"Alvin! Kejar dia!" bentak Safira setelah Selena berhasil keluar dari pintu rumahnya.
"Biarin lah. Dia mau pergi sampe nggak pulang sekalian juga bukan urusan gue," jawab Alvin enteng.
"Dia adek lo Alvin." Safira mengingatkan pacarnya itu.
"Terus? Hubunganya ama lo apa Saf?" tanya Alvin telak yang mampu membuat Safira terdiam.
"Gue baru liat ada kakak yang nggak punya hati kayak lo," sindir Dylan.
Cowok itu sudah berlari keluar rumah, mengejar Selena yang sudah menghilang dari pandanganya. Dalam hati dia merutuki kebodohan yang hanya diam saat melihat cewek itu berlari menabrak tubuhnya. Sesaat dia tertegun, rasa khawatir mengusik hatinya. Padahal ia baru mengenal Selena tidak lebih dari 5 jam. Tapi perasaan khawatir itu sudah bertegur sapa di hatinya. Apalagi saat didengarnya perkataan tajam yang keluar dari bibir Alvin, kakak kandung Selena.
"Sel!" panggilnya saat dilihatnya cewek yang sedari tadi dicarinya itu berjalan dengan tangan yang mengusap matanya.
Seperti kesetanan, Dylan berlari menuju cewek itu, meraih tanganya dan menyentakkan tubuh mungil itu hingga terkurung dalam dekapannya.
"Jangan ngabur gini. Udah malem juga," ujar Dylan selembut mungkin.
Lama tidak dapat didengarnya suara Selena, hingga Dylan merasakan tubuh Selena terasa semakin berat di tangannya. Cowok itu menundukkan kepalnya. Saat itulah ia mengencangkan tangan yang melingkar di pinggang Selena. Cowok itu membiarkan tanggungan tubuh Selena di tanganya semakin tertarik ke bawah. Membaringkan cewek itu dengan pelan di atas kerasnya aspal.
Sejenak diamatinya wajah yang kini memucat, Dylan tidak pernah tau apa yang sekarang dialami Selena. Cowok itu hanya menepuk pipi Selena, mencoba untuk membangunkannya.
"Sel, Sel lo kenapa?"
Selena bergeming pelan nyaris tak terlihat, cewek itu seakan mengambil nafasnya dengan berat.
"In-, in- inhaler," ujarnya dengan susah payah.
Dylan menggerutkan keningnya tidak mengerti. "Inhaler?"
"Dek, temannya kenapa?" tanya seseorang wanita yang kini mendekat diikuti dengan orang-orang yang tadi berdiri tak jauh dari tempat Selena dan Dylan.
"Saya tidak tahu, bu," panik Dylan. Cowok itu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dengan gusar, mencari-cari taxi yang sampai sekarang tidak ditemuinya.
"Boleh saya lihat?" tanya wanita itu lagi.
Dylan hanya mengangguk dan membiarkan wanita itu mengechek kondisi Selena. Tangan wanita itu sudah mengechek nadi Selena, tangannya beralih ke dada cewek itu tepat di mana jantung berada.
"Inhalernya dimana?" tanya Siti – wanita yang mengechek kondisi Selena- menatap Dylan.
Sekali lagi Dylan hanya menggerutkan kening. "Inhaler? Itu apa?"
"Oksigen," Jelas Siti yang seluruh perhatianya teralihkan ke arah Selena yang kini terus mencari udara untuk dipaksakan masuk ke dalam paru-parunya.
"Dia kenapa bu?" tanya Dylan khawatir.
"Bawa dia ke kedai kopi itu, cepat," ujar Siti.
Awalnya Dylan tidak mengerti, tapi cowok itu tetap mengangkat tubuh Selena hingga berada dalam gendonganya. Cowok itu berjalan mengikuti Siti yang terlebih dahulu menyebrangi jalan menuju kedai kopi yang tadi ditunjuknya.
"Kopi hitam satu," ujar Siti sesampainya di dalam kedai itu.
"Teman saya kenapa bu?" desak Dylan saat cowok itu duduk dengan Selena yang bersandar pada pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fault
Novela JuvenilAku tidak pernah tau mengapa kalian selalu menganggapku tidak ada... Mengacuhkanku ketika kita bersitatap.... Berbicara padaku dengan amarah yang membara... Dan menatapku seakan aku hanyalah duri dalam keindahan bunga mawar... Mungkin kehadiranku ha...