5 : Pemuda

123 7 0
                                    

“Nuwun sewu, tetapi izinkan saya saja yang akan memimpin penyerangan terhadap Adipati Jipang, Arya Penangsang.”

Putera Ki Pemanahan yang bernama Danang Sutawijaya angkat bicara. Suasana mendadak hening. Sang Hadiwijaya terheran dengan keinginan pemuda yang ia sendiri anggap sebagai anak itu. Ia merasa, pemuda itu memiliki semnagat yang sama seperti ketika ia sendiri ingin menjadi kepala prajurit di Demak ketika masih muda.

“Danang, kuakui kamu memiliki ilmu bela diri yang sangat mumpuni, tetapi kamu belum memiliki pengalaman memimpin ratusan prajurit di medan peperangan,” tutur Hadiwijaya.

Danang Sutawijaya berpikir sejenak setelah mendengar kata-kata Sang Hadiwijaya yang merasa khawatir dengan dirinya. Peperangan kali ini bukan perang main-main, tetapi perang mempertaruhkan stabilitas politik di Kesultanan Demak. Apabila mereka menang, gejolak politik Demak akan menjadi reda. Akan tetapi apabila mereka kalah, maka kondisi politik Demak akan menjadi semakin carut marut.

“Jika tidak dimulai sekarang maka kapan lagi , ayah. Apabila saya menang dalam pertempuran ini, biar menambah harum nama paduka bagi Demak dan seluruh tanah jawa. Dan apabila saya gugur dalam melaksanakan tugas ini, biarkan saya menjadi jalan terang bagi kejayaan paduka,” Danang Sutawijaya mulai berani mengemukakan gagasannya.

Sang Hadiwijaya lantas menatap ke arah Ki Juru Martani seakan memberi isyarat pada laki-laki setengah baya itu untuk memberikan saran. Murid tertua Ki Ageng Sela itu tanggap dalam menerima isyarat adik seperguruannya itu dan lantas memberikan saran pada sang pemimpin Pajang Awantipura. “Benar apa yang dikatakan Danang Sutawijaya. Sudah saatnya kita sebagai golongan tua untuk tut wuri, mengikuti dan mengawasi dari belakang. Dan memang perlu bagi kita untuk menggerakkan roda regenerasi bagi para pemuda.”

Pemimpin Kadipaten Pajang Awantipura itu manggut-manggut mendengar saran Ki Juru Martani. Tanpa banyak berkata, ia kemudian memberi isyarat kepada seorang pengawal yang berjaga di depan pintu untuk mengambilkan sesuatu dari kereta barang yang membawa barang pribadi milik Sang Hadiwijaya. Diambilkan dan dihaturkanlah barang itu kepada sang putra Ki Kebo Kenanga. Sebuah kotak kayu polos tanpa ukiran yang diselimuti oleh kain putih yang sudah tampak lusuh.

Dibukalah kotak yang terbuat dari kayu cendana itu. Isinya adalah sebuah bilah tombak dengan bentuk yang sederhana. Bahannya adalah tosan aji atau besi pamor, bahan yang sama dengan keris pada umumnya. Pamor yang terlukis di bilah tombak itu seperti bentuk abstrak yang menarik di mata. Sementara bentuk bilah tombak itu tanpa ada kelokan atau yang kaprah disebut luk, jadi ia hanya lurus saja. Tetapi, aura yang keluar dari bilah tombak sederhana tampak kuat. Siapa yang memandanginya akan merasa merinding sendiri. Bukan main-main, bilah tombak itu adalah pusaka bagi Kesultanan Demak.

“Aku berikan tombak ini padamu,--“ ujar Sang Hadiwijaya.”—tombak ini adalah tombak pusaka Kesultanan Demak yang diberikan oleh Sultan Trenggana padaku. Namanya Kyahi Pleret. Mulai sekarang, aku amanahkan padamu.”

Danang Sutawijaya dengan penuh rasa hormat dan kebanggaan menerima bilah tombak itu. Memang bilah tombak itu belum memiliki gagang, tetapi tentu mudah saja untuk mencari kayu berkualitas seperti kayu walikukun sebagai gagang tombak agar bisa digunakan untuk melawan Arya Penangsang kelak.

“Terkait strategi perang--,”Ki Juru Martani memulai diskusinya. Semua pandangan yang tampak serius diarahkan menuju ke arah murid tertua Ki Ageng Sela itu. “—sungai Bengawan Sore semenjak Arya Penangsang bertapa dipinggir bagian timurnya, telah diberi rajah mantra yang berisi kutukan bagi siapa saja yang melewatinya tanpa terkecuali. Jadi, aku ingin Danang Sutawijaya  memancing Arya Penangsang yang mudah marah itu agar melewati Bengawan Sore secara tanpa sadar. Dan ketika Arya Penangsang berduel dengan Danang Sutawijaya, pasukan yang sudah dipersiapkan di sisi barat Bengawan Sore akan menggempur sisa-sisa prajurit Jipang yang ada disekitar situ.”

Elegi Bengawan Sore : Gugurnya Arya Penangsang (Complete✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang