f o u r t e e n

1.7K 327 322
                                    

Chapter 14 : Feeling
2971 words

"Mudah-mudahan Angelina," 

Fred berkata saat Harry, Ron, dan Hermione duduk di hadapan kami. Aku tak mengangguk mendengar apa kata Fred. Tapi bukannya tidak mendukung Angelina, hanya saja aku lebih suka jika Cedric yang menjadi juara Hogwarts.

Soal Cedric, aku agak terkejut kalau insiden buku tertukar tahun lalu bukanlah pertemuan pertama kami. Rasa heran kenapa Cedric nampak seperti leluasa ketika berbicara denganku, terungkap. Nyatanya kami memang saling mengenal dari kecil.

Dunia sempit sekali.

Belum sempat aku mendengar kelanjutan bagaimana akhir cerita masa laluku, Fred menghentikannya dengan tiba-tiba muncul di belakangku juga Cedric. Dan aku terkejut, Fred nampak bisa dibilang biasa saja. Ia langsung membawaku pergi setelah mengucap selamat tinggal pada Cedric.

Itu aneh... 'kan?

"[Name]?" Aku tersadar dari lamunanku, sebab Fred mengusap-usap pipiku dengan lembut. "Jangan melamun terus, Nona. Atau kau akan kehabisan makanannya."

Aku menyengir, tidak langsung menyantap makananku. Tapi aku malah memandanginya tanpa alasan. "Oh, bilang dong kalau ingin ku suapi. Sini sendoknya," Fred langsung menyuapiku dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya.

Makan malam akhirnya berakhir juga. Aula besar seketika menjadi berisik, namun kembali senyap ketika Dumbledore berdiri dari duduknya. Aku duduk bersedekap, mengaitkan kaki kananku dengan kaki kiri Fred dan bersandar di lengannya—memperhatikan Dumbledore berbicara.

"Nah, Piala Api hampir siap membuat keputusan." Kata Dumbledore. "Aku perkirakan satu menit lagi. Setelah nama-nama para juara dibacakan, ku minta mereka maju, berjalan di depan meja guru, dan masuk ke ruangan berikut—" Beliau menunjuk pintu di belakang meja guru.

"—di situ para juara akan menerima instruksi mereka."

Dumbledore mengeluarkan tongkat sihirnya dan membuat gerakan menyapu dengannya. Serentak lilin-lilin, kecuali labu kuning terukir, langsung padam. Ruangan menjadi setengah gelap, hanya disinari cahaya biru dari Piala Api.

Fred beberapa kali melihat arlojinya menunggu. George menggumamkan semacam "Angelina, jangan si Cowok Cantik Diggory." Dan sesaat setelahnya, nyala api menjadi warna merah. Lidah Api menyembur, detik berikutnya mengeluarkan sepotong perkamen gosong. Aku menegakkan punggung.

Dumbledore menangkap perkamen tersebut, dan membacanya dalam remang cahaya api yang kembali berwarna biru-keputihan. "Juara dari Durmstrang," Dia berbicara dengan keras dan jelas.

"Adalah Viktor Krum."

Semua orang bertepuk tangan, nampak sudah menduga nama itu yang akan disebut. Sebab tidak terkejut, maka aku pun tak perlu repot-repot menepuk tanganku. Yang aku tunggu hanyalah saat Dumbledore akan berkata kalau Cedric Diggory lah yang akan menjadi juara Hogwarts.

Setelah Viktor Krum berjalan menuju ruangan yang sudah ditunjukan Dumbledore, Aplaus mereda, dan semua orang kembali menunggu. Tampa perlu lama, nyala api berubah lagi menjadi merah, melontarkan sepotong perkamen lainnya.

"Juara untuk Beauxbatons," Kata Dumbledore. "Fleur Delacour."

"Sasaran onar kita Fred!" Kataku memekik yang untungnya teredam oleh suara tepukan para anak laki-laki. "Jangan kencang-kencang [Name], lagi pula itu tidak ada pengaruhnya. Mau anak biasa atau bukan, sasaran onar akan tetap menjadi begitu seterusnya."

Fred dan bahkan George tidak bertepuk tangan. Mereka seperti sudah cukup waras hanya untuk sekadar memperhatikan Veela. Pengalamannya di Piala Dunia Quidditch menjadi alasan lain kenapa mereka tidak melakukannya. "Kalau ada [Name], kenapa harus dia ya Fred ya?" Kekeh George.

Harry Potter and The Goblet of Fire X ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang