-
-
Tatapan Shia tidak pernah lepas kepada Atma sejak setengah jam yang lalu. Apalagi pria itu dengan cueknya menyesap susu jahe hangat di sebelah Shia tanpa kata. Susu jahe yang pria itu pesan di depan minimarket, tempat mereka pertama kali bertemu.
Shia mendengkus sambil menggenggam gelas miliknya kuat-kuat. Panasnya pun menjalar, tetapi tidak lebih panas dari hatinya yang merasa dikerjai oleh Om-om tua di sebelahnya ini.
"Kenapa kita malah berhenti dan minum susu jahe di sini?" tanya Shia tanpa basa-basi.
"Angin malem enggak bagus buat kesehatan, Shia. Makanya lebih baik duduk di sini sambil minum susu jahe," jawab Atma enteng.
"Terus kenapa kamu ajak saya muter-muter satu jam dan ketemu temen kamu yang aneh di tempat tadi kalau ujung-ujungnya kita balik lagi dan duduk di sini?" cerocos Shia dengan nada datar nan tajam.
Atma mengamati Shia lekat-lekat, kemudian dia mengedik dan kembali menenggak susu jahenya. "Terus? Memang apa ekspektasi kamu?"
Wajah Shia perlahan memerah. Rasa kesal pun memuncak. "Kamu kan yang bilang mau tunjukin saya soal harapan? Sekarang mana? Saya tagih janji kamu."
"Koreksi," kata Atma dengan senyum terpatri di bibirnya. "Pertama, saya enggak pernah janji apapun ke kamu malam ini karena kita baru ketemu tadi di depan minimarket. Kedua, kamu yang tiba-tiba samperin saya ke sini. Ketiga, saya emang mau pergi dan kamu yang mau ikut saya. Keempat."
Kalimat Atma barusan seperti bermunculan keluar menampar wajah Shia dan menimbulkan rasa malu di benaknya diam-diam. Apalagi Atma dengan sengaja menggantungkan kalimatnya.
"Keempat?" gumam Shia spontan.
"Setahu saya keliling sebentar biasanya bisa ngeredain emosi orang sih," kata Atma sambil mengamati Shia. "Tapi kayaknya enggak berlaku buat kamu."
Shia membeku. Ucapan pamungkas Atma seratus persen tepat. Bahkan amarah, kesal, dan sendu yang sedari tadi bersemayam di benaknya berangsur hilang. Hanya ada keinginan untuk kabur dari sana sekarang juga.
Namun, agaknya sulit sebab belum ada pesan dari Sarinah yang memerintahkan dia pulang ke rumah. Maka, untuk mengalihkan segan, Shia pun terpaksa meminum susu jahe di tangannya dan membiarkan sensasi hangat, manis, dan aroma kuat jahe mengalir sampai ke seluruh tubuhnya.
Tubuh Shia yang semula tegang perlahan berubah rileks. Sampai sunyi dibiarkan mengapung di antara dirinya dan pria yang juga sangat menikmati suasana dari jalanan lengang malam itu.
"Kenapa kamu penasaran sama harapan? Bukannya kamu bilang harapan cuma buat orang yang punya previledge?" tanya Atma tiba-tiba ketika gelas di tangannya sudah kosong.
"Saya enggak penasaran," jawab Shia singkat dengan tatapan sengit kepada Atma. "Saya cuma... entah... Lihat sombongnya kamu waktu jelasin itu ke saya pagi tadi. Jujur, buat saya jengkel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimarket 24 Jam
General FictionMenurut kamu hidup itu apa? Sebagai orang yang pernah menyerah dengan hidup saya enggak tahu. Masa? Tapi satu hal yang pasti hidup itu.... *** Namanya Kaneishia atau Shia. Bagi seorang perempuan yang baru genap berumur dua puluh satu tahun dia meras...