Tragedi Powerbank

255 56 84
                                    

Bunyi bising yang disebabkan oleh benda jatuh menjadi backsound kamar bernuansa pink pastel milik gadis yang sibuk menggeratak seluruh sudut ruangan sambil mendumal.

"Ish! Kemana sih?" ia berdecak kesal karena tidak kunjung berhasil mencari powerbank miliknya.

Merasa perjuangannya mencari benda tersebut di dalam kamar berujung sia-sia, Anja berjalan keluar kamar. Tujuannya sekarang hanya lantai bawah, menemui Ibu ataupun Adiknya.

Kaki rampingnya menuruni anak tangga dengan setengah berlari.

"Vega!!! Liat powerbank gue, gak?!!"

Masih di undakan anak tangga, Anja sudah berteriak menanyakan barangnya yang hilang tanpa jejak kepada sang Adik yang tengah duduk bersila di atas sofa ruang tamu.

"Kagak."

"Perasaan gue taruh di atas meja tv dah" monolog Anja sambil menghampiri meja tv.

"Makanya jangan pake perasaan, pake tuh insting sama indera penciuman!" sahut Vega acuh.

Mata kucing milik Anja memicing menatap sang Adik. "Lo pikir gue anj-LAH ITU SAMA LO BANGSAT!" Anja spontan berteriak kesal ketika netranya menangkap benda yang sejak tadi di cari, berada di samping sang adik.

"Anja, jaga bicaranya!" dari arah dapur Ibunya ikut menyahut penuh peringatan kepada sang puteri.

"Iya, Bunda.." jawab Anja terdengar malas-malasan.

Vega menahan tawanya menyaksikan sang Kakak yang di omeli oleh Agatha. "Pfftt-berisik sih lo!"

Amarah Anja semakin meluap ketika Vega mencibirnya dengan ekspresi menyebalkan. "GUE MAU PAKE VEGAAAA!!" teriaknya meledak-ledak. Bahkan jika mau tahu, di dapur sana Agatha tersentak kaget karenanya.

"Bentar dulu, tanggung lagi push rank" sahut Vega penuh ketenangan, tidak seperti sang Kakak yang mungkin saja bisa langsung menelan Vega detik itu juga.

"Push rank pala lo meleduk! Balikin!" ujar Anja galak.

"Bentar ya Kakak ku sayang, sepuluh menit lagi" jawab Vega mencoba bernegosiasi dengan wajah yang di buat seimut mungkin, bertujuan ingin melemahkan hati sang Kakak agar mau memberinya akses memakai powerbank sepuas dia.

"Kagak-kagak! Siniin bazenk!"

Namun naas. Ekspektasinya terlalu tinggi, hingga mendapati realita yang menghantam keras dirinya. Anja merebut paksa benda tersebut dari pelukan Vega.

"AAAAAA ... BUNDA, ANJA NGELAKUIN KDRT TUH!!!"

Teriakan membahana penuh dramatis milik Vega memenuhi seluruh sudut rumah saat Anja tidak sengaja memukul lengannya hingga membiru.

🌼

"Makanya jadi cowok tuh ngalah sama cewek!"

"Dih, harus gitu emang?!"

"Ya iyalah!"

Agatha menghela nafas untuk kesekian kali mendengarkan perdebatan kedua anaknya yang tak selesai-selesai sejak tiga puluh menit yang lalu.

Jika saja ia memiliki kekuatan magic, ingin rasanya Agatha mengubah Anja dan Vega menjadi bocah kecil yang imut nan menggemaskan seperti dulu lagi.

"Ya gak bisa gitu lah! Makan hati lama-lama." bantah Vega tak terima perkataan sang Kakak.

"Berisik lo! Tuh liat Bunda, kenapa diam aja dari tadi?" cicit Anja usai mengubati luka memar di lengan Vega.

Vega sendiri langsung mengalihkan atensinya pada sang Ibu yang menatap kosong lantai.

"Bun?"

Satu kali tidak menjawab.

"Bunda..?"

Dua kali tidak menjawab.

Oke, kali ini Vega akan mengeluarkan jurus andalannya.

"BUNDA! MASAKAN GOSONG!!!"

"YA AMPUN! BUNDA LUPA!!!"

Vega tersenyum bangga melihat hasil dari jurus andalannya tersebut.

"Kan, berhasil" katanya menyombongkan diri.

Anja merotasikan matanya malas. "Iya berhasil, tapi abis ini lo bakal di cincang sama Bun-"

"VEGA ALTAIR DIRGANTARA!"

"Nah kan, apa gue bilang!" sahut Anja seraya bangkit dari posisi duduknya. "Selamat mendengarkan khutbah Bunda, Adikku sayang..."

Anja berlari kecil ke kamarnya sambil cekikikan menggoda sang Adik yang menatapnya galak meski terlihat jelas raut waswas nan ketakutan di wajahnya.


- t b c -

Bintang untuk Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang