4. Keturunan

1.8K 334 14
                                    

"Jadi kau memilih damai dengan ayahmu? Kukira akan ada banyak drama lagi, aku sudah siapkan popcorn untuk menontonnya."

Hyunsuk menoleh. Beberapa kaki dari batu yang di dudukinya ada Jihoon berdiri dengan pakaian kotor yang penuh tanah serta busur tersampir di belakang pungungnya. Tampaknya Jihoon baru saja pulang dari kegiatan berburu. Lalu tanpa perlu repot-repot pulang ke kabin sendiri untuk mandi membersihkan diri, Jihoon malah menghampiri hunian kabin Hyunsuk.

"Aku tidak pernah bertengkar dengan ayahku," kata Hyunsuk.

"Oh, ya?" Jihoon mendekat dan mendudukan diri di samping Hyunsuk. "Kukira semua drama yang kau lakoni ini karena kau marah pada ayahmu."

Hyunsuk terkekeh. "Aku hanya---kau tahu? Merasa kesal saja. Aku tidak marah pada ayahku, tapi---ah, susah kalau dijelaskan. Intinya aku tidak marah pada ayahku," katanya. "Ngomong-ngomong, dimana hasil buruanmu?"

Jihoon menggidikan bahu. "Tentu saja dibawa calon-calon ibu untuk dimasak," jawab sekenanya. "Aku harap mereka tidak mengacau hasil buruan kali ini. Jangan sampai hangus, aku tidak mau makan jagung rebus lagi," keluhnya.

Di Pack Barat ini, hasil buruan pastinya akan dibawa oleh para gadis untuk dimasak dan nantinya akan dimakan bersama. Jika hasil buruan banyak, makanan yang dimasak bisa bertahan sampai jam makan malam atau keesokan harinya. Total ada tiga jam makan: sarapan, makan siang, dan makan malam yang semuanya dilakukan secara bersama di aula terbuka.

Terkadang hasil buruan yang dimasak bisa menjadi berbagai macam bentuk hidangan--- tapi dikarenakan yang memasak adalah para calon-calon ibu alias para gadis yang suka bergosip ria tanpa memikirkan keluarga karena sejatinya mereka memang belum berkeluarga, masakan yang dimasak malah jadi hangus dan pada akhirnya seluruh orang di Pack Barat hanya akan makan jagung rebus saja.

Di tempat ini para kawanan mencari makan dengan cara berburu, tapi mereka juga punya lahan jagung (dan beberapa tanaman lainnya) yang luas yang nantinya jika panen bisa dijual ke kota ataupun dikonsumsi sendiri jika dalam kondisi terdesak---seperti saat kasus makanan hangus.

Kembali ke permasalahan Jihoon, dirinya sendiri secara pribadi sangat menyayangkan perihal tentang makanan yang hangus. Jihoon mengaku bukanlah seorang vegetarian yang hanya akan makan jagung rebus saja. Dia dan semua orang di tempat ini punya sisi hewan liar yang suka makan daging.

Jihoon butuh daging, dan tidak ada satupun dari para calon-calon ibu itu yang mengerti tentang perasaannya yang selalu tersiksa ketika hanya makan jagung rebus saja. Maksudnya, Jihoon yang berburu---masa dia tidak bisa menyicipi daging sedikit saja?

"Berdoalah semoga tidak ada yang mengacau," kata Hyunsuk.

Jihoon mengangguk mengiyakan. Dalam hati dia berdoa dengan sangat tulus.

Topik pembicaraan pun berubah.

"Aku boleh menginap di kabinmu nanti malam?" Jihoon bertanya.

Hyunsuk menyerngit heran. Astaga, Hyunsuk tidak salah dengar? "Tumben kau bertanya dulu?"

Setahu Hyunsuk, Jihoon yang dikenalnya tidak akan bertanya terlebih dahulu dalam hendak melakukan sesuatu. Jika Jihoon mau melakukan sesuatu, maka Jihoon akan melakukannya dan tidak ada yang bisa menghalangi ataupun menghentikannya. Jihoon itu tak terhentikan dan tak butuh izin dari siapapun untuk beraksi.

Oleh karenanya Hyunsuk merasa heran mendengar Jihoon bertanya seperti itu. Ini benar Jihoon temannya, kan? Bukan orang lain yang kebetulan mirip Jihoon, kan?---ya ampun, itu terdengar sangat konyol.

"Kenapa? Aneh, ya?" Jihoon balik bertanya lagi.

Hyunsuk jujur. Dia menganggukan kepalanya.

Jihoon mendengus pelan. "Kau calon Alpha, dan kau setahun lebih tua dariku. Aku sadar selama hidup aku selalu kurang ajar padamu, jadi aku mau mencoba---kau tahu? Semacam menjunjung? Ah.. bukan--"

"Maksudnya sopan?" Hyunsuk menerka.

"Ck, bukan!" elak Jihoon.

Hyunsuk tersenyum tipis. Dia sekarang paham apa maksud Jihoon. Meskipun Jihoon mengelak, Hyunsuk sudah benar-benar paham maksud tersirat dari perkataannya: Jihoon hendak bersikap sopan, mendahulukan pendapat Hyunsuk, dan tidak bertindak semaunya saja.

Jihoon itu punya harga diri yang sangat tinggi. Jadi dia sulit untuk langsung mengaku jika sudah menyangkut masalah yang sangat personal.

"Ya, ya, ya... kau boleh menginap." Hyunsuk langsung memberikan poin utama. "Tapi kau tidak perlu seperti itu, biasa saja. Aku masih calon, bisa saja ada yang menggantikan."

Jihoon berdecak kembali. "Tolong hargai usahaku, aku sedang berlatih, oke?" Kemudian dia mengatakan, "Lagipula, sudah pasti kau akan tetap jadi Alpha. Jangan mengelak dan jangan coba-coba untuk mencalonkanku sebagai pengganti."

"Hah..." Hyunsuk menghela pasrah. "Rasanya sulit. Aku masih belum bisa menerima, tapi itu keinginan ayahku."

"Keinginan yang terakhir?" celetuk Jihoon.

"Sembarangan!" kata Hyunsuk. "Ayahku tidak akan mati secepat itu!"

"Eh? Aku tidak bilang Alpha akan mati..." bela Jihoon.

"Keinginan yang terakhir itu identik dengan permintaan sebelum meninggal," Hyunsuk menambahkan, "Dan ayahku belum mendekati waktu akhir hayatnya."

Mata Jihoon berputar jengah. "Ya... aku paham. Singkatnya, pada akhirnya apa kau tetap menerima jadi seorang Alpha? Soalnya---Kau tahu, aku bisa dan sanggup jadi wakilmu, jadi---apa itu namanya? Beta? Ya, Beta! Aku bisa jadi Beta!"

"Kau memang diajukan untuk posisi Beta," jelas Hyunsuk.

"Nah, itu bagus---dan juga masuk akal," kata Jihoon. "Soalnya, apa kau pernah lihat seorang keturunan campuran memimpin kawanan? Tentu saja jawabannya tidak. Karena keturunan campuran sering dianggap lemah, jadi sebisa mungkin syarat utama menjadi Alpha adalah dari keturunan murni. Kalau sekedar jadi Beta, keturunan campuran masih diperbolehkan."

"Tapi kau kuat--..."

"Hanya penilaianmu saja, menurut orang lain belum tentu," potong Jihoon. "Lagipula apa salahnya dengan menjadi keturunan campuran? Lalu kenapa juga dulu waktu itu ibuku mau menikah dengan ayahku tanpa tahu latar belakangnya sama sekali? Setelah tahu ayahku bukan murni manusia, ibu meninggalkan ayah dan juga aku yang masih bayi. Ayahku pun kembali ke Pack, dan aku dapat kejutan: aku punya saudara tiri yang usia 6 tahun di atasku, dan seumur hidup dia tidak pernah suka padaku. Hebat sekali."

Sejenak suasana menjadi hening.

Jihoon mengatur napas karena sudah berkata terlalu banyak, dia menceritakan sekilas kisah hidupnya. Jihoon jarang sentimental seperti ini: berbicara panjang lebar tentang dirinya sendiri. Tapi jika sudah masalah keturunan yang dibahas, rasanya jiwa Jihoon benar-benar tidak pernah bisa merasa tenang, Jihoon selalu ingin menyuarakan aspirasinya tentang bagaimana keturunan campuran yang tidak pernah diperlakukan secara adil.

Ya... meski tidak semua keturunan campuran diperlakukan seperti itu, tapi sebagian besar memang selalu begitu.

Hyunsuk sendiri merasa tidak pernah membeda-bedakan soal ragam keturunan, dia menerima Jihoon sebagai teman apa adanya. Menurutnya jika seseorang punya potensi, ya tetap orang itu punya potensi. Jangan jadikan permasalahan keturunan sebagai alasan agar seseorang berhenti bersinar. Itu bisa jadi hal yang sangat kejam.

Set!---Jihoon mendadak berdiri dari duduknya. "Nanti malam aku kesini lagi. Aku permisi dulu," pamitnya sebelum akhirnya melenggang pergi dari halaman kabin Hyunsuk. []

Wolves | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang