5. Kepedulian yang Transparan

30K 2.3K 21
                                    

Selena duduk di halte bis dekat sekolahnya. Sesekali dilirik jam tanganya, cewek itu mengayunkan kakinya sembari mengusir bosan.

Masih terngiang jelas di telinganya ucapan tajam yang keluar dari bibir Alvin. Berkali-kali ia mencoba menghilangkan ucapan tajam itu, tapi semuanya sama, ucapan itu tidak dapat dengan mudah dihapusnya dari ingatan, semakin ia mencoba semakin terdengar jelas ditelinganya seakan ucapan itu terbisikan secara langsung.

"Lo mati sekalipun, gue nggak peduli."

"Ngelamun aja neng, kesambet loh ntar." Seseorang menyapa Selena.

Cewek itu menoleh ke arah sumber suara. Di sampingnya telah duduk seorang cowok berpakaian seragam yang sama dengan dirinya. Memberikan senyuman ramah sebagai pengertian bahwa dia tidak berniat untuk jahat.

"Gue Anton." Cowok itu mengulurkan tanganya ke arah Selena.

Selena hanya diam, mengamati telapak tangan yang masih terjulur ke arahnya, detik berikutnya, cewek itu mendongak kearah Anton, tersenyum manis kemudian mengangguk.

"Selena."

"Bulan?" tanya Anton dengan satu alis terangkat.

"Maaf?" Selena balas bertanya saat Anton menyebutkan nama orang lain didepanya.

Anton tertawa sabil menggelengkan kepalanya. "Nama lo Selena, Bulan."

Sementara itu Selena hanya menggerutkan keningnya tidak mengerti dengan ucapan Anton itu, bahkan ia merasa tidak ada yang lucu dari ucapan cowok itu.

"Kakak sehat?" tanya Selena sekali lagi.

"Nama lo itu Selena kan. Dalam bahasa Yunani, Selena itu berarti Bulan," jelas Anton menjawab semua kebingungan Selena.

Selena tersenyum mendengar penuturan Anton terhadap arti namanya dalam bahasa Yuannai.

"Tapi nama aku bukan diambil dari bahasa Yunani," Sangga Selena dengan senyum lucunya.

"Tapi elo cantik layaknya Dewi Aphrodit," gombal Anton dengan kerlingan jail.

Selena tertawa mendengar gombalan itu. "Kakak tau mitologi Yunani?"

"Yap. Zeus, Poseidon, Ares."

"Yupiter, Neptunus, Mars," lucu Selena yang mendapat tatapan penuh minat dari Anton.

"Itu nama Romawinya neng," komentar Anton.

"Kok kakak tau si?" tanya Selena sambil menunjuk Anton.

Cowok itu menepuk dadanya bangga. "Pakar sejarawan."

"Anak IPS ya kak," tebak Selena.

"Emangnya keliatan ya?"

Selena mengangguk menanggapi pertanyaan Anton.

"Apa tampang gue emang nggak ngedukung di IPA?"

Sekali lagi Selena tersenyum mendengar gurauan Anton.

"Lo cantik kalo lagi senyum," puji Anton tulus.

Selena terdiam, tanpa sadar pipinya memerah atas pujian itu. Tapi pipi yang memerah itu segera lenyap saat sebuah klakson berbunyi nyaring, menyentakkan Selena maupun Anton kembali ke bumi.

"Ayo dek pulang," ujar pengendara motor besar itu.

Selena mendongak, cewek itu menemukan Dylan yang wajahnya terbungkus helm, meskipun ia tidak melihat seluruh wajah Dylan, tapi cewek itu sangat yakin hanya dengan menatap sepasang mata yang kini menatapnya lurus.

"Tapi-"

"Ayo!" desak Dylan.

Selena bimbang, tetapi cewek itu tetap menuruti perintah Dylan, ditolehkanya kepala ke arah Anton yang kini tersenyum mengerti. Setelah mendapat anggukan dari Anton barulah Selena berjalan dan menaiki jok belakang motor Dylan.

The FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang