Si dingin Eris

148 40 54
                                    

Jarum jam dinding mewah di rumahnya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun, si anak pemilik rumah masih terjaga bersama siaran malam di televisi.

Jika dilihat sekilas, memang dia tengah menonton tayangan dari benda elektornik tersebut. Namun ketika dilihat lebih dalam, maka hanya ada tatapan kosong di sana.

Yosa tak sepenuhnya menonton televisi, atau lebih tepat tidak sama sekali menonton acara tersebut.

Pikirannya sibuk dengan obrolan tadi sore. Obrolan yang sekarang menjerat dirinya kepada sebuah janji dan harapan meski secara tidak langsung diucapkan.

Setelah lama berkutat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Yosa mematikan televisi tersebut lalu beranjak dari sana menuju lantai dua dimana letak kamarnya berada.

"Gue tanya sekarang aja kali ya?" Yosa bermonolog usai melihat pintu di sebelah kamarnya. Itu kamar orang yang sejak tadi ia pikirkan.

Yosa mendekati pintu tersebut, mengetuknya perlahan agar tidak mengganggu pemiliknya.

"Ki..? Masih melek lo?" panggil Yosa. Namun tidak ada jawaban dari dalam, hingga lelaki itu kembali mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Kiki!?"

"Berisik! Tinggal masuk aja, ribet lo!"

Yosa tersentak kaget. "Perasaan gue ngetuk pintunya penuh kelembutan dah."

Yosa menggeleng tak habis pikir, lalu membuka pintu tersebut.

"Anjir, gelapnya!" ucap Yosa spontan ketika mendapati kamar milik sepupunya itu gelap gulita.

Meski gelap, Yosa masih melihat objek seisi kamar tersebut. Sepupunya itu perlahan beranjak dari kasur dan berjalan ke arah meja belajar.

Tring!

Ruangan gelap tersebut seketika terang. Kali ini Yosa sepenuhnya melihat jelas sang sepupu yang berdiri beberapa meter di hadapannya.

"Ngapain?"

Tanpa permisi lelaki itu duduk di kursi belajar milik Eris, sedangkan pemiliknya masih berdiri sambil melipat tangan di depan dada.

"Gue langsung ke intinya aja. Lo mau kerkom bahasa Inggris sama Mika, kan?"

Eris menaikan satu alisnya, kemudian mengangguk singkat.

"Dia minta bantuan ke gue, bikin lo supaya nggak dingin ke dia-"

"Kenapa harus melalui lo kalo dia bisa sendiri?" tanya Eris memotong pembicaraan Yosa.

"Ck! Itu dia, Ki. Karena selama lo sekolah di sana, dia kesulitan deketin lo, lo terus menghindar dan malah bilang lo alergi sama dia."

"Terus dia minta pembelaan ke lo? Dan lo membantu dia, ngomong semuanya ke gue supaya gue merasa bersalah dan minta maaf terus nggak bersikap demikian lagi ke dia, gitu?"

Yosa menghela nafas sejenak lantas menggeleng. "Mika sama sekali nggak minta pembelaan apapun dari gue. Gue sendiri yang mau coba bantu. Lo bayangin deh kalo kerkom dan kita saling asing, apa nyaman? Sharing pun rasanya udah males. Lo emang belum ngerasa atau bahkan nggak pernah ngerasain karena lo anak yang anti sosial."

Eris bergeming, sama sekali tidak menjawab atau malah tidak ingin menjawab ucapan Yosa. Membuat Kakak sepupunya menghela nafas frustasi, Yosa jadi gemas sendiri melihat tingkah laku Eris yang semakin hari semakin menyebalkan.

"Pokoknya gue minta besok lo baik-baik ke Mika. Kasihan anak orang udah mau tiga minggu berjuang tapi hasilnya nihil. Hargain dia."

Yosa angkat kaki dari kamar Eris, meninggalkan pemiliknya yang diam membantu.

Eris menghela nafas kecil, lalu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Manik kelam lelaki itu menatap langit-langit kamar, pikirannya tidak fokus, memori dua minggu lalu kembali berputar seakan memaksa Eris untuk mengingat kejadian-kejadian yang melibatkannya dengan gadis itu.

"Hallo, Eris. Gue Senja Mikaila, lo bisa panggil gue Anja biar akrab gitu, salam kenal ya. Semoga lo betah di kelas ini"

Eris sangat ingat, Anja adalah murid pertama yang mengajaknya berkenalan di kelas itu.

Namun jawaban dari dirinya seketika membuat senyum riang itu berganti kikuk.

"Gue rasa lo udah tau nama gue, mengingat tadi gue introduce di depan sana."

Lalu ketika bel istirahat berdering, Anja kembali menghampirinya.

"Eris, gue minta maaf soal kejadian di koridor, maafin gue ya? Dan, mungkin setelah ini kita bisa jadi teman?"

"Gue gak butuh teman"

Ucapannya kembali mematahkan semangat gadis itu.

Dan masih banyak lagi perjuangan Anja untuk mendekati Eris.

Puncaknya ketika gadis itu berlari menghampiri Eris yang duduk sendirian di kantin. Saat itu Anja hanya ingin menemani teman sekelasnya itu, sebab Anja berpikir Eris sedang kesepian. Namun bukannya di sambut baik dan menyuruhnya untuk duduk, Eris malah melontarkan kata-kata yang membuat Anja menjauh dari lelaki itu hingga saat ini.

"Eris ... gue te-"

"Jarak satu meter! Gue alergi sama manusia bernama Senja Mikaila."

Anja tersentak kaget, begitu pula Lyra yang berdiri dua meter di belakang gadis itu.

Saat itu Anja memaksakan diri untuk tersenyum, kembali mengucapkan kata-kata yang seketika membuat Eris tersadar bahwa ia sudah keterlaluan.

"O-oh, okey. S-sorry udah buat lo alergi karena terus gue deketin."

Eris jelas melihat manik itu berkaca-kaca meski bibirnya terukir senyum.

"G-gue duluan."

Belum sempat Eris membuka suara, Anja sudah berbalik dan berlari dari sana. Lyra yang memang berada di tempat kejadian, menatap Eris kesal lalu mengacungkan jari tengahnya sebelum pergi menyusul Anja.

Eris merunduk memikirkan ucapannya. Melihat reaksi Anja, melihat Lyra mengacungkan jari tengahnya, membuat Eris semakin merasa bersalah, belum lagi ucapan-ucapan pedas yang sebelumnya ia ucapkan.

Eris mengakui kesalahannya, namun tidak ingin meminta maaf lebih dulu, egoisnya terlalu mendominasi.

Meski demikian, dalam diamnya Eris terus bertanya pada Tuhan. Apakah ia masih memiliki kesempatan untuk kembali berdekatan dengan Anja lalu perlahan mematahkan egonya dan meminta maaf pada gadis itu.

Ya, tidak lama Tuhan menjawab semuanya. Lewat perantara tugas kelompok Bahasa Inggris, Tuhan kembali memberi kesempatan pada Eris untuk memperbaiki semuanya.

Hari itu, Eris membenarkan bahwa ia bersyukur saat tahu teman kelompoknya adalah Anja. Eris ingin menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin, namun ketika Anja menatapnya dengan takut, Eris kembali mengurungkan niatnya.

Alasan Eris hanya satu, dia tidak ingin melukai Anja lagi dengan kata-katanya kasar miliknya.

"Bantu gue buat minta maaf ke lo" lirih Eris sebelum matanya perlahan terpejam.

- t b c -

Aku kurang puas untuk part kali ini :(
Maafin kalo menurut kalian ini berantakan ya.

Bintang untuk Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang