2.4. Bahasa Hati, Bahasa Batin #1

512 37 2
                                    

[Dafa]

"Mukanya kenapa ditekuk gitu?" tanyaku sambil melirik ke arah Bela yang duduk bersila di atas tempat tidur. "Tadi kamu udah rela-relain bangun subuh buat setrika pakaian aku, sekarang biar aku yang setrika muka ka—"

"Plis, nggak lucu!" Bela memotong kalimatku dengan nada setengah membentak. Aku kaget, tidak menyangka akan mendapat respons seperti itu. Kuhela napas sebelum melangkah mendekatinya.

"Dek ...."

Bela memalingkan wajah. Ada semu merah pada wajahnya yang putih. Bukan semu karena malu, tapi karena marah.

"Aku minta maaf," ucapku sembari mengulurkan tangan hendak memegang tangannya, tapi ia segera menampik tanganku.

"Dari kemarin udah aku tahan-tahan, ya, Kak." Bela menggaruk-garuk punggung tangannya. Segera kuhentikan—dengan menggenggam tangan kanan—
sebelum tangannya lecet.

"Ada apa sih, Bels? Kamu jengkel karena aku ngambek sama Papi dan kamu kena imbasnya? Aku minta maaf. Insya Allah nggak akan aku ulangi lagi."

Bela menggeleng cepat. Wajahnya makin cemberut.

Trus apa yang salah? Pagi-pagi udah cemberut, rezeki bisa mabur semua.

"Cewek yang di dapur siapa?!"

Keningku mengerut. Mana aku tau. Yang ada di dapur subuh-subuh ya pasti Mami atau Mbak Mija.

"Cewek apa? Jangan-jangan kamu bawa-bawa mimpi ke dunia nyata, ya?"

"Apa sih, Kak? Cewek yang masak sama Mami kemarin maksud aku." Mata bulat dan besar Bela menatapku penuh intimidasi. Aku gelagapan seperti orang yang baru saja tertangkap basah melakukan kejahatan.

Mana aku tahu, Bels shalihah. Aku menghela napas.

"Cewek yang lumayan cantik, tinggi, masih muda, bodinya seksi, rambutnya sebahu, dan NGGAK BERHIJAB," ucap Bela tanpa jeda untuk bernapas, dan memberikan penekanan pada kata 'nggak berhijab'.

Apa dia sedang menunjukkan kecemburuan pada entah siapa dan aku sudah gagal peka?

"Cewek yang bantu Mami masak? Nggak berhijab?" Aku mengusap-usap dagu, berusaha memulihkan ingatanku. Yang nggak berhijab di rumah ini cuma Drupadi yang masih bocah sama ....

"Oh, maksud kamu Dinar?"

"Mana aku tau." Bela bersungut.

"Dia babysitter-nya Dru."

"Mami kan nggak kualahan, justru Kak Sasa yang kualahan. Lagian, cantik-cantik kok jadi babysitter?"

"Si kembar kan udah ada babysitter-nya, Dek."

Bela melenguh. Bibirnya mengerucut lagi.

"Dinar butuh kerja untuk menafkahi anaknya yang baru berumur tiga tahun," ucapku dengan seulas senyum. Bela tampak terkesiap. "Meskipun tidak butuh jaza dia, tapi selama kita bisa membantu, kenapa nggak? Ya kan, Bels? Kaya kakek-kakek penjual sapu lidi yang sering datang ke kampus-kampus itu. Meskipun kita merasa tidak butuh, tetap saja kita beli. Karena mereka butuh kemudahan untuk menyambut rezeki dengan cara yang diridhoi Allah; bekerja yang halal. Dan kita butuh jalan untuk menambah tabungan pahala."

"Ya, tapi kan ... beda. Dia itu cewek, dan dia ada tiap hari di rumah ini." Bela masih ngotot.

"Masalahnya di mana?"

"Kalau dia suka kamu?"

"Hak dia."

"Kalau kamu suka dia?"

Not Cinderella's Marriage✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang