15. Sadar

968 215 22
                                    

Yoshi sudah meminta tolong kepada Rosé untuk memasakan bubur khusus untuk kedua pasien di klinik. Permintaan dikabulkan, tapi permasalahnya lainnya: Yoshi tidak mendapatkan makan malam miliknya. Rosé secara tidak sengaja lupa untuk membawakan jagung rebus milik Yoshi, dan secara tidak sengaja pula lupa kembali ke klinik untuk memberikan Yoshi makan malam. Ah… kesalahan yang sempurna.

Tapi melupakan sejenak masalah perut sendiri yang kelaparan, Yoshi dengan telaten menyuapkan sesendok bubur untuk Jeongwoo seorang.

Jeongwoo membuka mulut, menerima suapan tersebut tapi wajahnya menyerngit tidak suka. “Aku bisa sendiri,” katanya. Rupanya dia tidak ingin disuapi.

“Lukamu itu masih basah,” kata Yoshi. “Terlalu banyak bergerak maka akan ada lukamu yang terbuka, dan darahmu akan keluar.” Yoshi kembali mengambil sesendok bubur. “Jeongwoo, Aaa…” dia memberi kode agar Jeongwoo membuka mulut kembali.

Menghela napas, “Hah…” Dengan terpaksa Jeongwoo membuka mulutnya. Sesendok bubur pun masuk.

Mata Jeongwoo melirik sejenak pada sisi di sebelah kiri. Temannya, Junghwan, hingga saat ini belum kunjung sadarkan diri juga, jadi bubur milik Junghwan diamankan sejenak. Kemudian mata Jeongwoo beralih pada perban di dada Junghwan dan juga dadanya sendiri. Luka cakaran yang didapat dalam dan memanjang, Yoshi mengatakan jika seharusnya luka itu dijahit tapi di klinik sedang kehabisan bahan untuk prosesi menjahit luka, jadi mau tidak mau harus diperban dengan syarat jangan banyak gerak jika tidak mau lukanya terbuka kembali.

“Yoshi…” panggil Jeongwoo.

Yoshi menoleh.

“Kata Hyunsuk, Junghwan akan sadar malam ini. Benarkah?” tanya Jeongwoo.

Hyunsuk belum secara resmi mengenalkan dirinya pada Jeongwoo, tapi Jeongwoo tahu itu dari Yoshi yang menceritakan tentang siapa diri mereka yang sesungguhnya---maksudnya, tentang siapakah sejatinya para penduduk lokal di sini. Jeongwoo jadi tahu secara lengkap untuk keadaan mereka sekarang serta sejarah asal-usul mereka, tapi untuk bagian Son of The Moon dia masih tidak tahu bagaimana tentang hal yang satu itu. Yoshi bilang ada baiknya Jeongwoo untuk tidak tahu teralalu banyak karena ditakutkan pikirannya tidak bisa menerima keadaan, jadi hanya itu saja yang bisa Yoshi ceritakan.

Sementara itu, dalam hati Jeongwoo: Astaga… yang benar saja? Siapa yang bisa menerima fakta jika manusia serigala itu benar-benar ada, dan ternyatanya dirinya menjadi salah satu bagian dari mereka?! Tentu saja logika dan akal sehat Jeongwoo berusaha menolak semuanya!

Tapi sayang, logika itu malah jadi dipertanyakan kembali ketika dirinya sudah melihat secara langsung bukti konkrit bahwa manusia serigala itu nyata. Buktinya, kemarin malam dia dan temannya diserang oleh manusia serigala jahat---jadi rasanya seperti tidak ada celah untuk mengelak.

“Aku tidak tahu.” Yoshi berkata apa adanya. “Hyunsuk itu keturunan murni---seperti cenayang yang bisa tahu segalanya karena memang semua keturunan murni itu spesial. Jika Hyunsuk berkata demikian, maka berharap saja yang terbaik.”

Jeongwoo menyerngit. “Hyunsuk bisa meramal?”

Yoshi terkekeh sejenak. Kepalanya menggeleng pelan. “Tidak,” katanya. “Hanya saja semua keturunan murni punya insting yang kuat, mereka bisa tahu apa yang terjadi selanjutnya dari perkiraan.”

“Dan keturunan campuran?” tanya Jeongwoo lagi. “Aku perlu tahu apa hal spesial dari jenisku. Ya… walaupun gen manusia serigalaku sangat lemah, aku tetap harus tahu.”

Yoshi tersenyum tipis. “Tidak ada yang spesial dari kita. Bahkan jika bukan berasal dari keturunan pertama, kita tidak bisa berubah ke dalam bentuk serigala. Aku tidak bisa berubah karena aku mendapat gen ini dari kakek dan kakek-kakekku---pembelahan secara acak, kau pun begitu.”

Jeongwoo turut tersenyum tipis, mencoba berbaur walaupun paham ada makna merendahkan diri dalam kalimat Yoshi. “Keluarlah, kau harus makan malam. Biar aku makan sendiri.”

“Tidak apa---,”

“Kau perlu makan juga,” sela Jeongwoo. “Punya gen manusia serigala walaupun lemah tidak akan membuatmu kebal terhadap lapar. Makanlah.”

Jujur, yang dikatakan Jeongwoo itu memang benar adanya.

Yoshi pun menghela napas. Pertahanannya mulai runtuh. “Kau sungguh bisa sendiri?”

Jeongwoo mengangguk. “Ya. Aku bahkan tidak akan butuh kau untuk menyeka bokongku saat terdesak buang air besar. Aku hanya terluka, bukan cacat.”

Yoshi meletakkan mangkuk bubur di pangkuan Jeongwoo. “Kau agak sarkas juga rupanya.”

Agak,” beo Jeongwoo. “Hanya terjadi saat dalam kondisi terburuk, kurasa semua orang bisa seperti itu.”

Oke, bisa dimaklumi. Kondisinya memang sedang tidak prima.

“Saat aku kembali aku mau melihat mangkuk isi bubur ini habis dimakan, bukan dibuang. Paham?” Yoshi menunjuk Jeongwoo seperti seorang ibu yang mengomeli anaknya.

Jeongwoo rasanya ingin bilang jika dibuang adalah ide yang bagus. Tapi Yoshi malah langsung meluncur keluar setelah berpesan demikian, dan jadilah Jeongwoo menyimpan ide itu untuk dirinya sendiri.

.

.

.

Sudah sekitar 15 menit Jeongwoo ditinggal Yoshi di klinik.

Bubur tak kunjung Jeongwoo habiskan, malah dia letakan di pinggiran seolah tidak menarik bahkan untuk dilirik sekalipun. Jeongwoo tidak berselera makan, dan yang dia lakukan saat ini hanyalah diam di ranjangnya sambil sesekali melirik mengkhawatirkan temannya yang tidak kunjung sadarkan diri.

Kata Hyunsuk, Junghwan itu adalah keturunan murni dan keturunan murni itu bisa memulihkan diri dengan cepat. Sebuah pertanyaan timbul dalam benak Jeongwoo: Secepat apa kemampuan memulihkan diri yang dimaksud? Apakah seperti Wolverine yang ketika terluka lalu langsung sembuh dalam hitungan beberapa detik? Jujur, dikeadaan yang membingungkan ini Yoshi hanya menjelaskan siapa diri mereka yang sebenarnya dan juga sejarah asal usul mereka saja, tidak termasuk dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki---jadi, Jeongwoo sama sekali tidak tahu seberapa cepat proses memulihkan diri itu.

Jeongwoo menghela napas. Dia mencoba sedikit bergeser di ranjang, tapi lukanya malah terasa berdenyut nyeri. Rasanya untuk berdiri saja mungkin Jeongwoo agak kesulitan. Argh… dirinya benar-benar berharap rasa ingin buang air besar ataupun kecil tidak datang di saat-saat buruk seperti ini. Pasti susah sekali untuk menyeka sesuadah membuang ampas.

Sungguh, Jeongwoo jadi mulai merasa menyesal sarkas pada Yoshi tentang perkara menyeka bokong. Sepertinya dia memang akan butuh bantuan.

“Eugh…”

Jeongwoo tersentak.

“H-hah… haa…”

Junghwan tersadar. Matanya perlahan terbuka dan berkedip dengan cepat, tapi napasnya tersendat-sendat---dia tampak kesulitan bernapas.

Mata Jeongwoo melebar. “Junghwan? Kau tidak apa?” Jantungnya terasa berdetak tak karuan. Sepertinya ada yang tidak beres.

Tapi bukan menjawab, Junghwan malah semakin kesulitan bernapas. Dadanya naik turun tak beraturan, dan keringat bercucuran di pelipisnya.

Tidak, tidak. Ini jelas bukan keadaaan yang bagus. Jeongwoo harus memanggil Yoshi secepatnya.

Lalu dengan mengabaikan rasa sakit serta luka yang akan kembali terbuka, Jeongwoo bergegas sekuat tenaga keluar klinik mencari Yoshi.

“Junghwan, bertahanlah! Kau akan baik-baik saja, kawan!” Begitulah pikirnya. Dan darah pun perlahan merembes dari balik perbannya. []

Wolves | TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang