Happy reading...
Warn! Typo bertebaran
.
.
.Sudah satu minggu sejak Angga bertanya tentang kedekatan Rasya sama Mario. Sudah seperti rutinitas baru bagi mereka, sepulang sekolah pasti teman-temannya memaksa bakal nemenin Rasya nunggu Mario datang ngejemput. Kalau Mario sudah sampai pasti Rasya bakal diceng-cengin sama temen biadabnya.
"Mario, cepet di jedor tuh anaknya. Terus nanti bagi pjnya dong," kata Abdi saat Mario nyodorin helm ke Rasya. Si Mario cuma senyum ganteng nanggepin ucapan Abdi. Tapi kepalanya Abdi malah di geplak sama Rasya setelahnya.
Lalu Rasya pergi bersama Mario meninggalkan para jomblowan jomblowati yang meratapi nasib sebagai jomblo.
"Andai gue punya cowok kayak Mario," ucap Kiki tiba-tiba.
"Mario?" Tanya Daniel.
Kiki ngangguk, "iya Mario. Udah ganteng, tinggi, putih, senyumnya itu manis pula. Paket lengkap."
"Tanya aja ke Mario barangkali punya kembaran, lo bisa gebet kembarannya," usul Abdi.
Angga yang lagi nyalain motornya tapi nggak bisa-bisa akhirnya duduk menepi sekalian ngadem. "Kalau nggak, ambil aja Marionya."
Sesat.
"Ini nih ajaran nggak guna. Menyesatkan," kata Dian.
"Kan gue cuma nyaranin. Kalau emang di lakuin ya itu salah lo," bela Angga.
Tidak ingin mendengar keributan dan ocehan tidak berguna dari kedua temannya, Daniel berencana pulang lebih dulu. Ia pengin pulang dan rebahan.
"Udah-udah. Gue capek mau pulang. Ki, mau bareng nggak?"
"Iya dong. Biar nggak ngeluarin uang," jawab Kiki.
"Gue juga mau pulang, mau bantu abah," ucap Abdi. Setelahnya Abdi lansung tancap gas otw rumah. Daniel juga sudah tancap gas dengan Kiki di jok belakang, nebeng.
"Gue juga mau pulang," lalu Dian berjalan masuk ke gerbang tapi tangannya langsung di cekat Angga.
"Apaan lo pegang-pegang?"
Refleks Angga melepas pegangan tangannya pada Dian. "Lo katanya mau pulang, terus ngapain masuk sekolah lagi?"
Dian merotasikan bola matanya malas. Malas menanggapi. "Kan pagi tadi gue berangkat sama Dina, jadi pulang juga sama Dina."
"Sama gue aja gimana? Gue anterin deh sampai rumah. Ya ya ya?"
Dian mengerutkan keningnya, nggak yakin sama ajakan Angga. Walaupun niatnya baik, tapi setahu Dian Angga itu lebih licik dari Abdi. Pasti nanti minta aneh-aneh.
"Nggak ah. Gue kan bawa motor, ngapain harus pulang sama lo?"
Seakan tidak kehabisan ide, Angga memutar otak mencari sesuatu untuk sogokan. "Dijalan gue beliin seblak, gimana?"
Duh, kalau soal makanan siapa yang mau nolak. Benar kan?
"Seblak?
Angga mengangguk, "Iya seblak."
Dian terdiam. Ia mau-mau saja kalau di belikan seblak. Tapi kalau sekali-kali ngabisin duitnya Angga nggak apa-apa kan? Kapan lagi Angga mau beliin dia jajan.
"Ayam geprek di depan SMP 3 aja. Gimana?"
Angga menatap Dian yang lebih memilih ayam geprek yang harganya mahal. Padahal nggak ada ayam geprek di pilihan. Atau itu memang prinsip cewek jika ditawarin beli sesuatu pasti pilih yang lebih mahal? Kalau ada yang mahal kenapa beli yang murah, mumpung dibeliin ya kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl or Boy?
Teen FictionCerita keseharian tentang cewek tomboy dan para sahabatnya. Apa yang akan mereka lakukan untuk hari ini atau esok. . . .