Terimakasih mengizinkan aku menjadi salah satu pemeran di kehidupanmu.
~ dhika ~•••
Dua minggu sudah terlewati. Hari-hari yang Sania kira akan menyenangkan karena ia bermimpi bisa berkumpul dengan keluarganya justru malah sebaliknya, dua minggu ia lewati dengan penuh kecemasan. Mengetahui penyakit aba yang tidak biasa, rasa takut kehilangan menjalar dalam tubuh Sania. Namun ia mengingat pesan uma, bahwa ia tetap harus bersemangat mengejar mimpinya. Semua orang yang menyayanginya menaruh harapan besar kalau ia akan berhasil. Demi aba, demi uma, demi Aa, demi impiannya, Sania kembali membulatkan tekad untuk maju dan tidak terpuruk.
“Aba, eneng pamit ya? Aba jaga kesehatan, rajin diminum obatnya, jangan begadang, jangan banyak pikiran, jang-“
“Eneng, pesennya banyak banget.” Aba terkekeh kecil. Putrinya itu memang sebelas duabelas dengan uma nya. Sangat rewel terhadap banyak hal.
Sania terkekeh. “Maaf atuh aba, pokoknya mah eneng sayang aba.”
“Aba juga sayang eneng. Baik-baik ya disana. Jaga kesehatan, ibadah jangan ditinggal, semangat belajarnya,” ujar Aba.
“Siap aba. Yaudah uma, aba, eneng berangkat ya, assalamu’alaikum.” Menyalami kedua tangan orangtuanya.
“Waalaikumussalam. Hati-hati neng.” Sania menutup pintu ruang inap. Meski berat, tetap harus pergi menggapai masa depannya.
Sania berangkat menuju bandara bersama Firman. Kakak laki-lakinya itu memang bisa diandalkan. Sangat baik hati dan sosok penyayang keluarga.“Aa, kalo ada apa-apa kabarin eneng langsung ya? Kalo boleh jujur mah eneng mau disini aja. Eneng takut pisan sama keadaan aba,” ujar Sania dalam perjalanan dengan mobil putih kakaknya.
“Iya sayang. Kamu tenang aja. Aa pasti jagain aba, jagain uma juga. Aa bakal hubungin eneng kalo ada sesuatu.” Firman mengelus pelan kepala Sania.
Sania tersenyum. “Makasih ya Aa.”
Setelah menempuh perjalanan cukup lama akhirnya Sania sampai di bandara. Meski sempat terjebak macet, ia tidak tertinggal pesawat walaupun pesawat sudah ingin lepas landas.
“Makasih Aa udah nganter eneng. Aa sehat terus ya. Eneng berangkat, assalamu’alaikum.”
“Iya neng. Waalaikumussalam warahmatullah.” Sania berlari menuju pintu pesawatnya.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Pagi hari di London. Meski tidak seceria hari-hari sebelumnya Sania tetap menjalan rutinitas hariannya. Yang berbeda, jika tiap hari ia akan berangkat pagi menuju kampus, maka hari ini ia masih bergelung di bawah selimut sambil menonton drama dari laptop miliknya.
Ponsel yang ia letakkan disamping laptop menyala. Cepat-cepat ia membuka pesan yang ia kira dari kakaknya.
From : Aji
Kamu udah berangkat ke london lagi?
Sania menimang antara langsung membalas atau membiarkan dulu pesan tersebut tidak terjawab. Namun ia memilih membalasnya.
To : Aji
Udah kemarin baru sampai london
From : Aji
Aku juga berangkat ke london kemarin
Kamu kenapa gak bilang? Jadi kan kita bisa satu pesawat lagi
To : Aji
Kamu gak nanya
From : Aji
Iya juga ya
Cewe emang gengsian ya
To : Aji
Heh ngetik apa itu
From : Aji
*delete this message*
Bercanda
Jangan marah ya sun
To : Aji
Enggak ko santai aja
From : Aji
Besok ada acara?
To : Aji
Enggak kayaknya
Chelsea juga belum tau aku udah balik kesini
From : Aji
Kita ke restoran yang kemarin mau gak?
Ke restorannya aja
Ajak Chelsea juga gapapa
To : Aji
Hmm boleh
Aku ajak Chelsea ya
Nanti aku kabarin lagi
From : Aji
Oke
Read.Keesokan harinya, pukul 10 pagi Sania sudah rapih bersiap pergi. Meski hatinya setengah yakin dan gugup ia mencoba untuk terlihat biasa saja karena Chelsea baru mengabari kalau ia tidak bisa ikut disaat Sania sudah rapih dengan pakaiannya.
“Kamu udah nunggu lama?” Sania bertanya ketika melihat Aji datang lebih dulu.
“Enggak ko. Baru juga dateng,” ujar Aji.
“Udah pesen?”
“Belum, bentar ya aku panggil pelayannya.”
“Kamu kenapa ko gak nyaman gitu?” Aji bertanya karena melihat gelagat tidak nyaman dari Sania.
“Hah? Eng-enggak ko. Aku Cuma gak biasa aja pergi berdua sama temen laki-laki. Maaf kalo kamu jadi ikut gak nyaman.”
“Eh enggak ko gapapa. Ini juga sebenernya first time aku jalan berdua sama perempuan.” Aji menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal. “Gatau keberanian darimana aku ngajak kamu.”
“Excuse me, this is the order.” Pramusaji datang dengan membawa pesanan mereka.
“Ouh, ya. Thank you.”
Saat sedang sibuk dengan makanannya masing-masing Aji bertanya sesuatu yang hampir membuat Sania ingin menghilang dari tempatnya.
"Sania, apa ..., apa aku boleh kenal kamu lebih jauh?”
“M-ma-maksudnya?” Sania mengulur hijabnya.
“Yaa maksud aku, apa aku boleh kenal kamu lebih jauh lagi?” Aji menatapnya dengan serius.
“Ya allah, naon ini teh maksudnya?” Sania berkata dalam hati.
“Sania, hey. Kalo pertanyaan aku susah buat kamu jawab lupain aja. Aku juga yang salah nanya hal aneh kayak gitu.”
“Hah? Eng-gak ko. Aku ..., aku Cuma kepikiran aja sama aba. Aba masuk rumah sakit, jadi aku khawatir sama keadaannya.” Alibinya.
“Kalau boleh tau, aba sakit apa?”
“Aba ..., aba terkena kanker otak stadium dua.” Sania berkata dengan getir.
“Sebenernya aku takut banget Ji kehilangan dia. Aku takut.” Seperti ada ribuan jarum menghantam dirinya, Sania mencoba menahan air mata yang akan menetes.
“Sstt ..., kamu yang kuat ya. Banyak berdo’a sama tuhan. Kita harus optimis kalau aba kamu akan sembuh. Kamu harus kuat, senggaknya buat beliau.” Aji mencoba menguatkan.
“Iya, makasih. Maaf jaadi curhat ke kamu.”
“Gapapa ko, makannya di lanjut ya.”
Sesuai perkataannya, mereka langsung pulang setelah makan di restoran tersebut. Namun, Aji memilih untuk mengantar Sania pulang lebih dulu.
“Makasih banyak ya Ji. Makasih untuk semuanya."
“Semuanya?”
“Yaa iya. Makasih udah ngajak aku, makasih udah ntraktir aku makan, makasih udah anter pulang, maka-“
“Udah makasih nya ya. Kamu makasih mulu dari kemarin.”
Sania tersenyum lebar.
“Sania, jawaban yang tadi gimana?”
“Jawaban?”“Soal aku mau kenal kamu lebih jauh? Kamu ada jawabannya?”
“Soal itu ..., aku bolehin kamu masuk ke kehidupan aku. Tapi aku gak bisa menjanjikan atau memberikan apapun,” Ucap Sania ragu.
“Itu gak jadi masalah buat aku. Makasih udah kasih aku kesempatan. Aku pamit dulu.”
“Iya hati-hati.”
Aji tersenyum. “Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam.”
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Carita Cinta Rahara
RomanceCinta adalah anugerah dari sang kuasa untuk tiap-tiap makhluknya. Semua orang berhak untuk jatuh cinta tanpa perlu meminta izin pada siapa dia melabuhkan hatinya. Ternyata rasa cinta juga berlaku pada Aji dan Sania, sepasang makhluk adam dan hawa ya...