Chapter 2

2.3K 411 95
                                    

[Name] dan Khun Edahn berbincang-bincang selama berjam-jam lamanya. [Name] terus berceloteh tanpa terlihat lelah sedikitpun. Khun Edahn sendiri lebih banyak mendengarkan dibandingkan menyela dan menanyakan sesuatu yang tidak ia pahami dari cerita yang [Name] sampaikan.

[Name] menceritakan seluruh masalah hidup yang ia alam. Mulai dari betapa lelahnya ia menuntut ilmu sejak pagi hingga sore, betapa seram kedua orangtuanya, betapa menyebalkan saudaranya, juga kehidupan nolep-nya yang menyebabkan dirinya hanya memiliki beberapa orang teman saja.

Dari semua isi cerita [Name] dan beberapa pertanyaan yang diajukan Khun Edahn, kini Khun Edahn tahu bahwa [Name] bukan berasal dari menara. Dari luar? Mungkin saja.

"Kau berasal dari mana?"

"Asalku? Asalku dari Indonesia."

"Indonesia? Aku tidak pernah mendengar nama kerajaan itu sebelumnya."

"Tentu karena Indonesia bukanlah sebuah kerajaan, melainkan negara demokrasi."

"Negara demokrasi?"

"Yup, negara di mana pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Akan diadakan pemilihan presiden baru sekitar 5 tahun sekali."

"He... Menarik juga kerajaanmu itu."

"Sudah kubilang Indonesia itu bukan kerajaan, tetapi negara demokrasi!"

Khun Edahn terkikik geli. Dicoba lagi olehnya untuk menyentuh tubuh gadis di sampingnya, tapi lagi-lagi bagian tubuh yang ia sentuh tembus begitu saja.

"Kau benar-benar tidak mau coba menyentuhku?" Tanya Khun Edahn cemberut.

"Kau memegangku saja tembus. Bukankah sama saja kalau aku mencoba untuk menyentuhmu, hm?"

"Mungkin saja 'kan hasilnya akan berbeda?"

[Name] berdecak kesal sembari menggaruk rambutnya kasar. Selama beberapa saat, [Name] memandangi wajah Khun Edahn dengan ekspresi skeptis. Mata [Name] menyipit, Khun Edahn sweatdrop dibuatnya.

[Name] menjulurkan jari telunjuknya, berniat mentoel-toel wajah Khun Edahn. Namun, ketika dia menyentuh wajah Khun Edahn, sama seperti sebelumnya jarinya menembus wajah Khun Edahn begitu saja.

[Name] menghela napas, "Lihat? Sudah kubilang tidak bisa." [Name] melipat tangan di depan dada, lalu membuang muka ke arah yang berlawanan dari wajah Khun Edahn. "Memangnya kenapa kalau aku bisa menyentuhmu?"

"Yah~ dengan begitu kau akan percaya bahwa semua ini bukanlah mimpi," ucap Edahn sembari mengedikkan bahu.

"Tapi ini semua 'kan memang mimpi. Selain diriku yang tidak bisa bersentuhan denganmu, juga mana ada laki-laki punya rambut berwarna biru. Rambutmu itu asli 'kan dan bukan diwarnai?"

"Memangnya tidak ada yang mempunyai rambut biru di tempatmu berasal?"

[Name] menggeleng dengan ekspresi yakin, "Kecuali diwarnai, orang-orang di tempatku berasal itu memiliki warna rambut hitam, coklat, pirang, hitam agak kemerahan, dan putih. Orang berambut putih pun dikatakan sebagai pemilik kelainan, tapi kelainan mereka itu cukup keren menurutku."

"Jadi, apakah menurutmu diriku juga keren?"

"Maksudmu?" [Name] menaikkan sebelah alis, ia tidak mengerti maksud dari pertanyaan Khun Edahn.

"Aku 'kan mempunyai rambut biru. Beda dengan orang-orang di duniamu. Bukankah itu berarti aku ini keren?"

"Keren? Bercanda, eh?" Ucap (Nama) penuh nada ejekan.

Sekali lagi Khun Edahn merasa tertohok. Bukan hanya menatap dirinya jijik, [Name] sekarang malah mengejek dirinya. Jika para Kepala Keluarga Agung yang lain tahu, mungkin saja Khun Edahn akan ditertawakan oleh mereka.

I Want To Touch You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang