PROLOG

69.1K 3K 33
                                    

                  

"Gara-gara lo Papa kita mati!" Suara itu menggelegar di dalam rumah milik seseorang yang baru saja pulang dari pemakaman papa mereka.

"Kenapa lo nyalahin gue! Lo di mana saat Papa butuhin darah! Gue sama Selena di sana nyariin lo agar oprasi Papa lancar. Tapi lo nggak ada! Lo lebih milih pergi sama pacar lo itu!" Sahutan itu tidak kalah kerasnya dari suara pertama.

PYAR!!!

Suara pecahan gelas terdengar begitu keras, membuat gadis yang berada di anak tangga semakin mempererat pelukanya pada boneka Taddy bear.

"Kenapa harus gue yang donorin darah itu hah! Kenapa nggak elo aja!"

BUG!!!

Alden memukul telak adik yang lahirnya beberapa menit setelah kelahiranya itu dengan keras, membuat sudut bibir sang adik robek.

"Kalo golongan darah gue sama bokap sama udah dari kemarin gue donorin. Tapi sayangnya elo yang golongan darahnya sama kayak bokap!"

"Kenapa bukan Selena yang lo suruh untuk donorin darahnya, hah! Bukanya golongan darah dia sama!" seru Alvin tepat di depan muka kembarannya itu.

"Umurnya masih 15 tahun Alvin! Gadis kecil kita belum bisa donorin darahnya," bela Alden yang mampu membuat Alvin berdecak jengah.

"Gadis sialan itu bener-bener nggak berguna. Kenapa sampe sekarang dia belum mati!" geram Alvin. Matanya menyapu seisi ruangan yang sepi. Tidak dilihatnya Selena - Adik kandungnya- di pemakaman tadi.

"SELENA! DIMANA LO. KELUAR!" teriak Alvin kencang. Membuat gadis yang dipanggil itu semakin erat memeluk bonekanya.

BUG!!!

"Ini bukan salah Selena!" bentak Alden.

Alvin tertawa sinis menanggapi ucapan kembarannya itu. Lelaki itu menatap Alden dengan tatapan tajam.

"Kalo aja dia nggak lahir. Nyokap nggak bakalan mati. Papa nggak bakalan seperti ini. Kita bisa hidup bahagia seperti dulu."

"Diam," desis Alden.

Nafasnya terengah menahan emosi, kedua tanganya telah mengepal di kedua sisi celana jeans nya. "Dia adik kita, Alvin," tegas Alden.

Lagi-lagi Alvin tertawa sinis sembari menggelengkan kepalanya. "Gue nggak pernah nganggep dia sebagai adik gue. Nggak pernah. Bukanya lo juga sama?" tanya Alvin dengan nada meremehkan.

Seperti dicambuk ribuan kali. Selena terisak mendengar pernyataan sang Kakak. Pernyataan itu melukai hatinya telak, membuat goresan baru dari luka yang belum sempat mengering. Kehadirannya di rumah itu memang tidak pernah diterima. Dirinya hanyalah duri dalam keindahan bunga mawar.

Karena kelahirannya nyawa seorang Ibu menghilang, kehangatan dan kasih sayang seorang ayah tidak pernah didapati ketiga kakak beradik itu.

Hingga saat ini, saat tanah telah mengubur dalam-dalam tubuh sang ayah. Memisahkan raga yang sering kali dipeluknya meski tanpa ada balasan. Terasa semakin menyakitkan, atau bahkan semakin menyedihkan.

Terlebih ucapan yang tidak pernah didengarnya, keluar dari mulut sang kakak yang benar-benar tidak menginginkan kehadirannya dalam keluarga itu.

Apa arti hidup jika keterasingan selalu didapat?

Apa arti bernafas jika hanya racun yang terhirup ?

Dan apa arti kasih sayang jika hanya kekerasan yang dirasa?

=== The Fault===

Maaf deh kalo nyampah hehheee
Vomment n comment kalo suka...

1 Februari 2015

The FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang