saja mengantarkan rekap laporan bulanan dan sangat tidak menduga jika sang bos mengatakan perihal itu. Secara tiba-tiba.
"Maaf, Pak. Bagaimana?" Tsamara berkedip, mencoba mengeja apa yang baru saja didengarnya. Ia berharap yang ia dengar adalah kekeliruan. Tapi, wajah bosnya—lelaki bertubuh tambun dengan kacamata lensa bening membingkai wajah, tampak menunjukkan keseriusan.
"Kamu mendengar apa yang saya katakan, Tsamara. Di Jakarta kamu pasti bisa meraih jenjang karir yang lebih baik daripada di kantor cabang seperti ini. Kinerja kamu selalu memuaskan selama ini. Kamu pasti enggak akan sulit mendapat jabatan tinggi di sana."
"Tapi, Pak. Saya sudah nyaman di sini. Dan saya sudah cukup puas dengan yang saya miliki sekarang ini. Tidak pernah berpikir untuk mengejar jabatan yang tinggi."
Meski hanya menjadi staf biasa, Tsamara sudah bersyukur. Kehidupan sehari-harinya bisa tercukupi meski tidak bermewah-mewah. Dan ia bisa menabung sedikit-sedikit setiap bulan untuk masa depan.
"Saya tahu, tapi enggak ada pegawai lain yang lebih tepat selain kamu. Kantor utama meminta satu perwakilan dari sini. Dan ini kesempatan baik, Tsamara. Kalau kamu menempati jabatan yang lebih baik, penghasilan kamu akan lebih baik juga. Kamu bisa bernapas lega kalau memiliki tabungan yang cukup untuk masa depan anakmu."
Tsamara terdiam. Tidak lagi membantah. Karena yang bosnya katakan pun ada benarnya. Dia single parent dengan seorang anak yang masih berusia empat tahun, juga menanggung biaya hidup adiknya dan kedua orang tuanya.
"Kamu bisa pikirkan dulu. Saya harap kamu menyetujuinya. Dan ini surat penugasan kamu. Baca baik-baik."
Tsamara mengambil surat yang disodorkan ke arahnya. "Baik, Pak. Saya akan pikirkan dan bicarakan lebih dulu dengan keluarga. Terima kasih," katanya lalu pamit undur diri. Keluar dari ruang kantor bosnya.
Tiba di meja kerjanya, Tsamara menumpu lengan di atas kubikelnya. Dia mengerutkan kening, berpikir amat keras sebelum akhirnya ia menghela napas begitu panjang dan mengambil duduk.
Dia sungguh akan membicarakan penugasannya ini dengan keluarganya lebih dulu, sebelum mengambil keputusan. Selama bertahun-tahun ini, ia tak pernah sekali pun menjadikan Jakarta sebagai tempat yang akan ia pijaki kembali.
***
Sore hari, Tsamara tiba di rumahnya. Dia turun dari motor matic—kendaraannya sehari-hari dan segera berjalan melewati pelataran rumah. Dia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya di kampung halaman. Yogyakarta. Menjadi sosok perempuan yang berkali lipat lebih kuat sebagai tulang punggung keluarga.
Belum juga Tsamara menginjak pintu depan rumahnya yang membuka, seorang bocah laki-laki sudah berlari menyongsong dirinya.
"Mama!"
Teriakan bocah laki-laki itu membuat bibir Tsamara mengulas senyuman amat lebar. Dia merendahkan tubuh dan menerima tubuh mungil sang putra yang terlempar ke arahnya.
"Alta sudah mandi, Mama."
Altair Danadyaksa, putra semata wayangnya, pelita hati yang membuat ia selalu mampu berdiri tegak meski badai menghantamnya tanpa lelah.
"Oh, ya? Coba Mama cium." Tsamara mengeratkan pelukan di tubuh mungil putranya dan menghidu wanginya dalam-dalam. "Masih bau asem." Dia berkelakar dan melonggarkan pelukan, lalu menggusak hidungnya di badan kecil Alta yang wangi khas anak-anak. Campuran minyak telon dan minyak wangi anak-anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Date
RomanceAtas tuntutan pekerjaan, Tsamara kembali ke Jakarta bersama anak yang dikandung dan dibesarkan tanpa sepengetahuan mantan suaminya selama lima tahun. Namun, Tsamara tidak tahu bahwa kantornya sudah menjadi bagian perusahaan milik Ghaly dan pertemuan...
Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi