Happy reading
Don't forget to vote and comment***
Ceklek...
Dian membuka pintu rumah dan melihat keadaan sekitar.
Sepi.
Ia berharap ayahnya belum pulang dan tidak melihat keadaannya saat ini.
Ia pun menutup pintu dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Tak lupa ia membuka sepatunya dan ia letakkan di rak sepatu dan meletakkan helm di tempatnya. Setelahnya ia berjalan mengendap-ngendap menuju kamarnya.
Di kamar, ia melihat Dina yang sedang bermain dengan Kevin seekor kucing berwarna putih dengan corak hitam di tubuhnya yang sudah di pelihara sejak SMP.
Dina yang sedang bermain dengan Kevin menyadari akan kehadiran Dian. Dirinya terkejutnya saat melihat penampilan Dian yang bisa di bilang mengenaskan. Bagaimana tidak, seragam sekolah yang berantakan, dari baju yang di keluarkan, jaket abu-abu yang kotor, dan jangan lupakan beberapa lebam yang menghiasi wajahnya serta sudut bibir yang robek.
"Dian lo kenapa? Kok babak belur gitu?" tanya Dina khawatir. Bagaimana tidak khawatir jika melihat sang adik seperti itu.
Dian meletakkan tas sekolahnya di samping tas milik Dina. "Gue gak apa-apa," jawabnya.
"Serius lo?" tanya Dina dan hanya di balas deheman oleh sang adik.
"Ya udah sana lo mandi dulu nanti gue obatin wajah lo."
Dian tidak membalas apa-apa. Ia melenggang pergi meninggalkan Dina yang penuh dengan tanda tanya. Dina curiga, kenapa Dian bisa seperti itu. Ia menebak-nebak mungkin saja Dian habis berantem, mengingat anak itu hebat dalam ilmu bela diri.
Setelah selesai mandi Dian merebahkan tubuhnya di atas kasur. Di sampingnya ada Dina yang masih bermain dengan Kevin.
Melihat Dian yang menutup matanya, Dina buru-buru berdiri dan mengambil kotak P3K sebelum Dian tertidur. Lalu ia duduk di samping Dian dan meletakkan kotak P3K di sampingnya dan tidak lupa membangunkan Dian.
"Dian, bangun woy jangan tidur dulu. Tuh lukanya di obatin dulu,"
Dian sih ngikut-ngikut aja apa yang di katakkan Dina. Dia bangun dari acara rebahannya dan duduk di samping Dina yang sudah siap untuk mengobati lukanya.
Dina mengobati luka di wajah Dian dengan hati-hati, karena jika tidak bisa-bisa dia kena amuk Dian.
"Aduh... hati-hati goblok," ujar Dian yang kesakitan karena Dina tidak hati-hati dalam mengobatinya.
"Iya iya. Diem makanya,"
Tik.. tok.. tik.. tok..
Hanya ada suara jarum jam yang menghiasi keheningan yang di ciptakan mereka berdua.
Di sela-sela ngobatin luka Dian, Dina manfaatkan untuk bertanya kenapa adiknya ini bisa seperti ini "lo kenapa bisa kaya gini?"
"Gue gak apa-apa."
Selalu aja di jawab dengan 'gue gak apa-apa'. Dina bosen dengar jawaban yang sama setiap ia bertanya.
"Gak apa-apa gimana? Lo luka kaya gini lo jawab gak apa-apa?!" Keburu emosi Dina. Tapi ia harus sabar menghadapi anak ini.
"Jawab yang jujur. Lo kenapa? Berantem lagi? Sama siapa?!!"
"Iya gue berantem. Gue gak tau dia siapa, tapi dia yang mulai duluan," Dian sengaja menjeda ucapannya, "lo tau kan? Gue gak bakal berantem kalau gak ada yang mulai duluan. Lo tau itu kan na?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl or Boy?
Teen FictionCerita keseharian tentang cewek tomboy dan para sahabatnya. Apa yang akan mereka lakukan untuk hari ini atau esok. . . .