Janji Vega dengan Senja

210 52 46
                                    

Setiap sore, mungkin ini bisa di bilang sebagai rutinitas seorang Anja. Tepat pukul lima Anja akan pergi ke balkon kamarnya, menyandar pada pagar pembatas untuk menikmati langit jingga serta sorot hangat dari sang surya.

Bukan. Anja bukanlah seorang anak indie apalagi tengah kesurupan anak indie. Ini hanya kebiasaannya, itu saja.

Dan hari ini Anja kembali membuka pintu pembatas balkon dan kamarnya, seketika suasana remang dalam ruangan luas itu terang berkat sinar matahari yang masuk.

Anja duduk di teras, menikmati suasana sorenya di hari libur sekolah. Ini minggu akhir, dan esok sudah kembali senin. Namun mengapa sangat menyenangkan? Batinnya bingung dan bertanya-tanya.

Mata kucing itu menatap hamparan rumah-rumah, pohon, dan jalanan yang terlihat dari kamarnya yang memang ada di lantai dua.

Namun fokusnya seakan buyar saat ada asap yang menghembus di depannya. Anja mengernyit bingung, dan mengikuti jejak asap tersebut untuk menemukan letak asalnya.

Detik itu juga pupilnya melebar, dengan bibir membentuk huruf O.

Anja sukses terbelalak melihat Adiknya yang duduk sambil mengayunkan kaki dengan bibir yang menghisap lintingan tembakau.

"LO?!!" pekik Anja sama sekali tak mengubah ekspresinya. Terkejut.

Vega menoleh dengan santai, seakan sudah biasa Anja memergokinya.

"Ve, sumpah ya gue aduin ke Bun-"

"Ssttt...!" Vega melepas lintingan itu dari bibirnya. Meletakan telunjuknya di depan bibir, memberikan kode agar Anja diam. "Berisik, An, jangan teriak-teriak mulu. Kepala gue lagi pusing!" sambungnya lalu kembali menjepit rokok tersebut di antara dua bilah bibirnya.

"Sinting lo, ya! Sejak kapan lo ngerokok?" tanya Anja dengan sorot mengintimidasi sang Adik.

Vega mengetuk-ngetuk telunjuknya di depan dagu, seakan mengingat-ingat kapan pertama kali ia menghisap lintingan berbahaya tersebut.

"Sejak naik kelas dua. Gue ngerokok kalo lagi mumet aja" jawabnya santai.

Anja menepuk dahinya tak habis pikir. Namun ia semakin bingung ketika lintingan yang masih menyisakan setengah itu di buang oleh Vega setelah mematikan ujungnya yang terbakar.

"Kenapa di matiin? Habisin aja tadi mah, terus begitu sampe paru-paru lo makin rusak!" omel Anja sambil mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Anja tidak suka Vega seperti itu. Anja tidak suka ketika tahu adiknya merokok. Sebab Anja tahu, Vega memiliki masalah kesehatan pada paru-parunya. Dan merokok hanya akan membuat Vega semakin menyiksa si paru-paru.

Vega di vonis memiliki penyakit asma sejak ia naik ke kelas tiga SD. Maka dari itu Agatha dan Anja sangat menjaga kesehatan pemuda tersebut, terutama pada saluran pernafasannya. Tapi apa yang sekarang Anja lihat? Vega dengan seenak jidat merokok dan bilang bahwa ia mulai mengkonsumsi lintingan tembakau itu sejak naik kelas sebelas. Itu artinya kurang lebih sudah setahun ia merokok.

Anja kesal dengan Vega, tapi juga kesal pada dirinya sendiri. Dari mana saja ia hingga tidak tahu bahwa sang Adik sudah mulai nakal seperti itu.

"Kalau paru-paru gue yang rusak gak apa-apa, kan emang udah dari dulu. Tapi asal jangan paru-paru lo. Paru-paru lo masih sehat, jadi harus gue jagain." sahutnya santai menatap sang Kakak sambil tersenyum kecil.

Anja menghela nafas, lantas membalas tatapan sang Adik.

"Sini rokoknya!" perintah Anja sambil mengulurkan tangan.

Tanpa banyak bicara Vega menyerahkan bungkus rokoknya ke tangan sang Kakak. Jangan heran mengapa Anja dapat meraih bungkus itu. Sebab balkon kamar mereka hanya berjarak satu meter, jadi mudah saja bagi keduanya untuk memindah-tempatkan sesuatu, seperti bungkus rokok tersebut contohnya.

Rokok tersebut Anja masukkan ke saku cardigan yang ia pakai, lalu kembali menatap Vega.

"Satu tangan lo sini!"

Tanpa mau berdebat Vega mengulurkan tangannya.

Anja mendekat, lalu ikut mengulurkan tangan, meraih jemari sang adik untuk menautkan kedua kelingking mereka.

"Lo harus janji sama gue!" tuntut Anja menatap lurus sang Adik usai berhasil menautkan kelingking mereka dengan susah payah.

"Janji apa?"

"Janji gak akan ngerokok lagi, selamanya."

"Iya janji"

"Bilang dulu!" omel si gadis sambil mendelik galak.

Vega menghela nafas malas, "Di bawah langit sore, disaksikan sinar matahari dan hembusan angin, gue janji sama lo buat nggak ngerokok lagi."

"Selamanya?"

"Selamanya."

Anja tersenyum penuh kemenangan, lalu melepaskan tautan mereka.

"Lo udah janji, jadi gak boleh di langgar! Dan rokok ini bakal gue buang biar Bunda gak tau"

Vega menggangguk saja sebagai jawaban lalu berjalan masuk ke kamarnya sebelum berujar sesuatu yang membuat Anja serasa terhipnotis hingga kepalanya mengangguk tanpa permisi lebih dulu.

"Masuk lo, udah mau malem. Udara makin dingin, entar masuk angin!"

Lantas lelaki jangkung pujaan para perempuan di sekolah mereka, menghilang di balik pintu balkon kamar miliknya.

- t b c -

A.n :

Hallo, aku balik lagi bawa chap baru!
Udah tiga part nih, gimana menurut kalian? Kalo ada kekurangan atau kesalahan mohon dikoreksi biar aku bisa memperbaikinya ya ^^

Aku juga mau bilang, mulai minggu selanjutnya buku ini akan update seminggu dua kali. Untuk harinya mungkin gak nentu. Jadi, selamat bertemu minggu depan, bye!

Bintang untuk Senja [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang