[6]

17 5 4
                                    

Setalah sekian lama hiatus akhirnya author bisa up lagi. Happy reading...







.
.
.



"Bisa-bisanya si nenek lampir sialan itu ngelakuin hal kayak gitu ke Dian. Nggak habis pikir gue," Rasya menyender pada dinding kamar mandi, sedangkan Kiki sibuk membersihkan seragamnya yang terkena cipratan kuah bakso saat di kantin tadi.

Mereka berdua sedang menunggu Dian mengganti seragamnya dengan seragam olahraga milik Dina, karena seragam yang di pakai Dian tadi basah karena diguyur segelas es teh. Semua itu terjadi di kantin saat seseorang yang Rasya panggil 'nenek lampir' mendatangi Dian dengan perkataan yang sama seperti beberapa minggu lalu yaitu untuk menjauhi seorang kakak kelas bernama Ferli. Lalu saat Dian hendak pergi, 'nenek lampir' itu malah menjambak rambutnya dan berakhir mereka berdua saling jambak-jambakan rambut. Karena mungkin 'nenek lampir' itu kesal karena Dian membalas jambakannya, akhirnya dia menumpahkan es teh yang masih penuh kepada Dian. Tentu saja Dian tidak terima, ia balas dengan menumpahkan kuah bakso yang masih panas. Impas kan?

"Nenek lampir itu memang nggak ada kapok-kapoknya," balas Kiki.

"Bener banget. Harusnya si nenek lampir itu di kasih fakta yang sebenarnya biar berhenti dan nggak ngelakuin itu lagi. Mana tadi kak Ferli cuma diem aja, nggak ngapa-ngapain. Pengin gue bilangin kalau dia bego."

Ceklek..

Rasya dan Kiki melirik pada pintu yang baru saja di buka. Disana ada Dian yang baru selesai mengganti seragamnya menjadi baju olahraga.

"Udah?" Tanya Kiki.

"Iya."

"Ya udah ayo ke kelas," ajak Rasya dengan berjalan mendahului mereka berdua.

Sesampainya di kelas seperti biasa susana ricuh, nggak ada kalem-kalemnya nih kelas, liar semua, berasa di penangkaran hewan.

"Dia berulah lagi," ucap Daniel dengan menggenjreng gitar yang ia ambil di ruang musik.

"Dan akan terus berulah," sambung Angga dengan menjadi penyanyi.

"Sampai kapanpun," lanjut Abdi yang sekarang malah ikutan menjadi tukang gendang dadakan.

"Ho a ho e.. Janjine lungane ra nganti suwe suwe, pamit esuk lungane ra nganti sore," sekarang Angga malah cover lagu banyu langit dengan sapu sebagai micnya.

"Janjine lungo ra nganti semene suwene, nganti kapan tak enteni sak tekane," lanjut Abdi yang masih setia menjadi akang gendang.

"Udan gerimis telesono klambi iki, Jroning dodo ben ra garing ngekep janji," entah bagaimana ceritanya Reykhan yang baru masuk kelas melanjutkan liriknya dengan begitu menghayati.

"Ora lamis gedhene nggonku nresnani, nganti kapan aku ora biso lali," Rasya juga tidak mau ketinggalan karoke dadakan ini.

Yang lain hanya menatap mereka datar. Sudah biasa dengan kelakuan mereka jadi jangan heran. Emang nggak ada yang bener manusia-manusia itu. Bahkan si Daniel yang kalem mulai terbawa suasana karena terlalu lama bermain dengan mereka yang otaknya minus.

Mereka masih melanjutkan karoke dadakan itu sampai menyanyikan beberapa lagu. Tinggal nunggu guru yang ngajar di kelas sebelah negur mereka.

"Lagunya ganti woy," ucap seorang siswa yang biasa menjadi penjaga pintu kelas, jaga-jaga siapa tau ada guru.

"Lu yang nyanyi," usul Angga.

"Ogah."

"Dih."

Kiki yang jengah melihat tingkah mereka memutuskan untuk mengusir mereka. Bukan apa-apa, masalahnya mereka mengadakan karoke dadakan di meja tempat duduknya. "Udah sana bubar lo pada!"

Girl or Boy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang