********

367 37 3
                                    


>>


"Okay. Do you really want to know the truth?" Mirza menoleh, lalu menganggukkan kepala. "Aku kayaknya nggak cocok pacaran sama cowok finance."


Sejak kemarin dia sudah membulatkan tekad untuk nggak bilang yang sebenarnya pada sahabatnya itu. Selain karena malu, dia nggak kepengen Mirza menatapnya dengan kasihan. Apalagi karena dia tahu semua tentang dirinya, termasuk yang terjadi di departemen cintanya. Terakhir kali pacaran lima tahun lalu, dan terus jomblo sampai sekarang.


Not like she's desperate or something, tapi punya pasangan di masa-masa berat seperti sekarang sepertinya enak juga. Kayak Mirza dan Urbano tuh. Makan, tidur, dan tinggal bersama di apartemen cowok itu. Seandainya Indonesia melegalkan pernikahan bagi kaum LGBT, pasti udah married deh mereka berdua. Dan jujur, nggak sekali dua kali dia jealous sama Mirza. I want what he have, kata suara hatinya.


"'Scuse me?"Suara Mirza melengking tinggi sampai Urbano dan satu-satunya pengunjung kafe mereka kompakan menoleh ke arah mereka. "Gue nggak salah denger kan ini?"


"Nggak. Just my preference," kata Araminta sambil mengangkat bahu.


"Oh. Mein. Fucking. Gott! Gue nggak nyangka, selama ini sahabatan sama MONEY HATER."


Araminta terbelalak. Anjrit, istilahnyaaa....


"I'm not a money hater," balas cewek itu defensif.


"Yes. Yes you are!" serunya sambil menudingkan telunjuk ke arah Araminta. "For Gaga's sake, seandainya beneran nggak cinta pun, kenapa nggak dipertahankan sedikit lebih lama? Coba kalo lo masih terus jalan sama dia, mungkin dia bisa ngasih masukan-masukan berharga tentang cara ngedongkrak bisnis kita yang lagi lesu ini. Or even better, dia bisa ngasih kita pinjaman dengan bunga sangat-sangat rendah."


Mirza lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe. "Lo nggak lihat keadaan kita sekarang? Lo dan gue kayak di pasir isap, semakin kepengen keluar, semakin terseret kita lebih dalem. Apa perlu gue ingetin juga, kita udah sampe make duit tabungan juga lho untuk nerusin kontrak kafe ini. Kalo ada PSBB part tiga lagi, we're literally done. Finito! Mau bangkit gimana juga, sekarang aja udah abis-abisan gini."


"Yahhhh! Sori, Za.... Gue nggak kepikiran sampe ke sana. Tapi jangan langsung nyerahlah. Mungkin kita bisa kayak orang-orang zaman sekarang, berpromosi lewat sosmed." Araminta lalu teringat sesuatu. "Atau... bikin video kayak Mang Oleh. Lo tahu kan, gara-gara videonya yang viral dulu itu, dagangan odadingnya laris manis sampe sekarang?"


"Hoooo, emangnya lo main Tik Tok juga?"


Araminta menggeleng. Menurutnya, Tik Tok itu cuman buat abege dan twentysomething. Cewek kepala tiga seperti dirinya udah nggak pantes joget-joget dengan skill seadanya di depan kamera. Dilihat pun sudah tak elok. And kinda pathetic.


"Terus lo mau ngandelin apa, Instagram? Follower lo aja nggak nyampe 500!"


Happiness Can't Buy Money (PREORDER NOW)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang