{ Chapter 11 }

0 0 0
                                    

Aku yakin aku bisa.
~Dhika~

•••

Layar ponsel Sania menyala. Sania berjalan ke arah brankas, mengambil ponsel dengan tangan kiri memegang makanan ringan kesukaannya.

From : Aji
Makasih buat hari ini

To : Aji
Aku yang terimakasih harusnya
Ponsel sania bergetar.

From : Aji
Yaudah sama-sama. Sania? Libur semester nanti kamu mau pulang ke indonesia atau tetap disini?

To : Aji
Pulang kayaknya. Ibu aku udah menyuruh untuk cepat pulang bahkan sebelum pemberitahuan libur semester

From : Aji
Wajar. Kamu perempuan, dan jarak indonesia kesini itu jauh. Ibumu pasti khawatir

To : Aji
Hahaha. Iya, setidaknya aku bersyukur karena artinya ia sayang aku. Kamu sendiri gimana? Akan menetap disini?

From : Aji
Aku ikut kamu

To : Aji
Maksudnya?

From : Aji
Malam Sania. Mimpi indah
Read

Sania menghela napas gusar. Aji dengan kekakuannya. Dan Aji dengan segala tandatanya. Sania memilih menghabiskan makanannya, Menggosok gigi, dan terlelap dalam mimpi indah.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Jika indonesia tiap paginya identik dengan suara ayam berkokok untuk membangunkan orang. Lain lagi dengan london, utamanya Sania. Jam weker yang menunjukkan pukul 5 pagi itu berdering nyaring. Dengan mata yang masih mengantuk, Sania berjalan ke arah toilet untuk mengambil air wudhu. Melaksanakan kewajibannya sebagai muslimah meski dengan kebiasaan yang berbeda.

Celana levis, sweater bigsize, dan pashmina dengan warna senada menjadi pilihan Sania hari ini. Mengambil sepatu kets hitam putih dari rak sepatu, Sania segera berangkat menuju kampus.

“Hai Sania!” Chelsea berteriak riang.

“Hai Chelsea! How are you today?”    
                                                                                                                                                                                           
“Very well, Sania. I’m so happy yesterday. And i think you too.”

“Hmm ... yaa. Maybe,” ucap Sania.

"Are you really going to Indonesia later?" tanya Chelsea

“Ya.”

“I will miss you Sania,” Chelsea berucap dengan raut yang sengaja disedihkan.

“Don't overdo it Chelsea, is only two weeks old. Or even less."

"But still I will miss you." Elak Chelsea.

"Me too chelsea."

“Is it true?” mata Chelsea berbinar.

"Not really." Goda Sania sambil berlari menjauhi Chelsea. Tawa kecil keluar yang semakin menambah manis wajahnya.

“Sania!” Chelsea berteriak cukup keras. Mendapat tatapan dari mahasiswa dan mahasiswi lain, Chelsea berusaha mengejar Sania.

"Hahahaha. Apparently pranking someone is fun too."

Tubuh Sania terbentur dengan seseorang. Sania mengelus lengannya sedikit. Melihat orang yang ia tabrak seketika tubuhnya kaku. Entah kenapa, tapi selalu saja saat bertemu dengannya udara seolah menjadi lebih dingin dan tubuhnya sangat menjaga pergerakannya.

“Kamu gapapa kan Sania?” Aji bertanya dengan raut wajah yang terlihat khawatir

“Hah,eh, iy-ya gapapa. Maaf ya,” Sania berujar dengan rasa tidak enak.

“Santai aja. Kamu ngapain lari-lari gitu?”

“Sania! You are mean! I wore high heels but you ran a-” “ ucapan chelsea terjeda.” "Y-you should say if you want to meet Aji. I'll go first, bye Sania, bye Aji." Chelsea dengan terburu-buru menjauh.

“Bye Chelsea,” jawab Aji.

“Chelsea wait-“ ucapan Sania terjeda.

“Ayo sania. Udah mau masuk kelas.”

“Hah? I-iya.” Sania menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mengekori Aji yang berjalan pelan didepannya.

“Okay students, today is our last meeting in this semester. Tomorrow you will have a day off and come back in the new semester. Thank you for your cooperation. Happy holiday and don't forget to keep studying.” Mr. Louis membubarkan kelas terakhirnya. Sania memasukkan alat tulis ke dalam tasnya.

“Sania, mau langsung pulang?” tanya Aji menyusul Sania keluar ruangan.

“Iya, aku harus menyiapkan pakaian dan tiket pesawat besok. Abi sakit dan dia minta aku cepat pulang.”

“Oh, oke. Hati-hati.”
Sania tersenyum. Mengucapkan salam dan pamit pergi dengan sedikit tergesa.

“Taxi!” Sania memberhentikan taxi yang melintas. Di tengah perjalanan ia merasa ponselnya begetar. Terdapat panggilan telepon video dengan nama abi dan emoticon hati disampingnya.

“Assalamu’alaikum abi.” Ucapan salam itu terdengar ceria.
“Waalaikumussalam neng. Kumaha kabarna? Damang?” tanya abi.

“Alhamdulillah. Abi kumaha? Ko mukanya tambah pucet kitu?” raut khawatir terlihat di wajah Sania.

“Abi sehat neng. Ini teh namanya sakit kangen. Makanya neng cepet pulang ya?” dengan sedikit terbatuk abi masih dengan candaannya.

“Atuh abi, eneng jadi ngerasa bersalah. Harusnya mah eneng gak usah kuliah jauh-jauh. Eneng pindah aja ya bi?” ucapan itu terlintas di bibir Sania begitu saja.

“Ulah kitu atuh. Abi Cuma sakit biasa, jangan dilebih gitu. Pokoknya mah abi selalu doa yang terbaik buat eneng. Eneng juga jangan lupa berdoa supaya gusti Allah kasih kemudahan. Jangan tinggalin solat juga ya neng.” Pesan Abi.

“Siap abi itu mah.”

“Have arrived miss.”

“Abi, eneng tutup dulu ya? Eneng mau turun dari taksi, nanti eneng telepon lagi. Assalamu’alaikum.”

“Iya neng. Waalaikumussalam.”

Sania membuka kunci pintu rumahnya. Ia menghela napas panjang. Melihat wajah pucat ayahnya, ada rasa penyesalan yang hadir. Sania memejamkan matanya, meyakinkan diri bahwa ia tetap harus bertahan supaya tidak mengecewakan semua orang yang sudah yakin dan mendukungnya. 

•••

Carita Cinta RaharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang