Bulan yang Menarik

143 46 38
                                    

Kaki ramping yang di balut kaus kaki putih serta sepatu kets hitam itu melangkah ribut menyusuri lorong sekolah yang tertuju pada lapangan futsal.

Terik matahari seakan membakar objek yang ada di hadapannya, namun sama sekali tidak mengusik siswa-siswa yang asyik berlarian saling mengejar dan memperebutkan benda bulat bertotol hitam putih di lapangan.

Anja sudah berdiri di sisi lapangan, mengamati sang Adik yang masih mengoper bola ke rekan teamnya, lalu bersorak heboh sambil mengangkat tangan ke udara ketika ia berhasil memasukkan bola ke dalam gawang lawan dengan mulus.

Anja tersenyum ketika Vega mulai menyadari keberadaannya. Dia melambai, lalu berlari menghampiri  sang Kakak dengan rambut serta wajah yang basah karena keringat.

"Udah makan?" tanya Vega usai mengambil botol air mineral yang Anja berikan.

Anja menggeleng, mengambil sapu tangan yang di bawanya, kemudian mengelap wajah dan leher Adiknya.

"Kok geleng?" Vega mengerutkan keningnya, sekilas ia melihat rinjing makanan yang pagi tadi Agatha siapkan untuk mereka di genggaman Anja.

"Dari bel istirahat gue langsung ke sini" sahut Anja sambil menyimpan kembali sapu tangannya di saku cardigan.

Vega berkoor sambil mengangguk. "Oh, pantes"

Kemudian lengan kokohnya merangkul bahu sempit Anja, ia menoleh sebentar ke belakang.

"Bro, duluan" sahut Vega berpamit pada teman-temannya yang tengah berkumpul tak jauh dari tempat Kakak-beradik itu berdiri.

Mereka menoleh, dan salah satunya merespon.

"Duh, senangnya yang di perhatiin tiap hari sama Kakak cantik" teman Vega yang satu itu memang jahil. Suka menggoda kala mendapati Anja dan Vega berinteraksi cukup hangat.

"Jadi pengen punya pacar kayak Senja. Pacaran sama gue yok, Ja!" ia kembali menggoda sambil menaik-turunkan alisnya.

Vega merotasikan matanya malas, "Debu lapangan kayak lo ga cocok sama intan berlian kayak Kakak gue!" responnya pedas kemudian membawa Anja pergi menjauh dari teman-temannya. Tak perduli kala lelaki yang dikata 'debu lapangan' olehnya berteriak kesal.

"MULAI DETIK INI AKSA DAN VEGA RESMI KEMUSUHAN! AWAS LO MINTA NYONTEK BAHASA SUNDA LAGI KE GUE!"

Mendengar itu Vega hanya tersenyum miring.

"Masih ada Sean, ngapain gak di manfaatin. Ya kan?"

Lantas kemudian cubitan kecil Vega dapatkan di pinggangnya. Anja yang melakukan.

"Licik banget lo jadi manusia" hujat sang Kakak

Vega tidak tersinggung, malah ia tergelak cukup keras hingga menjadi pusat perhatian oleh beberapa murid yang ada di lorong sekolah.

Selama perjalanan mereka berbincang kecil,

Kemudian kembali hening ketika Anja mengingat sesuatu,

"Oh iya, Ve"

"Hm?" Vega kembali memusatkan tatapannya pada sang Kakak.

"Tadi ada murid baru di kelas gue, pindahan"

"Siapa?" tanyanya.

Keduanya sampai di tempat langganan mereka ketika pergi istirahat bersama. Taman kecil depan gedung praktik.

"Namanya Eris" jawab Anja seraya duduk di bangku taman tersebut. Vega mengikuti Anja, duduk di sampingnya.

"Anaknya pendiem gitu, tapi..."

"Tapi?" Vega kembali mengerutkan kening.

"Dia menarik perhatian gue" cakap Anja diiringi cengiran lebar yang membuat kedua matanya tenggelam dan membentuk sabit.

Entah, saat itu apakah hanya perasaannya atau memang nyata, bahwa tatapan biasa Vega kini berganti dengan tatapan dingin. Atau bisa di bilang,





tidak suka?

- t b c -

Bintang untuk Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang