warning: long chapter, please read in comfortable way
"Dengarkan baik-baik... yang perlu kita lakukan adalah mencari tahu kapan penjagaan mereka melonggar sehingga kita bisa mengambil kesempatan itu untuk kabur. Aku pikir mereka pasti akan mengawasi kita secara berganti-gantian. Di jam-jam di mana mereka berehat, di situlah ada celah. Kau bisa menggunakan belati itu untuk membunuh—tidak, maksudku melumpuhkan salah satu dari mereka kalau bisa; kalau terpaksa."
Jimin tertegun. Kata membunuh itu keluar dari bibir Yoongi dengan lancar, namun cepat-cepat diralat seolah-olah sebetulnya dia tidak ingin mengatakan itu di depan suaminya.
"Maaf," sesal Yoongi.
"Tak apa."
"Aku hanya..."
"Tidak apa-apa, Yoongi. Aku mengerti."
Jimin ingat dulu mata Yoongi begitu bening dan murni seperti air. Namun kali ini ada sesuatu yang menyala-nyala di permukaan air tersebut. Dia melihat wajah istrinya yang begitu serius, kemudian melepaskan sedikit tawa miris karena dia tidak pernah melihat ekspresi seperti itu dari Yoongi sama sekali. Bagaimanapun, meski Yoongi mengatakan kalau tak ada yang berubah, tetap ada yang berubah dan itu tak terbantahkan.
"Tapi jika itu yang ingin kau lakukan, ada risiko besar yang harus ditanggung."
Ucapan Jimin membuat Yoongi terdiam.
"Kita tidak bisa memanjat benteng, dan kupikir satu-satunya jalan keluar dari sini hanyalah pintu gerbang yang ada di depan. Mereka akan selalu menjaga pintu itu, bukan?"
"...ya."
Yoongi mengulum bibir, menunduk, berpikir. Memanjat benteng memang tak bisa jadi pilihan. Dia tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri dan mengabaikan keselamatan nyawa bayinya. Yoongi menyesal karena dia masih saja sering lupa kalau dia sedang mengandung.
"Lalu kita harus bagaimana—"
"Sst."
Sebelum kalimatnya selesai, Jimin menaruh telunjuk di bibir sebagai peringatan supaya Yoongi diam. Saat itu mereka sama-sama mendengar bunyi lantai yang berderit karena diinjak. Ada langkah kaki yang mendekat.
Gratak! Gratak! Pintu kamar dibuka dari luar. Seorang prajurit bertubuh kurus tinggi berdiri di ambang pintu dengan senampan makanan.
"Ini makan malam Anda," katanya pada Yoongi.
Suara prajurit itu terdengar dingin dan membuat Yoongi tegang. Dia tahu sang prajurit melihat pada Jimin dengan tatapan yang berbeda. Dia pikir sebelumnya Hoseok mungkin telah memberitahu mereka mengenai siapa suaminya ini.
"Kami akan mengurusi kebutuhan Anda selama Anda tinggal di sini. Jika Anda membutuhkan sesuatu, ketuk saja pintunya," tukas prajurit itu, sebelum ia menaruh nampan di lantai.
Yoongi mau menyela, namun sang prajurit sudah lebih dulu menutup pintu dan menguncinya lagi.
Mereka tetap diam sampai mereka yakin kalau prajurit yang membawakan makanan itu sudah menjauh. Lalu beberapa saat kemudian, Yoongi merangkak untuk menjangkau nampan di ambang pintu. Dia menarik nampannya pelan-pelan, dan saat itu barulah jelas apa yang dibawakan oleh sang prajurit untuk mereka. Ternyata itu hanya segelas air dan semangkuk bubur nasi yang encer. Yoongi mengambil gelas itu, menatapnya dalam-dalam seperti menatap sumur, sampai-sampai Jimin keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
moonshadow [pjm x myg]
Fanfiction(SUDAH DIBUKUKAN) Mulanya Yoongi pikir, selama dia bersama Jimin, semuanya akan baik-baik saja. Namun suatu ketika suaminya itu hilang tanpa kabar. Dia tidak mengetahui bahwa Jimin diculik oleh Raja, yang merupakan saudara kembarnya, untuk dijadika...