chapter 1-Cari Mama

1.2K 22 0
                                    

Hari sudah pagi. Jam menunjukkan pukul 06.00 WIB.

”Papa …!” Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun berteriak kencang dari lantai atas rumahnya menuju ke lantai bawah rumahnya.

Brak!

Orang yang dipanggil anak itu terperanjat  kaget hingga terjatuh dari ranjangnya ketika masih tidur, maklum dia semalam pulang pukul 01.00 WIB. Suara putrinya menggema hingga ke seantero rumahnya yang  minimalis yang berisi perabotan lux dan  memiliki dua tingkat. Tangannya sibuk mengucek-ngucek matanya yang penuh oleh belek dan mengelap iler di pipi kanannya dengan sprai.

“Papa …!”

Laki-laki itu langsung lari menju asal suara dengan tidak menghiraukan keadaan dirinya yang hanya bertelanjang dada. Kebiasaan laki-laki itu ialah bertelanjang dada ketika tidur.

“Ada apa sih, pagi-pagi sudah teriak bangunin orang sekomplek.”

“Papa hari ini aku mau pergi ke sekolah, maunya diantar sama Papa titik!”

“Biasanya  juga diantar sama sopir.”

“Gak mau. Aku  maunya diantar sama Papa. Cepetan mandi, Pa!” Gadis kecil itu mendorong papanya untuk mandi.

Laki-laki itu menurut saja, toh gak ada salahnya. Mandi buat kebersihan dan kesehatan padahal biasanya dia mandi pukul tujuh pagi.

Gadis kecil itu sudah tidak tahan menunggu di meja makan.

“Ngapain sih, Papa mandi dan dandan lama banget apa memang bapak-bapak gitu ya?”

Tanya gadis itu sama pembantunya Mbok Pur.

“Non, jangan gitu. Tuan itu memilih sendiri baju-bajunya dan mengurusi sendiri selain mencuci dan menyetrika yang dilakukan Bi Cucu.”

“Huh kenapa gak nikah aja. Biar aku dapat mama kayak temen-temen yang lain.” Gadis itu langsung menunduk sedih setelah mengatakan itu. Dirinya sedih karena sering diledek sama teman-temannya karena gak punya mama.

Sepuluh menit kemudian.

Laki-laki yang bernama Adrian Prayogo sebagai orang tua tunggal dari anak yang bernama Rosyana  yang akrab disapa Rosy--gadis super bawel. 

“Buruan, Papa…!” teriak Rosy.

“Iya, ayo papa sudah siap.”

Ian sudah siap dengan setelan jas berwaran abu-abu. Dia berniat untuk pergi mengantar gadis kecilnya ke sekolah dasar. Dia berjongkok merasa heran dengan perubahan anak gadisnya yang kini menjadi sedikit murung.

“Kenapa anak papa jadi merengut, jelek ah.”

Anak itu hanya menggeleng cepat dan makan sepotong roti bakar dengan segelas susu sebagai sarapannya.

Ian menarik sudut bibirnya merasa heran biasanya putrinya bawel pecicilan di pagi hari.

Keduanya pergi menuju ke luar yang sudah terparkir mobil berwarna hitam yang sedari tadi dipanaskan mesinnya oleh Pak Engkos salah satu sopir Ian.

Di mobil Rosy merajuk pada papanya.

“Pa, kapan aku bisa punya Mama?” tanyanya sambil menarik jas Ian.

Ian hanya menoleh sekilas lalu melihat ke jalanan karena memang ia sedang menyetir mobilnya.

“Papa …pokoknya Rosy mau Mama,” rengek Rosy sambil menarik jas Ian.

Tangan kanan Ian mengurut keningnya. Mendesah sambil terus menyetir membelah jalanan Kota Bogor.

“Oke , kamu akan punya mama. Jangan cemberut lagi.” Ian berbicara ketika mobilnya sudah sampai di depan pintu gerbang sekolahnya.

“Yeay,”ucap Rosy seraya berjingkrak lalu mencium tangan Ian. Berlari menuju ke halaman sekolahnya sepertinya bahagia mengisi benak anak bawel itu.

Ian menghela nafasnya ia tak boleh ingkar janji mencarikan mama baru untuk anaknya.

“Darimana gue dapat mama baru, orang pacaran aja kagak pernah lagi. Hadeuh.”

Ian bermonolog menuju ke kantornya yang berada di kawasan industri. Sebagai seorang pengusaha tekstil yang tajir melintir dan hartanya takkan habis tujuh turunan delapan tanjakan, Ian termasuk pekerja keras. Tambang batu bara di beberapa pulau ia kuasai. Tak membuatnya ingin berhubungan serius dengan wanita. Walau banyak yang mendekatinya. Ya kalau sekadar cium pipi kanan dan kiri sih dia sering.

Dia lupa caranya meminta seorang wanita untuk jadi pacarnya karena ada rasa trauma akan drama rumah tangganya yang menurut orang-orang pasangan serasi tapi ternyata kebalikannya. Hancur di tahun pertama hingga Rosy berusia lima tahun Isabela memilih kabur.

*

Pada jam istirahat makan siang, Rosy lewat ke ruang kantor dan rasa penasaran melihat wanita yang dalam imajinasi dia cocok jadi mamanya.

“Tante mau gak jadi Mama Rosy?” tanya Rosy pada seorang wanita. Dia berprofesi sebagai salesgirl panci yang sedang demo masak di kantor sekolahnya.

Wanita yang berpenampilan seperti biduan gambus terkenal itu pun hanya melotot dan mengangkat bahu dan tangannya. Salah seorang guru di sana tersenyum dan mengangkat jempolnya.

“Ayolah Tante, Papa saya ganteng lho dan bisa bermain gitar, piano dan masak pasti tante suka.” Salesgirl tadi hanya geleng-geleng dan terus melotot pada Rosy yang ucapannya seperti orang dewasa.

"Rosy, sebentar lagi bel masuk. Ayo cepat ke kelas," kata salah seorang ibu guru di kantor.

"Nanti dulu, Bu. Saya mau minta nomor handphone Tante ini." Rosy meminta nomor handphone pada wanita salesgirl itu.

**

Adrian Prayogo seorang duda yang beranak satu berumur tiga puluh tahun yang biasa dipanggil  Ian. Seorang pengusaha kaya raya yang memiliki wajah rupawan meski banyak bekas jerawat. Namun, itulah daya tariknya dia menjadi sangat tampan.

Ian menduda sudah lima tahun lamanya setelah ditinggal kabur oleh Isabela— mantan istrinya yang memilih kabur bersama selingkuhannya yang memiliki sebuah kapal pesiar dan agensi model. Putrinya yang bawel bernama Rosy yang berusia sepuluh tahun duduk di kelas empat SD.  Sedari Taman Kanak-Kanak Rosy sudah terbiasa hidup diasuh oleh pembantunya. Bersama papa tercinta yang sejak empat tahun belakangan ini menjadi lima orang dengan kekayaan terbanyak di negeri ini.

Isabela adalah seorang model yang semenjak melahirkan Rosy tidak mau memberikan ASI-nya pada anak sulungnya.

“Bisa-bisa kendor kalau kuberikan pada anak ini, beri saja susu formula,” kilah Isabela.

Tanpa kata talak ataupun cerai di pengadilan.

**

Sekarang Ian dan putrinya sedang berada di sebuah mall guna melihat-lihat pramuniaga yang Rosy temui tempo hari waktu itu. Cuma nihil. Mereka pulang tanpa hasil, hingga akhirnya Rosy ingat bahwa ia menuliskan nomor ponsel salesgirl itu.

“Ngapain sih, kita ke sini. Kan bisa pergi sama Om Dimas.” Ian mulai kesal dengan sikap Rosy.

Kemarin gurunya chat  bahwa Rosy sudah meminta seorang salesgirl untuk jadi mamanya.

"Beneran niat ini anak, aku harus cari mama baru buatnya," gumam Ian.

Ian menggendong Rosy untuk pulang. Menuju tempat parkiran. Di sana sang sopir--Pak Engkos sudah siap dan membukakan pintu untuk tuannya.

" Pokoknya, aku mau Mama!" teriak Rosy sambil digendong Ian.

"Kamu, malu-maluin. Nanti papa carikan yang bahenol, kamu mau?" desis Ian sambil berjalan terus dan masuk ke mobil BMW keluaran terbaru.

"Kita langsung pulang," perintah Ian.

Bersambung.

Vote n comment

OM DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang