Lan Wangji refleks menggeletukkan giginya menahan kesal. "Jangan main-main," desisnya tajam.
Sementara Wei Ying hanya menyeringai sambil melempar-tangkap giok identitas di tangannya. "Aku hanya meminta kembali lukisanku, susah sekali, sih. Atau jangan-jangan kau ingin punya yang seperti itu? Haha, tenang saja, akan kubuatkan yang lebih bagus dan tentunya lebih panas. Jadilah anak baik dan kembalikan lukisanku, okay?"
"Tidak tahu malu!" Lan Wangji membalikkan tubuhnya menuju kereta sambil mengepakkan jubahnya kasar.
"Kau benar-benar tidak mau ini? Hei!" Wei Ying berdecak dan berusaha mendekati tuan muda beku tersebut. Namun, karena hampir setengah tubuh Lan Wangji sudah masuk kereta, Wei Ying refleks menarik sesuatu yang mudah diraihnya akibat embusan angin.
Lan Xichen langsung tersedak kacang camilannya ketika melihat Wei Ying sudah mengenggam erat pita dahi Lan Wangji. Tanpa disadarinya, pemilik senyum Buddha itu pun terus menganga sepanjang mengawasi, menyaksikan drama adiknya dengan pelukis urakan ini akan berefek jangka panjang. "They're gonna be a good friends," batin Lan Xichen senang.
"Kembalikan!"
Bahu Wei Ying mengejang ketika mendengar bentakan Lan Wangji. Tetapi seperti biasa, mulutnya selangkah lebih maju dari pada pikirannya. "Ini hanyalah pita, kenapa kau marah sekali? Baiklah, aku punya dua barang pentingmu, jadi kembalikan lukisanku kalau mau kukembalikan juga."
Tak tahan melihat Lan Wangji yang terlalu menahan diri, Lan Xichen pun akhirnya buka suara. "Wei Ying, sebenarnya pita itu---"
"Xiongzhang, tidak perlu."
"Owghey ...."
"Sepertinya ini barang penting. Nah, aku sudah punya dua barangmu, kupikir ini masih belum sebanding dengan banyaknya lukisan itu. Jadi, kembalikan!" Wei Ying sendiri pun masih teguh ingin mengambil lukisannya.
Lan Wangji memutar tubuhnya kembali menghadap Lan Xichen, sedangkan yang ditatap hanya mengangkat bahunya dan memalingkan pandangan, tidak mau ikut campur.
"Mn."
"Hm? Kau benar-benar ingin memberikanya?"
Lan Wangji enggan menjawab, ia memasukkan tangannya ke balik pakaian lengan panjangnya yang lain.
"Dalam hitungan ke-tiga, lemparkan bersama-sama. Kau siap?" Goda Wei Ying sambil menggulungkan giok identitas dengan pita dahi Lan Wangji. "Satu ... dua ... tiga!"
"Wei Ying!"
Wei Ying mengulum bibir bawahnya sendiri sambil menahan tawa. Tangan kirinya sudah menangkap lukisan yang dilemparkan Lan Wangji, sementara tangan kanannya masih menggenggam giok. "Kau terlalu mudah mempercayai orang, Tuan Muda."
Melihat Lan Wangji mulai memberang, Wei Ying buru-buru berucap, "Baik-baik, aku kembalikan sekarang."
Namun sebelum itu, Wei Ying menyempatkan diri mengecup giok dan pitanya baru melemparkannya pada Lan Wangji yang diam membeku. "Kau!"
Wei Ying tak menanggapi seruan Lan Wangji dan langsung kabur ke dalam mansion di mana Earl Duxell sudah menunggunya dari tadi.
Masih dengan ekspresi gusar, Lan Wangji masuk kereta dengan wajah yang memerah, entah menahan malu atau amarah. Melihat kakaknya yang hanya diam melihatnya sambil bertepuk tangan tanpa suara membuat dahinya berkerut pening. "Xiongzhang, hentikan."
"Wei Ying agresif juga, ya."
Lan Wangji tidak mampu berkata-kata lagi dengan godaan kakaknya. Ini terlalu menyebalkan. Dia hanya mampu memelototi kakaknya sampai matanya berair karena terlalu lama tidak mengedip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral ✓
FanfictionMerantau ke negeri orang untuk hidup, Wei Ying tak menyangka bertemu belahan jiwanya di sana. 1. Wangxian 2. Ga bisa bikin summary ▪︎Mó Dào Zǔ Shī © Mò Xiāng Tóng Xiù ▪︎Ephemeral © Rinniette ▪︎Cover © Phoenix Writer