-
-
Pukul sembilan baru berlalu beberapa menit, matahari pun mulai terik ketika Shia keluar dari dalam rumah dengan ransel lusuh kesayangannya. Sarinah sudah pergi untuk bekerja menjadi pegawai kios sembako di pasar depan gang rumahnya, sementara sang ayah tiri tidak terlihat batang hidungnya sejak semalam dia tiba di rumah.
Terik matahari di atas langit membuat mata Shia menyipit. Lagi, satu hari membosankan harus dia jalani. Meskipun diam-diam perjalanannya dengan Atma hampir satu minggu yang lalu masih membekas di ingatannya. Cara pria itu mengoceh, meminta pendapatnya walau tidak pernah dia gubris, juga bagaimana ucapan pria itu yang selalu bisa membuatnya tertegun.
"Harapan?" decak Shia lalu terkekeh miris selagi keluar dari rumah. Bahkan beberapa hari berlalu, kehidupannya tidak berubah sedikitpun. Sekali pecundang tetap pecundang.
Shia lalu merogoh kantung celananya dan mengeluarkan earphone dari sana. Sebuah lagu menghentak ketika dia pasangkan benda itu ke telinga sebelum melangkah melewati rumah-rumah di dalam gang.
Namun, langkah kakinya yang semula cepat perlahan-lahan melambat. Tatapannya yang semula acuh langsung tertuju kepada satu sosok di depan Rumah Beta yang mengobrol bersama Laras. Tubuh tinggi milik pria yang sedang membantu Laras memindahkan kardus dari halaman rumah Pak RT ke dalam ruang kelas Rumah Beta, menyita fokus Shia. Bahkan tanpa sadar, Shia sudah berdiri mematung di depan Rumah Beta.
"Terus buku-buku bekas dari Yayasan ini taruh di mana?" tanya pria itu kembali mengangkut kardus tersisa.
"Taruh dipojokan rak buku aja, Mas, biar nanti gampang ditata. Eh, Pagi Shia," sapa Laras yang baru keluar dari ruangan kelas Rumah Beta ketika menyadari ada Shia berdiri di depan mereka. "Mau berangkat ke kampus?"
Shia terkesiap. Dia mengangguk sementara matanya masih terus menatap pria yang tersenyum ke arahnya di sebelah Laras. Pria sok tahu yang sudah membuat isi kepalanya tak lagi normal sejak malam itu. Atma.
Laras tercenung kala dia sadar tatapan Shia masih tertuju ke arah lain. "Oh iya, kenalin ini Mas Atma. Dia mulai sekarang bakal bantu aku buat urus rumah Beta."
"Hai, Shia," sapa pria itu seakan tidak peduli dengan kedua alis Shia yang sudah menyatu rapat. Kaus polos dan celana training yang pria itu gunakan hari ini membuat pria itu terlihat normal. Bahkan dia jauh terlihat semakin enak dipandang seperti ini ketimbang biasanya yang terlihat terlalu misterius.
"Hai," sapa Shia singkat. Dari air mukanya, kaget bercampur aneh jelas menghantui kepala Shia.
"Kalian saling kenal?" sela Laras seakan dapat membaca ekspresi keduanya yang tampak tidak canggung untuk saling tatap.
"Enggak sengaja kenal," jawab Shia lagi sebelum Atma menjawab. "Kak, bisa kita ngobrol sebentar?"
Laras mengernyit. "Ngobrol apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimarket 24 Jam
General FictionMenurut kamu hidup itu apa? Sebagai orang yang pernah menyerah dengan hidup saya enggak tahu. Masa? Tapi satu hal yang pasti hidup itu.... *** Namanya Kaneishia atau Shia. Bagi seorang perempuan yang baru genap berumur dua puluh satu tahun dia meras...