Seperti biasa, pemuda ceria secerah mentari itu baru saja pulang dari kediaman Earl Duxell pada hari-hari tertentu. Niatnya dia mau menyelesaikan lukisannya di sana, tetapi langit sudah terlanjur gelap dan dia tidak mau ribut lagi dengan Jiang Cheng gara-gara pulang telat. Belum lagi sebelum pulang Klaus sempat menculiknya dan membawanya berkeliling wilayah Earl menggunakan kuda.
Obor-obor yang terpasang di pinggir jalan wilayah perumahan kumuh sudah dinyalakan. Wei Ying menelan ludahnya kasar, takut-takut Jiang Cheng akan memarahinya lagi karena pulang telat. Namun, saat ia berniat masuk mengendap-ngendap ke dalam rumah, dia justru menemukan banyak orang di halaman rumahnya termasuk Jiang Cheng yang saat ini sedang berdiri dengan wajah mendungnya sambil bersedekap.
Tubuhnya perlahan di tegakkan, Wei Ying mengernyit kala melihat kayu-kayu mentah diturunkan dari tujuh gerobak kayu yang tampaknya baru datang. Sebelum Wei Ying bertanya, Jiang Cheng sudah berkomentar lebih dulu.
"Kau pulang terlambat."
Wei Yinng cengengesan mendengarnya. Dia menggarukkan tengkuknya dan mencoba mengalihkan pembicaraan. "Jiang Cheng, kenapa kayu-kayu itu sudah dikirim? Besok kan bukan jadwalnya untuk memotong."
"Entahlah, sepertinya usaha Earl saat ini sedang kelewat lancar. Mereka benar-benar mengirimkan kayu sebanyak itu," jawab Jiang Cheng lalu mengendikkan bahu.
"Jadi, besok kita bekerja?"
"Ya, bangunlah saat pagi dan kumpulkan anak-anak."
"Wtf, pal!"
Lirikan Jiang Cheng sontak membuat Wei Ying terdiam. Pemuda itu sepertinya sama sekali tidak mau dibantah. "Sudah, lakukan saja," jawabnya final dan Wei Ying hanya bisa memonyongkan bibirnya sebal.
"Kenapa terlambat?" Jiang Cheng penasaran dan berusaha meminta jawaban.
"Yah, seperti biasa. Aku menunjukkan progresku lalu Klaus menculikku."
"Klaus?"
"Iya, ternyata sirkus keliling yang akan bermain itu sebenarnya anak-anak dari Earl dan Klaus adalah ketuanya."
"Oh."
"..."
"..."
"Apa-apaan itu sialan! Setidaknya berikan respons yang heboh!"
Jiang Cheng terlampau malas untuk meladeni Wei Ying. Dia hanya membelokkan pukulan-pukulan yang diberikan bahkan membiarkan tubuhnya kena. Toh, dia tidak memukul sungguhan.
Wei Ying sendiri bingung, akhir-akhir ini Jiang Cheng seperti kehilangan gairahnya dalam melakukan sesuatu, apapun itu.
"Kau masih akan melukis untuk Duxe---"
Wei Ying refleks membekap mulut Jiang Cheng dan menoleh sekitar dengan panik. Dia mengembuskan napasnya lega kala orang-orang suruhan Earl Duxell itu masih fokus menurunkan kayu.
"Jaga bicaramu, sialan! Kau ingin lidahmu dipotong?!" desis Wei Ying sambil memaksa Jiang Cheng untuk membungkuk.
"Ck! Bukankah kau juga memanggil Lan Wangji hanya dengan nama lahirnya?"
Wei Ying memincingkan matanya menahan malu dan membalas, "Itu berbeda, jangan disamakan!"
"Terserah."
Kemudian mereka terdiam dan akhirnya Wei Ying izin masuk ke dalam lebih dulu, mengaku kelelahan.
Keesokkan harinya, setelah dipaksa Jiang Cheng berulang kali, akhirnya Wei Ying berhasil mengumpulkan anak-anak disertai protesan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral ✓
FanfictionMerantau ke negeri orang untuk hidup, Wei Ying tak menyangka bertemu belahan jiwanya di sana. 1. Wangxian 2. Ga bisa bikin summary ▪︎Mó Dào Zǔ Shī © Mò Xiāng Tóng Xiù ▪︎Ephemeral © Rinniette ▪︎Cover © Phoenix Writer