Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

Bab 4

98.5K 11.3K 444
                                    

Bab 4

"Kenapa kamu enggak bilang?" Tsamara tampak amat murka karena satu fakta yang baru ia ketahui.

Baru saja dia mengatakan pada Leo jika sore tadi saat jalan-jalan ke mal ia tak sengaja melihat mantan ibu mertuanya. Namun balasan yang ia terima dari sang sahabat justru membuat ia amat tercengang. Bahwa perusahaan asuransi tempat ia bekerja sudah diambil alih oleh Ghaly Badrayudha.

"Bukannya kamu udah tahu?" Sekali lagi Leo membalas ringan. Kali ini ia menyambangi apartemen Tsamara untuk makan malam bersama atas undangan perempuan itu. Dan tentu saja ia tidak memiliki alasan menolak. Justru amat bersyukur karena ia baru saja selesai membersihkan diri sehabis pulang kerja.

Tsamara merasa pening tiba-tiba. Dia menumpu lengan di atas meja makan dan memijit pelipisnya. "Kalau aku udah tahu, aku enggak akan sekesal ini." Dia menarik napas panjang, melirik ke arah sang putra yang tengah memperhatikan dirinya. "Alta sayang, habiskan makannya. Nanti boleh nonton tv sama Tante Fanny."

Setelah mengusap puncak kepala Alta dan memuji sang putra yang pintar, Tsamara kembali bertatap muka dengan Leo, memberi tatapan tajamnya. "Kenapa enggak bilang, sengaja biar aku terjebak dengan lelaki itu."

"Kupikir kamu sudah tahu tentang itu. Lagipula enggak mungkin banget kamu enggak dapat kabar tentang itu di kantor lamamu." Leo berdecap. Melirik sinis pada Tsamara yang tak juga meredupkan tatapan, seolah mengajak perang dengannya.

Tsamara mengingat, apakah di kantor ada pembicaraan tentang perusahaannya yang berpindah pemilik, dia tidak pernah merasa mendengar tentang itu.

Tidak ingin menggali ingatannya lebih dalam, Tsamara mengibaskan tangan. "Entahlah, aku enggak ingat. Yang terpenting sekarang aku harus bagaimana?"

"Bagaimana apanya? Enggak ada yang berubah, kamu akan tetap ngantor seperti rencana awal kedatanganmu ke sini."

"Dengan berada di satu atap perusahaan sama Ghaly." Tsamara membalas sinis ucapan Leo. Dia menggeleng-geleng tidak setuju dengan apa yang ia katakan barusan. "Aku selalu berharap buat enggak pernah ketemu dia sama sekali."

Karena Tsamara khawatir, hatinya yang tidak tahu diri justru akan berdebar senang hanya melihat lelaki itu. Dia sangat membenci dirinya sendiri yang bertahun-tahun ini tak pernah berhasil menghapus jejak-jejak Ghaly dari hatinya.

"Kamu bilang, kamu sudah berhasil berdamai dengan masa lalu."

"Memang."

Leo berdecih. "Lalu tadi apa? Kamu khawatir banget kalau ketemu Ghaly. Apa yang kamu takutkan sebenarnya, Tsa?"

Tsamara terdiam. Bola mata yang sedari tadi berpendar tajam kini meredup perlahan.

"Kamu takut kalau kalian bertemu, Ghaly akan tahu tentang Alta." Leo melirihkan ucapannya, melirik Alta yang antusias menghabiskan susu di gelasnya. Bocah tampan itu sudah menghabiskan makan malamnya sendiri tanpa disuapi Tsamara.

Kemudian tatapan Leo beralih ke arah Fanny dan berbicara tanpa suara pada gadis itu untuk membawa Alta ke ruang tv. Dia merasa obrolannya dengan Tsamara tidak akan bisa ia bawa santai lagi.

Setelah Fanny dan Alta berlalu dari meja makan, Leo menghela napas pelan dengan tatapan terarah pada Tsamara. "Aku memang masih membenci Ghaly, tapi kupikir dia berhak tahu kalau dia memiliki Alta. Dan Alta pun berhak tahu siapa papanya."

"Enggak."

"Tsa."

Tsamara menggeleng. Skenario terburuk adalah membiarkan Ghaly mengetahui ada Alta, buah cinta mereka dulu. "Ghaly enggak harus tahu. Alta baik-baik saja selama ini, meski enggak pernah melihat papanya. Alta masih punya aku yang menjadi papa dan mama untuknya."

Play DateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang