3. Ku kira siapa

113 120 51
                                    

Hari senin, pagi sekali kulihat Ayah menyiapkan sarapan, seperti biasa hanya segelas susu dan roti panggang, aku yang sudah siap untuk ke sekolah menghampirinya.

"Gimana ujiannya?" tanya Ayahku saat aku tiba di meja makan.

"Lancar" aku menjawab singkat.

"Yakin kamu?" Ayah selalu saja begitu, membuatku ragu akan apa yang aku lakukan.

"Ayah lihat saja nanti, hari ini akan ada pengumuman nilai di mading sekolah" aku menjawab dengan agak kesal.

"Asal kamu yakin, ayah juga yakin"
Segera kulahap habis roti yang tersisa dan kuteguk segelas susu dan segera berangkat, aku tidak betah jika berlama lama di dalam rumah yang dulunya adalah surga sekarang menjadi neraka bagiku.

Di ujung persimpangan sana, Devan dan Elang sudah menungguku, kini giliran aku yang telat dari mereka berdua, ku pegang gas motor merah ini dan melaju menuju mereka, aku sendirian sedangkan Elang memilih di bonceng Devan.

"Eh Dep, si Alan kenapa? kok kayaknya marah marah?" tanya Elang pada Devan yang sedang mengendarai motornya.

"Mana gue tau, ada masalah kali" Devan menjawab lalu menambah kecepatan motornya mengejar aku yang lebih cepat dari mereka.

Tak perlu di tanya lagi, setiap hari pagiku selalu di penuhi dengan hal yang membosankan, sikap ayah yang seperti diktator bagiku, tak ada sapaan dari seorang ibu layaknya mereka, dan satu lagi, cewek cupu yang selalu menunggu di pinggir jalan menuju sekolah.

Sekolahku sudah dekat, dari atas motor kulihat tempat biasa Ara duduk menungguku sekedar mengucapkan selamat pagi dan memberikan bekal dengan kotak pink yang tak pernah kuterima itu, tapi kali ini aku tak melihat dia, mungkin saja dia berhenti mengejarku sekarang karena aku sudah memperjelas bahwa aku tidak menyukainya.

Sekilas aku merasa ada sesuatu yang hilang, kepergian Ara membuatku merasa lega namun merasa aneh di dalam lubuk hati yang paling dalam.mungkin selamanya aku tak akan pernah melihat Ara di sini lagi.

"Eh Al, lo kenapa?" tanya Devan yang ikut berhenti di samping motorku.

Aku hanya menggeleng menandakan bahwa aku sedang tidak apa apa sekarang, tapi tangan ini tak bisa untuk diam saat Elang nengatakan bahwa aku menunggu Ara.

"Nunggu Ara kali?" tok, dua jariku berhasil menjitak dahi Elang yang mengatakan aku menunggu cewek yang sangat aku benci itu.

"Udah Ah yok lanjut!" segera ku lajukan kembali motorku ini dan masuk menuju parkir di sekolah.

Aku segera turun dan merasa heran saat mereka yang ada di sekolah ini menatapku aneh, sebagian dari mereka tentu saja membicarakanku, entah itu apa, pikiranku mulai aneh, apakah seseorang tahu tentang aku yang menemui pria bermasker waktu itu. kacau.

"Mereka kenapa sih?" tanyaku pada Devan yang ikut merasa aneh saat melihat pandangan aneh mereka terhadapku.

"Gak tau, kali nilai lo nomor satu lagi" jawaban Devan sedikit masuk akal, mereka memang biasa menatapku begitu saat aku berada di nomor satu pada nilai hasil ujian, tapi kali ini benar benar aneh.

"Udah pasti kalau itu" Elang meyakinkan.

Kulihat mading sekolah di penuhi kerumunan siswa di sekolah ini, tapi satu yang membuat perhatianku teralihkan, seorang cewek dengan rambut di gerai, penampilan dia jelas jauh berbeda dari yang sebelumnya aku lihat.

Ara, cewek cupu di sekolah ini yang bahkan tak ku tahu nama panjangnya itu, dia berubah,.rambut hitam panjang yang biasa dia kepang kini di gerai, dan kaca mata itu, sudah dia lepas, sungguh jauh berbeda dari Ara yang tampil sangat tidak mengikuti perkembangan jaman.

Bego Not StupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang