Yoongsun menundukkan kepalanya dan terus melihat ke bawah, untuk menghindari tatapan selidik dari sang ayah. Raja tidak berbicara apa-apa selama kurang lebih sepuluh menit, namun Yoongsun tahu kalau ayahnya itu sedang memerhatikannya. Remaja berusia lima belas tahun ini mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Dia sudah mulai bosan duduk bersimpuh di depan Raja.
"Appa-mama," kata anak itu dengan cicitan. Ia menggantung kalimatnya di ujung lidah.
Raja mendengus. Akhirnya dia berbicara, "Yoongsun. Aku mendengar dari para menteri dan bangsawan kalau anak-anak perempuan mereka takut melihatmu."
"K-kenapa, Appa-mama?"
"Mereka bilang kau terlalu cantik."
Yoongsun terperanjat dan di saat yang sama sedikit mengangkat kepalanya. Saat itu ia melihat ekspresi jijik di wajah sang ayah. Seketika ia merasa tertohok, sakit, tapi tidak tahu di bagian mana. Yang jelas, ia benar-benar tidak ingin melihat raut wajah ayahnya yang seperti itu. Yoongsun pun menunduk lagi, kini lebih dalam.
"Yoongsun, lihat aku."
Ia tidak mendengarkan perintah ayahnya. Lantas karena merasa jengah, Raja pun mencondongkan badannya melewati meja, kemudian mencengkram dagu sang anak. Dengan cengkraman itu kepala Yoongsun digerakkan ke kanan dan ke kiri.
"Appa-mama..."
"Aku tidak tahu kenapa kau malah memiliki wajah yang lembut seperti ini padahal kau seorang lelaki. Mengapa kau tidak bertumbuh menjadi seorang pangeran yang gagah? Aku ingin menikahkanmu segera supaya kedudukanmu di istana menjadi stabil, tapi kalau begini ceritanya apa yang mesti kuperbuat?"
Segera setelah Raja melepaskan cengkramannya, Yoongsun bersujud.
"Maafkan aku, Appa-mama..."
"Para puteri itu stres habis melihat penampakanmu di pesta. Rencana perjodohan ini pun malah seperti kontes kecantikan. Mereka berlomba-lomba untuk mempercantik diri melebihi dirimu," kata sang raja. "Tidakkah itu sangat konyol?"
Yoongsun menggigit bibir.
"Aku ingin melihatmu menjadi lelaki. Aku akan bertanya pada tabib istana apakah mereka bisa mempercepat kedewasaanmu atau tidak. Mungkin mereka punya ramuan."
Selesai bersemuka dengan sang ayah, Yoongsun membawa perasaan kesal yang benar-benar. Dalam kamar ia berkaca di cermin, melihat bayangannya sendiri. Wajahnya disebut terlalu cantik. Lalu apakah menjadi cantik adalah sebuah kesalahan? Dia tak pernah memilih punya wajah seperti ini. Lagipula, bukankah syarat menjadi wangseja adalah kekuatan dan kecerdasan yang mumpuni? Ia juga tak cacat sama sekali.
Yoongsun selalu serius dalam setiap hal yang mesti dia kuasai. Ia tidak pernah bermain dan memedulikan apapun selain belajar tentang ilmu pemerintahan dan berlatih beladiri. Ia pikir ia sudah memiliki bekal yang cukup untuk menjadi pewaris tahta, tapi mengapa hanya gara-gara wajah, ia diragukan?
Selain itu, soal isu pernikahan, ia pun merasa tak setuju. Ia tahu, pangeran-pangeran lain dinikahkan di usia mereka yang kurang dari dua puluh. Hanya saja Yoongsun tidak ingin seperti kerabatnya. Ia tidak mau hidup bersama dengan orang yang tak ia kenal sama sekali. Ia bahkan tidak tertarik untuk bergaul dengan perempuan, apalagi untuk menikah dengan mereka. Ia hanya ingin menjadi raja, menjadi pemenang dalam persaingannya dengan Hansung—anak selir yang jadi favorit sang ayah.
Mengingat Hansung membuat darahnya terasa mendidih. Ia sangat ingin memukul wajah saudaranya yang beberapa hari lalu sempat membuatnya tersandung dan jatuh di depan banyak orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
moonshadow [pjm x myg]
Fanfiction(SUDAH DIBUKUKAN) Mulanya Yoongi pikir, selama dia bersama Jimin, semuanya akan baik-baik saja. Namun suatu ketika suaminya itu hilang tanpa kabar. Dia tidak mengetahui bahwa Jimin diculik oleh Raja, yang merupakan saudara kembarnya, untuk dijadika...