Bab 05: HUJAN DAN KEGAMANGAN

2.1K 371 352
                                    

Rinai tak juga usai. Sudah dua hari dia terus turun dan hanya mereda sesaat. Matahari dan bulan tidak diberi ruang untuk menunjukkan diri. Awan kelabu bergeming di langit, berkumpul rapat tanpa celah. Bebungaan menunduk kepada sebagian dari kawan-kawannya yang telah gugur tergerus air. Jimin melihat Yoongi berlari tergesa, hanya untuk menerjang dan memberinya pelukan yang ketat dan hangat. Ia balas memeluk, sembari membelai kepala Yoongi yang bersandar manja padanya. Namun siluet seseorang muncul di ambang pintu. Ketika petir menyambar, cahayanya sampai pada sosok itu dan ia melihat Yoongi yang berdiri di sana, memandangnya sedih, dengan darah yang mengotori hampir seluruh tubuhnya. Sementara, yang dipeluknya adalah....

"Yoongi!"

Jimin menjerit, tersadar dari mimpi. Dengan napas yang terengah-engah, ia menatap ngeri pada tangannya yang berada di atas kepala Yoongsun yang sedang bersandar di dadanya. Jimin melihat lelaki itu bergerak, mengangkat badan, kemudian memberinya tatapan tak suka.

Yoongsun bertanya, "Apa-apaan itu tadi?"

"Minggir kau!"

Segera saja Jimin mendorong Yoongsun dan beringsut mundur sampai membentur dinding. Ia seketika meringis saat rasa sakit menjalar dari belakang kepala dan luka di pahanya. Ototnya sudah menegang terlalu kencang, menarik jaringan di luka yang masih basah itu. Yoongsun tertawa kering melihat Jimin yang menderita karena agresinya sendiri.

"Bagaimana rasanya?"

Jimin mengerang, memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Ia merasa frustrasi karena kini rasa sakit itu seperti tidak memiliki titik yang pasti, hanya sakit, pokoknya sakit.

Luka-lukanya telah diobati oleh dokter dan perawat, dan ia telah diberi pakaian baru, juga dibiarkan tidur di tempat yang layak atas permintaan Yoongsun. Setelah dibawa ke istana, Jimin benar-benar tidak sadarkan diri selama dua hari—dan jika Yoongi tak datang ke mimpinya, ia mungkin akan terus tertidur. Dokter sempat menyampaikan bahwa ia mengkhawatirkan keadaan Jimin karena takut luka akibat pukulan dari benda tumpul di belakang kepalanya dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak. Jimin bisa saja tidak bangun dengan cepat dan kalaupun bangun ia akan mengalami trauma, secara fisik dan mental.

Yoongsun yang kecewa kemudian merajam anak buah Namjoon yang telah memukul Jimin tempo hari. Sementara jenderalnya itu dititah keluar istana untuk mengawasi Yoongi dan akan dipanggil kembali jika Yoongsun membutuhkan. Yoongsun tidak menghukum Namjoon, bukan karena apa-apa, ia hanya ingin fokus pada Jimin dan tidak mau membagi perhatian pada yang lain. Lagipula hukuman itu bisa disimpan untuk nanti karena Namjoon tidak akan ke mana-mana selama masa baktinya belum berakhir di istana.

"Apakah sebegitu sakitnya, hm?"

Yoongsun merangkak pada Jimin, kemudian memegangi kedua pergelangan tangan lelaki itu dan agak memaksa untuk mendekatkan wajah. Kepala Jimin yang terbalut perban disentuh dengan hati-hati. Ia juga berusaha untuk tidak mengenai luka di paha lelaki itu. Dalam jarak yang dekat, Yoongsun bisa mendengar embus napas Jimin yang berat, pendek dan patah-patah. Lelaki itu gemetaran, bibirnya memutih. Ia menduga kalau Jimin terkena serangan panik. Lantas, Yoongsun pun melepaskan Jimin, beralih menyelipkan tangan di ketiak lelaki itu dan melilitnya dalam pelukan.

"Kau akan baik-baik saja, ada aku di sini..."

Yoongsun melemahkan gestur juga napasnya. Ia mencoba meredakan getar itu dengan ucapan yang sangat lembut. Rupanya, ini berhasil membuat getar tubuh Jimin mereda. Yang tak Yoongsun tahu, saat itu Jimin seolah-olah mendengar suara Yoongi dan merasa bahwa yang sedang menenangkannya adalah istrinya itu.

"Yoongi...," cicit Jimin.

Yoongsun melepaskan diri sesaat sebelum Jimin membalas pelukan. Ia menatap lelaki itu dengan nanar, merasa tersinggung karena mendengar nama saudara kembarnya disebut. Dengan kasar ia mencengkram pakaian Jimin hingga kepala lelaki itu terantuk ke depan.

moonshadow [pjm x myg]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang