-
-
Bungkus kemasan bekas roti tergeletak pada permukaan meja di dalam minimarket. Begitupun, satu plastik makanan ringan terbuka dengan isi mengintip dari dalam plastik. Sementara, lagu pop bertema jatuh hati mengalun sayup-sayup dari speaker minimarket. Seakan ingin ikut menemani dua manusia yang duduk sambil memandangi jalanan malam hari dari balik jendela besar minimarket
"Jadi, apa yang buat kamu sampai lupa makan hari ini?" tanya Shia menghabiskan teh botolan dingin yang diberikan Atma. Sementara, keduanya duduk menikmati makanan milik Atma di depan kaca besar minimarket. "Anak-anak itu bikin ulah lagi? Atau orang tua mereka protes dan ganggu kalian?"
Segera, Atma menggeleng sembari menelan roti di dalam mulut. "Enggak. Justru sebaliknya. Jeki bawa teman-temannya yang lain hari ini, dan Rumah Beta mendadak pasar rame. Makanya kelas baru selesai sore tadi."
"Kenapa enggak kabari saya? Saya kan bisa bantu."
"Saya sebenarnya sempet kepikiran buat telepon kamu. Tapi saya inget kalau kamu udah kerja di tempat Leon dan enggak mungkin saya culik kamu dari sana," kelakar Atma menenggak isi kaleng soda miliknya hingga tandas dan memandangi suasana di luar minimarket.
"Sori, saya jadi enggak bisa bantu banyak," gumam Shia merasa bersalah.
Atma menggeleng. Dia kemudian mengerling iseng kepada Shia. "Jadi, sekarang kamu udah semangat lagi buat bantu-bantu di Rumah Beta? Enggak lagi ngerasa Rumah Beta itu percuma?"
Shia mengulum senyum keki. Tatapannya turun ke bawah. Perlahan, kedua sudut bibirnya terangkat naik. "Saya mau anak-anak itu juga punya pilihan lain. Meskipun kesempatannya kecil, seenggaknya mereka tahu rasanya punya harapan. Lewat Rumah Beta."
Diam-diam Atma tersenyum tipis sambil memandangi Shia. Air mukanya terlihat bangga kala menemukan ada yang berbeda di wajah Shia. Sebaris senyuman. "Kayaknya... akhir-akhir ini ada yang berubah dari kamu."
Shia mendongak dengan wajah bingung. "Oh iya? Apa?"
"Kamu... jadi lebih sering senyum sekarang," jawab Atma kemudian membawa tatapannya menghindari Shia. "Kelihatan lebih baik."
Shia melipat bibirnya agar tidak ikut tersenyum mendengar ucapan Atma. Kemudian, dengan salah tingkah dia menyibukan diri mencari cemilan lain di plastik Atma. Namun, bukannya cemilan yang Shia dapat, tatapannya terpaku pada dokumen terjilid rapi yang menyembul dari tas selempang Atma.
"Itu apa?" tunjuk Shia pada tas Atma di permukaan meja.
"Oh itu... Itu proposal buat cari donatur, punya Rumah Beta. Sekaligus dokumen buat bangun yayasan atas nama Rumah Beta. Semakin banyak anak-anak yang belajar di sana, semakin banyak biaya yang dibutuhin," terang Atma mengeluarkan proposal dari dalam tas dan menyerahkannya kepada Shia. Segera, Shia sambut dan baca perlahan isi proposal itu. "Saya udah ngobrol dengan Pak Hilman dan Laras soal ini. Pak Hilman setuju saya bantu buat cari donatur dan bikin yayasan. Bertahun-tahun Pak Hilman pakai uang personal buat kebutuhan Rumah Beta, saya rasa udah waktunya Rumah Beta berkembang dengan bantuan dari donatur luar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Minimarket 24 Jam
General FictionMenurut kamu hidup itu apa? Sebagai orang yang pernah menyerah dengan hidup saya enggak tahu. Masa? Tapi satu hal yang pasti hidup itu.... *** Namanya Kaneishia atau Shia. Bagi seorang perempuan yang baru genap berumur dua puluh satu tahun dia meras...