"Wei Ying!"
Teriakan teredam Lan Wangji yang diikuti dobrakan pintu membuat jantung Wei Ying serasa ingin lompat dari telinga. Wajah ringisnya menatap Lan Wangji yang kini sudah berdiri menjulang di depan. "Lan Zhan," lirihnya.
"Apa yang terjadi?"
Lan Wangji berlutut dan membantu Wei Ying berdiri. Dia mengambil gelas dan mengelap tumpahan airnya dengan sukarela, membuat Wei Ying jadi merasa tak enak padanya.
"Maaf Lan Zhan, sudah tiga hari ini kita tidak bertemu. Pada hari itu tanganku patah dan Jiang Cheng tidak mengizinkanku keluar menemui siapa pun. Aku juga minta maaf kalau misalnya dalam waktu dekat ini aku tidak bisa melukis lagi untukmu."
"Tidak apa-apa, kesehatanmu lebih penting. Aku juga minta maaf langsung menerobos masuk."
Suasana canggung menyelimuti mereka. Wei Ying yang bingung harus dengan apa dia menjamu Lan Wangji, sedangkan bangsawan itu juga bingung karena dia yang tak pandai bersosialisasi.
"Aku/aku ...."
Wei Ying berdeham cepat, dia kemudian melanjutkan ucapannya, "Kau dulu."
"Kau menjatuhkan ini," tutur Lan Wangji lembut sambil membuka telepak tangan Wei Ying dan meletakkan lonceng perak di atasnya.
"Lonceng ini hadiah setahun tinggal bersama dengan Jiang Cheng. Terima kasih, Lan Zhan," kata Wei Ying sambil tersenyum tulus. "Kalau tidak bertemu dengannya saat itu, mungkin aku sudah jadi makanan anjing," lanjut Wei Ying sambil mengenggam erat loncengnya.
"Oh, iya, Lan Zhan. Aku ingin mengajakmu ke sirkus di pusat kota, mumpung baru mulai. Kau mau? Kalau tidak ya tidak apa-apa, hehe ...."
"Mn, aku mau."
"Serius? Kau benar-benar menerima ajakanku?!"
Lan Wangji tidak menjawab lagi, tetapi dia hanya tersenyum tipis dan menyentuh tangan Wei Ying yang masih terluka. "Tidak apa-apa dengan kondisi begini?"
"Aihh ... senangnya Lan Zhan mengkhawatirkan aku. Tidak apa-apa, yang terluka hanya tangan," balas Wei Ying dan memberikannya selembar tiket yang Wei Ying dapatkan langsung dari Klaus.
Suara pintu dibuka kasar, di sana terdapat Jiang Cheng yang sudah berdiri menyandar pada daun pintu sambil bersedekap. Menatap tidak suka dengan kehadiran Lan Wangji yang seenaknya menerobos rumah. "Kupikir saat aku bilang Wei Ying tidak ada di rumah kau langsung pulang. Beginikah sikap seseorang yang katanya bangsawan?" sindirnya sinis.
"Umm, A-Cheng, Lan Zhan terpaksa masuk karena mendengar aku jatuh. Dia hanya menolongku," bela Wei Ying.
"Maaf aku masuk seenaknya. Karena kau sudah pulang, aku juga akan pulang." Lan Wangji bangkit dan membungkukkan sedikit badannya pada Jiang Cheng. Sementara Jiang Cheng sendiri tetap diam berdiri di pintu, tidak bergeser sedikit pun untuk memberi ruang yang lebih luas kepada Lan Wangji supaya mudah lewat.
"Diam di sana, Wei Ying," titah Jiang Cheng saat melihat Wei Ying hendak berdiri menyusul Lan Wangji. Namun, Wei Ying adalah Wei Ying. Posisi Jiang Cheng akhirnya tergeser juga kalau ada Lan Wangji.
Wei Ying langsung menarik Jiang Cheng masuk dan bergantian dia yang kini di ambang pintu, mengantar Lan Wangji pergi. "Berhati-hatilah, anak-anak sekitar sini mudah penasaran dan biasanya nakal."
"Mn."
"Kalau begitu, sampai jumpa besok malam, Lan Zhan. "
"Mn. Istirahat yang cukup, Wei Ying."
Wei Ying melambaikan tangan lalu menggigit jari telunjuk kirinya. Senyuman malu terpatri di bibirnya beberapa kali. Jiang Cheng sendiri risih melihatnya dan dia hanya berkomentar, "Drama murahan apa yang sedang aku tonton."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral ✓
Fiksi PenggemarMerantau ke negeri orang untuk hidup, Wei Ying tak menyangka bertemu belahan jiwanya di sana. 1. Wangxian 2. Ga bisa bikin summary ▪︎Mó Dào Zǔ Shī © Mò Xiāng Tóng Xiù ▪︎Ephemeral © Rinniette ▪︎Cover © Phoenix Writer