01 : awal bertemu⛅

5 2 0
                                    

Zayyan Lamont Kandrick (1)
 

***

Mobil sedan hitam milikku, melaju pelan di jalan raya. Sesekali mulut juga ikut bersenandung mengikuti lagu yang terputar di radio mobil. Aku tersenyum kecil. Hari ini, adalah hari pertamaku magang di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tidak terasa, tidak lama lagi aku akan lulus kuliah dan wisuda.

Aku berhenti sebentar ke supermarket dekat dengan pasar, ingin membeli beberapa cemilan untuk mengisi perut yang kosong. Belum sempat keluar dari mobil, seorang pria berjaket kulit berjalan agak tergesa dari arah depan. Aku memekik kaget saat dia terhuyung dan kepalanya membentur depan mobilku. Pria itu berdiri, lantas menatapku sebentar dari luar mobil. Ia melangkah gontai mengetuk kaca jendela mobil tepat di sebelahku.

Awalnya aku tak mau membukanya, kukira dia pria mabuk. Tetapi setelah melihat segumpalan darah menetes di wajahnya barulah kubuka pintu mobil, ingin memastikan pria itu baik-baik saja atau tidak.

"Tolong aku, biarkan aku masuk ke mobilmu. Sebentar saja," dia berbisik lirih. Wajahnya yang pucat membuatku tak tega melihatnya. Segera kuiyakan saat melihat segerombolan pria berlari ke arah kami. Kulajukan mobil menuju rumah sakit. Entah kenapa, aku berniat untuk menolong pria asing itu. Bisa saja jika pria itu adalah kawanan perampok dan segerombolan pria itu adalah polisi? Ah, jika benar, aku dalam masalah besar sekarang.

"Berhenti saja di sini, aku akan turun." Pria itu bangkit dari posisi berbaringnya. Aku menatapnya dari arah kaca spion. Sangat menyedihkan. Rambut berantakan, pakaiannya kotor, wajahnya bersimbah darah, seperti habis di keroyok pikirku.

"Tidak, kita ke rumah sakit. Lihat, wajahmu penuh dengan darah. Kau habis berkelahi?" Pria itu tak menjawab, ia menunduk. Lalu suara benda jatuh terdengar dari kursi belakang. Ternyata dia pingsan.

Setibanya di rumah sakit, para perawat membawa pria itu ke ruang UGD. Aku menggenggam telapak tangan pria itu, dingin. Tangannya sedingin es. Aku mulai di landa kekhawatir, bagaimana jika ia tak bisa di selamatkan? Oh, tidak.

"Bertahanlah ... kumohon. Jangan tutup matamu, tetaplah bernafas," aku menangis sesegukan. Para perawat dan dokter manatapku, tapi aku tak peduli. Air mata sialan ini jatuh dengan sendirinya.

Kurasakan bukan hanya tanganku yang menggenggam jemari pria itu, tetapi juga sebaliknya. Hingga sampai di depan pintu ruang UGD, genggaman pria itu masih tak melepaskan jari-jariku. Aku berusaha melepasnya, tapi tak bisa. Perawat dan dokter pun ikut membantu, tetapi hasilnya nihil. Pria itu sangat kuat.

"Kurasa, kekasih anda, sangat mencintai anda, nona." Aku terkejut saat mendengar ucapan sang dokter. Kulihat, para perawat ikut tersenyum. Sedangkan jantungku, sudah siap ingin melompat. Takut jika pria itu tidak ditangani segera, nyawanya bisa melayang.

"Lepaskan tanganku, nyawamu dalam bahaya ... jangan keras kepala di saat waktu yang tidak tepat," tangisku pecah, takut jika yang kupikirkan memang akan terjadi. Bagaimana ini?

Kepanikanku terhenti seketika, saat melihat mata abu-abu milik pria itu terbuka.

"Kau menangis?" Dia terkekeh pelan. Mungkin merasa lucu karena di tangisi oleh perempuan asing yang baru saja bertemu dengannya.

"Kemarilah," sambungnya, lirih.

Aku mendekatkan wajahku padanya, menuruti permintaannya. Kupikir, mungkin dia ingin membisikkan sesuatu. Wajahku bersemu merah, pria itu mencium pipiku tanpa permisi. Para perawat dan dokter menatap kami kaget. Mungkin berfikir, sempat-sempatnya bucin di saat yang genting seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZAYYAN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang