chapter 9- Berkhianat

431 26 2
                                    

Kalau sudah ada kerelaan untuk menjadi teman hidup, maka segalanya jadi lancar. Begitu pun  Ian dan Aulia telah merasakan keindahan dan kenikmatan suami istri dan mereka telah bersatu dalam kemesraan yang dalam.

Inilah kenikmatan yang oleh Allah dijanjikan pahala yang besar di sisi-Nya. Meski pada awalnya masih rikuh dan gugup.

Setelah semalaman mereka mamadu kasih untuk yang pertama kalinya. Aulia membuka matanya dan mendapati dirinya tidur dengan posisi dipeluk oleh Ian.

Aku telah seutuhnya milik Om Ian

Aulia merasa badannya terasa sakit semua.

“Tolong menyingkir, ih berat banget.” Aulia mencoba melepaskan diri dari Ian.

Mengambil bajunya yang berserakan di lantai dan menyalakan  pemanas ruangan. Karena cuaca dingin di luar tertutup oleh salju. Aulia melangkah dan menengok ke jendela. Salju masih turun menutupi jalan orang-orang berbaju tebal dan sarung tangan.

“Ternyata kamu sudah bangun, Sayang.” Ian melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Aulia yang sedang berdiri di dekat jendela melihat keadaan di luar yang masih diliputi salju.

“Sudah, mandi sana!” perintah Aulia. Padahal dia takut kejadian semalam terulang lagi. Ian dengan santai pergi ke kamar mandi.

Sementara Aulia yang sudah mandi dengan air hangat berpakaian rapi dan menonton TV dengan menyeduh susu jahe.

“Aku sudah reservasi makanan untuk sarapan.” Aulia memberi tahu pada Ian. Sedangkan Ian hanya mengangguk sambil memakai pakaiannya. Dilihatnya waktu salat Subuh masih ada.

Aulia selalu mengingatkannya.

Kriiing... Kriiing....

asisten Ian ---Leo-- yang ikut ke LA menelponnya.

Tuan, beberapa klient kita meminta untuk melihat beberapa contoh kain kita

Ok, kamu urus saja dengan Revan. Atur saja pertemuan dengan klien-klien itu secepatnya

Tapi, Tuan. Contoh untuk kain jok mobil kami tidak membawanya

Kamu punya gambarnya bukan?

Ya, Tuan

Kalau begitu kerjakan!perintah Ian dengan tegas.

Ian menutup gawainya dan memilih untuk tetap berada di kamar suite room-nya bersama Aulia.

“Kamu lapar?” tanya Ian yang duduk di samping Aulia menemaninya untuk menonton siaran televisi dengan judul menarik di HBO.

“Lapar pakai banget.” Aulia berkata sambil menyeruput hingga habis susu jahenya.
‘Aduh, kok sekarang jadi deg-degan kalau dekat sama Si Om Borokokok?’ batin Aulia terus bersuara.

“Saya akan ada pertemuan dengan beberapa klien untuk melihat contoh kain, kamu mau ikut?”

“Di cuaca dingin di luar mending di kamar saja. Lagian kan aku gak bawa pakaian hangat yang banyak.” Aulia beralasan.

Sebab memang benar adanya, Aulia tidak membawa pakaian hangat yang banyak. Ian jadi berpikir untuk membelikannya pakaian hangat di beberapa butik yang ada di LA.

Room service...

“Itu pasti sarapan yang kamu pesan,” kata Ian lalu berjalan membuka pintu kamar.

Ok, thank you.

Ian memberikan tips sebesar 1 1 dolar kepada office boy itu.

Ian membuka makanan itu berupa daging panggang kalkun besar satu ekor.

“Gak salah nih kamu memesan seperti ini?”

“Gak salah, Mas. Aku kedinginan jadi lapar banget.”

“Kalau kamu lapar kan ada aku yang akan menghangatkanmu, lahir batin.” Ian mengerling penuh makna pada Aulia.

“Idiih ...maunya.” Aulia langsung mengambil pisau dan memotong daging kalkun panggang itu tampaknya ia kesulitan untuk memotongnya.

“Gitu aja gak bisa, sini biar mas yang potong. Kamu maunya bagian mana?”

“Apa saja boleh, soalnya baru pertama kali.”

“Oh kalau gitu kepalanya aja.”

“Gak mau.Pahanya aja biar kayak Upin dan Ipin suka paha ayam.”

“Ini bukan ayam, Sayang.” Ian menyebut Aulia dengan panggilan sayang sejak semalam.
“Sama aja, bentuknya kayak ayam.”Aulia tak mau kalah.

Ian hanya tersenyum saja. Mereka memakan makanan reservasi dari hotel beserta minuman susu jahe dan entah berapa banyak dibawa Aulia.

Saling canda dan ejekan sebagai maksud untuk menggoda. Sampai beberapa saat, Ian sengaja tidak menghidupkan handphone nya biarlah ada asistennya yang menanganinya. Lagipula semua sudah beres hanya tinggal beberapa klien yang tertarik untuk membeli produk perusahaannya.

Namun, itu tidak berlangsung lama karena Ian mengajak Aulia untuk membeli beberapa pakaian hangat di sebuah butik terkenal. Sebagai langganannya yaitu artis-artis Hollywood di Melrose.

Aulia melongo melihat beberapa koleksi pakaian hangat di sana. Kualitas nomor wahid semua hanya untuk pakaian yang sopan dan panjang hanya tersedia satu potong saja.
Karena menjelang akhir tahun semua diburu oleh para pemburu diskon.

Ini kali pertama untuk Aulia. Sementara Ian melakukan pertemuan dengan klien-kliennya di sebuah restoran.

Aulia hanya ditemani oleh Revan yang menunggunya di butik kawasan Melrose.

Tidak kalap untuk membeli semua yang dia mau, hanya untuk keperluannya beberapa hari di LA. Aulia tidak bisa berbahasa Inggris maka dia terpaksa memanggil Revan untuk membantunya berbicara pada pramuniaga dan membayar pada kasir dengan debit card.

“Bagaimana, Nyonya apa kita akan pulang ke hotel sekarang?”tanya Revan.

“Ya, kita kembali ke hotel.” Aulia sudah memakai pakaian hangat lengkap dengan sarung tangan ditambah sepatu wedges terbuat dari bahan kulit.

Bergerak dalam kesempatan itu sesuatu yang baru. Aulia baru tau begitu berpengaruhnya Ian, apakah ia merasa beruntung atau justru sebaliknya?

Ting!

Bunyi notifikasi chat dari Sonny.
Kenapa kamu tidak jujur padaku kalau kamu sudah menikah?

Aulia langsung membalasnya.
Ya, tapi ini tidak seperti yang kamu bayangkan

Ternyata kamu sama saja dengan wanita di luar sana, dasar cewek matre!

Jleb!

Aulia merasa hatinya tertusuk pisau. Ia telah mengkhianati cinta pertamanya.

Lututnya lemas, tubuhnya meluruh ke lantai suite room. Biar bagaimanapun Sonny cinta pertamanya. Aulia berencana untuk memberi tahu pada Sonny setelah pulang ke Indonesia.

'Ya Allah...'

Bersambung.

OM DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang