chapter 2-Kumis

450 11 0
                                    

“Heh, Om sebenarnya apa sih tujuanku ke sini bukankah untuk membujuk agar anakmu masuk sekolah?” tanya Aulia yang jengah dengan sikap Ian.

Rosy cekikikan dan berlari dengan girang menuju neneknya---nyonya Rana--- di sofa meninggalkan Ian dan Aulia. Gadis bawel itu kembali membeo pada neneknya.

“Ok, kalau tidak dijelaskan aku mau pulang saja,” geram Aulia dan bergegas pergi menuju pintu utama.

“Tunggu, akan kujelaskan tapi please ya kamu mau mengabulkan keinginan putriku,” kata Ian.
Aulia berhenti tangannya yang akan memegang gagang pintu ia urungkan dan berbalik menghadap pria yang meraih penghargaan sebagai pengusaha paling berpengaruh di tahun ini.

“Aku dengarkan,” ucap Aulia dan dengan gaya yang tomboy kembali duduk.

“Kamu maukan jadi istriku demi Rosy,” pinta Ian dengan lirih.

Mata Aulia melotot dan benaknya berbicara.

‘Gila ini si Om mau nikahin, dia kira aku barang kelontongan yang di jual di kiosnya Mbak Marni kali’

Belum sempat menjawab Aulia terkejut dengan kedatangan Rosy dan nyonya Rana.
“Ini, Nek. Tante yang Rosy mau jadi mama!” seru Rosy pada neneknya dengan girang. Rosy bercerita pada Aulia dengan senyum yang terus mengembang. Ian dan nyonya Rana memperhatikan mereka. Tampak akrab seperti ibu dan anaknya. Nyonya Rana yakin Aulia bisa menjadi mama dan teman bagi Rosy. Sementara Ian pergi ke meja makan dan mulai makan karena ia sangat lapar setelah melewati semuanya.

Ian hanya duduk diam tak bersuara sesekali melihat pesan yang masuk melalui gawainya.
“Oh ini, namanya siapa?” tanya nyonya Rana dengan lembut.

“Saya Aulia,” jawab wanita yang baru berumur dua puluh tahun dengan dandanan gaya casual.

“Ian kamu sudah memberitahunya?”
Ian mengangguk lalu membuka suara dengan kalimat yang membuat Aulia tercengang.

“Sebenarnya kamu itu punya pelet atau pengasihan apa sih hingga membuat putriku ngebet pingin menjadikanmu sebagai mama-nya.”

“Heh, Om. Saya gak pakai pelet-peletan atau pengasihan apalagi susuk. Lagian siapa yang mau sama om-om yang gak punya kumis, masak pria ganteng tak punya kumis lihat tuh Reza Rahadian berjenggot atau mas Adam nya Mbak Inul mereka ganteng-ganteng.” Aulia berbicara dengan seenaknya dihadapan Ian dan keluarganya. Nyonya Rana dan Rosy tertawa mendengarnya mereka akhirnya pergi ke taman di halaman samping.

Ian merasa kesal dengan sikap Aulia dan mencekal tangan wanita itu ke ruang kerjanya.
“Dengarkan aku, Nona.” Ian terlihat kesal dengan Aulia yang mengulur-ulur waktu.

  “Aku meminta padamu untuk jadi istriku karena Rosy. Dia mau ada mama yang menemaninya membaca puisi ke panggung pada hari ibu nanti di sekolahnya dan supaya dia tak diejek lagi. Aku bisa saja mencari wanita lain untuk jadi istri sesuai kriteriaku tapi dia ingin kamu.” Ian menjelaskan panjang lebar.
“Tapi kan gak harus jadi mama-nya,” jawab Aulia.
“Enak saja, kamu bukan saudaraku apa kata orang nanti.”
“Namun, Om. Saya kan belum mengenalmu lagipula Om ini derajatnya lebih tinggi sedangkan saya ….” Aulia tidak meneruskan kalimatnya.

“Kamu dan keluarga akan kujamin asalkan putriku bahagia, kamu tahu gak jika Rosy tidak makan dan tidur akibat menangis ketika aku sedang bekerja sedangkan ibuku tidak selamanya tinggal bersama kami dia punya rumah juga,” jawab Ian.

Aulia bingung, di satu sisi ia ingin membantu Ian di sisi lain ia ingin menikmati masa mudanya karena baru setahun ia lulus SMA dan bekerja di sebuah CV sebagai salesgirl walaupun gajinya hanya cukup untuk ongkos dan beli bedak yang harganya murah meriah. Sebagai sales dia bebas menjelajah ke instansi pemerintah atau sekolah-sekolah  dan ke perkampungan. Mayoritas temannya adalah laki-laki.

Dengan pasrah karena ingin membantu saja ia akhirnya meng-iyakan.

“Baik Om. Saya mau,” ucapnya dengan gemetar.

Ian mengucap syukur sebab masalah yang mengganjalnya sudah teratasi.

“Tapi, saya menerimanya bukan untukmu tapi untuk Rosy dan jangan pernah menyentuhku selayaknya suami istri,” kata Aulia.

“Apa karena aku gak punya kumis?” ledek Ian sambil mesem-mesem.

Aulia tidak menjawabnya dan meratapi nasibnya terjebak dalam situasi serba sulit.
Keesokan harinya Ian ditemani Dimas melamar Aulia pada orang tuanya.

“Saya Adrian Prayogo berniat melamar putri bapak---Aulia---untuk menjadi istri saya,”  ucap Ian di hadapan Pak Mahmud dan istrinya. Aulia yang masih shock dengan kejadian hanya termenung di kursi dekat meja makan. Mengucek kopi yang akan disuguhkan untuk tamu-tamunya dan bapaknya.

Ibunya datang karena Aulia tak kunjung datang membawa minuman.

“Kunaon, ngalamun wae pamali. Burukeun itu Tuan Ian geus hauseun,” ucap Bu Mahmud dengan bahasa Sunda yang kental. Mereka memang ali dari Cianjur yang pindah ke Jakarta untuk pekerjaan Pak Mahmud sebagai tukang sapu jalanan dari Dinas Kebersihan.

(Kenapa melamun saja, itu Tuan Ian sudah menunggu minuman ia mungkin kehausan)

Membawa nampan berisi tiga gelas kopi dan dua gelas teh manis untuk dia dan ibunya. Gemetar dunia serasa barada di kepalanya, bagaimana jika Sonny datang setelah pendidikan di  sebagai seorang TNI di kopassus.

“Ok, gak pake lama.” Ian menyebut kalimat itu untuk segera menuntaskan permasalahannya yaitu menikahi Aulia.

‘Dasar si borokokok tukang maksa, mimpi  apa gue bisa ketemu Rosy’ benaknya mengumpat.

Hari ini hari Minggu. Rencananya nanti malam Ian akan datang untuk melaksanakan perkawinan yang sah dengan Aulia. Kenapa malam? Karena itu salah satu syarat dari Aulia.

Nasi sudah jadi bubur, Aulia menikah secara agama, karena Ian belum bercerai secara hukum dengan sIsabela---ibu kandung Rosy.

**

“Pak, Bu saya minta ijin untuk membawa istri saya pulang ke rumah kami,” ucap Ian pada orang tua Aulia.

“Bawalah dia karena dia sudah jadi istrimu, jaga hati-hati putri bapak,” amanat pak Mahmud.

Aulia pamitan tangis haru menyelimuti keluarganya yang hanya kakak laki-lakinya yang hadir dan ketua RT-nya.

Sepanjang perjalanan Aulia yang masih berbedak tebal hanya diam melihat jalanan ibukota yang penuh dengan kelap-kelip lampu. Ian sesekali menoleh.

Sampai di rumah indahnya mereka sudah disambut oleh Rosy dan nyonya Rana. Peluk dan cium untuk Aulia karena sudah menjadi bagian keluarga prayogo. Namira adik perempuan Ian juga menyambutnya.

“Asyik kini Rosy sudah punya mama!” seru Rosy dan duduk di pangkuan Aulia.

Mbok Pur yang sudah menyiapkan kamar Ian memberi laporan jika kamar sudah siap.

“Rosy mau tidur sama Mama,” rengeknya manja.

Nyonya Rana berniat membuka mulutnya untuk melarang.

Aulia buru-buru menjawabnya. “Oke kita tidur bersama, kita akan mendongeng,” ucap Aulia yang menuntun Rosy menuju kamarnya sementara Ian hanya senyum dan berlalu ke kamarnya.

“Malam pengantinnya di tangguhkan dulu, Ma.” Ian memberi penjelasan singkat pada nyonya Rana yang menatapnya heran.

Di kamar ia membuka pakaiannya dan diganti dengan celana boxer saja dan bertelanjang dada karena itu sudah jadi kebiasaannya bercermin sebentar dan bergumam.

“Bagus kali, jika aku menumbuhkan kumis dan jenggot” ucapnya sambil memegang daerah di bawah hidung dan dagu kemudian senyam-senyum sendiri di kamarnya yang luas.

Apa kata dunia, jika Adrian Prayogo yang biasanya klimis menjadi berkumis?
Kita tunggu part berikutnya.

Bersambung.

OM DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang