Redup

128 30 19
                                    

Agatha menatap kosong pemandangan di hadapannya. Ruang senyap berdinding biru tua di dalam kantor kepolisian.

Di temani Aksa ia mendengarkan setiap kalimat yang berisi penjelasan kronologi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kedua anaknya dengan status sebagai korban.

"Itu tandanya mereka nabrak Vega sama Senja dari depan, Pak?" cakap Aksa menyimpulkan keterangan yang diberikan oleh polisi kepada mereka, menggantikan Agatha yang kembali menangis membayangkan Vega dan Anja ketika mengalami kejadian tragis tersebut.

"Benar, kami sudah menyelidiki kasusnya, dan keluarga tersangka akan bertanggung jawab atas biaya pengobatan korban kecelakaan ini."

Aksa mengangguk kemudian beranjak sambil membantu Agatha berdiri. "Terima kasih, tolong beritahu kami jika ada hal lain yang bersangkutan dengan Vega dan Senja." Keduanya pun meninggalkan tempat tersebut.

Ddrrttt ... ddrrttt

Aksa menghentikan langkahnya, ia merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponselnya yang bergetar tadi. Layar ponselnya menampilkan satu panggilan masuk. "Aksa angkat dulu ya, Bun." Agatha tersenyum tipis sambil mengangguk membiarkan Aksa pergi.

Mata Agatha tak lepas dari Aksa yang berbicara dengan wajah serius bersama orang diseberangnya, Agatha juga melihat dari mata pemuda itu memancar kekhawatiran yang besar.

Usai memutuskan panggilan, Aksa kembali mendekati Agatha. "Bun, kita harus ke rumah sakit sekarang."

🌼

Brak!

Penghuni ruangan yang pintunya di banting dengan keras itu spontan melompat terkejut. Jantungnya hampir turun ke perut jika saja si pelaku kebrutalan tersebut tidak segera tertawa dan meminta maaf.

"Kalau pintunya rusak, kamu harus tanggung jawab!"

Orang tersebut terkekeh lagi sebelum akhirnya menampilkan ekspresi sebal. Membuat si pemilik ruangan sekaligus pemimpin keluarga yang menyinggahi rumah tersebut beranjak menghampirinya.

"Ada hal apa sampai jauh-jauh datang ke sini?" tanya lelaki berusia empat puluh tahunan itu.

Yang lebih muda menghela nafas gusar, ia merogoh saku celananya mengeluarkan benda berbentuk persegi, lalu membuka benda tersebut untuk mengambil selembar foto yang ada di dalamnya kemudian di serahkan kepada pria yang menyandang status sebagai Ayahnya tersebut.

Mata sendu itu terbelalak melihat selembar foto yang ditemukan oleh puteranya.

"Di jalan tadi ada kecelakaan, aku nemuin ini sama dompetnya, mau di balikin tapi udah telat. Polisi sama team medis sudah bawa pergi korban kecelakaan itu."

Flashback on.

Karena kecelakaan tersebut jalan raya seketika mengalami kemacetan yang cukup panjang.

Dari sekian banyaknya korban macet lalu lintas tersebut, ada seseorang yang nampak kesal, bosan bercampur penasaran dengan penyebab kemacetan tersebut. Dia seorang mahasiswa yang baru saja pulang dari kampusnya dan tidak mengetahui apa yang telah terjadi. Pun karena didorong oleh rasa penasaran yang mendominasi, perlahan kakinya keluar dari mobil yang di parkirnya di pinggir jalan, lalu menghampiri kerumunan orang di seberangnya.

Ekor matanya menangkap beberapa unit kendaraan rusak berat teronggok di pinggir jalan. Perasaannya mulai menebak bahwa macet ini disebabkan oleh kecelakaan.

"Oh, God." gumamnya ketika hampir menerobos kerumunan tersebut team medis bersama polisi sudah mengevakuasi korban-korban tersebut lantas pergi bersama ambulan.

Bintang untuk Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang