6. Perintah dalam kesakitan

29.6K 2.2K 43
                                    

       

Selena terbangun tepat saat jam menunjukan pukul 8 malam. Cewek itu terlelap tak sadarkan diri saat dadanya terasa sesak sore tadi.

Tidak banyak kejadian yang bisa ia ingat sebelum kesadaranya menghilang, satu yang ia tahu bahwa seseorang menggendongnya dan setelah itu dia tidak mengingat apa-apa lagi.

Dengan perlahan Selena bangkit dari tidurnya, tangannya memegangi dada tepat dimana tadi dadanya terasa sesak. Cewek itu menghempaskan nafasnya kuat mencoba agar sesaknya berkurang perlahan.

Kepalnya menoleh tepat di mana nakas berada di samping tempat tidurnya. Seketika itu juga keningnya berkerut saat didapatinya inhaler berwarna biru muda tergeletak disana dengan segelas air putih serta tabung obat yang isinya biasa ia minum.

Bukan itu yang sekarang menyita perhatian Selena. Di sebelah inhaler itu, tergeletak sebuah kertas putih yang nampaknya adalah sebuah pesan.

Saat tanganya terulur untuk mengambil kertas itu, pintu kamarnya terbuka. Membuat Selena menoleh kearahnya dan mengurungkan niatnya untuk mengambil kertas itu. Disana, terlihat Alden yang menatapnya dengan ekspresi datar.

"Oma ada di bawah, pengen ketemu lo." Hanya kata itu yang Alden ucapkan. Cowok itu sudah berbalik tanpa menunggu jawaban Selena.

"Kak!" panggil Selena yang kakinya reflek menapaki lantai kamarnya.

Cewek itu terhuyung karena keseimbangan tubuh belum sepenuhnya ia dapatkan. Beruntung tanganya dengan cepat meraih nakas disamping tempat tidurnya.

Cewek itu menggeleng cepat sebelum ia kembali melanjutkan jalanya dengan langkah sempoyongan.

"Kakak!" panggil Selena lagi saat Alden sudah berada di anak tangga. Mau tidak mau panggilan itu membuat Alden menoleh kearahnya.

"Terimakasih," ucap Selena. "Terimakasih udah gendong Selena ke kamar, terimakasih untuk inhaler nya."

Alden menggerutkan keningnya bingung atas ucapan Adik bungsunya itu, sekalipun tidak pernah digendongnya Selena, tidak pernah sekalipun ia membelikan inhaler seperti ungkapan Selena barusan. Selama ini bahkan ia tidak tahu bahwa adiknya itu bergantung dengan inhaler, alat pembantu pernafasan.

"Bukan gue yang lo maksud," ujar Alden setelah itu pergi meninggalkan Selena yang kini terdiam dengan kebingunganya.

Kalo bukan Alden yang melakukanya lalu siapa lagi?

Tanpa mau memikirkanya, cewek itu menuruni tangga menuju ruang keluarganya dimana sekarang wanita berumur lanjut sedang terduduk dengan tangan merangkul Alvin yang kini hanya terdiam tanpa bisa menolak.

Terkadang Selena tersenyum saat melihat kakaknya tidak pernah bisa berkutik di depan omanya, kedua kakaknya yang selalu bertingkah seenaknya dan terkesan bandel itu lenyap digantikan sifat penurut dan manis seperti sekarang yang ia lihat di hadapanya.

"Oma," sapa Selena manis. Serta merata tatapan wanita tua itu beralih kearahnya dengan senyuman ramah dari bibirnya.

Selena mendekat saat wanita tua itu menepuk sofa yang ada disebelahnya. Cewek itu duduk disamping wanita yang dikenal sebagai neneknya.

"Betah disini?" tanya Naya-Oma Selena- sembari membelai rambut cucunya itu. Selena tersenyum.

"Betah oma."

"Alden sama Alvin tidak nakal?" tanya Naya lagi yang diikuti dengan gelengan dari Selena.

"Rumah oma sepi, oma hanya tinggal bersama Om dan Tantemu saja. Di rumah sebesar itu oma merasa kesepian. Apalagi ketika om sama tantemu mengurus perusahaan orang tua mu, mereka sibuk sekali sampai jarang berada di rumah." tutur sang Oma dengan tangan yang masih terus membelai rambut cucunya.

The FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang