TRT : Chapter Seven

32 3 0
                                    

Semenjak hari itu, Suzie tidak pernah absen datang di hari Selasa, Rabu, dan Sabtu, karena ia ada les balet di hari Senin, Kamis, dan Jumat, lalu Minggu adalah hari beribadah. Sementara aku ke rumah Suzie juga kadang-kadang, sangat jarang sebenarnya. Suzie sudah sering ke sini, kami bahkan bertemu setiap hari di sekolah, untuk apa lagi aku berkunjung. Suzie pertama kali bertemu para bayi bodoh di hari Selasa, saat rumahku terasa seperti stadion dengan adanya paman dan bibi. Kelihatannya mereka sangat menyukai Suzie, mereka bilang Suzie anak yang manis, dan pujian itu membuat daftar iriku kepada Suzie bertambah satu lagi.

Paman dan bibi sering memanggilku dengan berbagai sebutan, tapi manis bukan salah satunya. Paling-paling mereka menyebutku baik, pengertian, manja, atau unik. Seingatku kata 'unik' dipakai oleh sirkus dalam pertunjukan manusia-manusia aneh, dan aku tidak suka disamakan dengan manusia-manusia aneh. Spike adalah yang pertama kali menyambut Suzie di halaman belakang, dengan jilatan besar di wajah. Aku paling benci ketika Spike melakukan itu, liurnya lengket dan bau, tapi Suzie tampak menyukainya, ia tertawa terbahak-bahak sambil menggaruk belakang telinga si anjing.

Kemudian datanglah Baby Dil dengan gelindingannya, mengayun-ayunkan mainan gagang berlonceng di tangan, bergumam tidak jelas seperti biasa. Bayi itu tampak risi ketika Suzie mencubit pipinya yang gemuk, dan aku menunggu Suzie mendapatkan benjol di kepala akibat hantaman mainan. Namun, hal itu tak kunjung terjadi.

Aku baru ingat, untuk urusan mencari muka, tentu saja Baby Dil rajanya. Akhirnya datanglah Bayi-bayi Bodoh ketika aku menyuruh mereka mendekat. Mula-mula aku memperkenalkan Tommy, kemudian Chuckie, lalu Phil dan Lil. Ketika mereka semua mengucapkan salam, Suzie tidak langsung menjawab, sampai aku harus menyikutnya.

"Jangan sombong, Suzie ... aku tahu mereka bodoh, tapi balaslah sapaan mereka."

Detik itu juga bibir Suzie tertarik ke atas. "Hallo Tommy, Chuckie, Phil dan Lill. Namaku Suzie, senang bertemu kalian."

Aku memperbaiki posisi Suzie ketika ia keliru menjabat tangan Tommy. Ya, salah Tommy juga, dia sangat pendek sampai seolah menghilang dari pengelihatan. Phil dan Lil merogoh saku, memperlihatkan masing-masing belalang dan kumbang kotoran, tapi Suzie tidak histeris bahkan tidak berreaksi, sepertinya dia tidak takut serangga. Sedangkan Chuckie menatap gadis itu cukup lama dengan mata berbinar dan senyum yang sulit diartikan. Antara kagum dan kaget.

"Mereka bayi-bayi yang lucu," kata Suzie setelah puas bercakap-cakap dengan para bayi.

Aku mendengkus. "Lucu? Mungkin maksudmu menyebalkan!"

"Entahlah, menurutku bayi-bayi selalu lucu, karena mereka masih polos."

"Kalau begitu tunggu sampai kepalamu benjol terhantam gagang mainan, atau pakaianmu kemasukan serangga, atau harus menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol tanpa henti."

Mata cokelat Suzie mengerling, seiring kedua bahunya terangkat sekilas. Jelas tidak akan berubah pikiran tentang 'bayi selalu lucu'. Hari ini kami berpura-pura menjadi bintang film, aku menjadi bintang utama bersama Cynthia, Suzie menjadi managerku, sementara para bayi menjadi kru tv. Ditengah drama yang nyaris hancur karena si kembar malah asyik menggali tanah (mencari kudapan favorit mereka), seseorang menyolek bahuku, ternyata itu Chuckie, tangannya menggenggam kumpulan bunga petunia liar sambil tersipu-sipu.

"Oh, bunga untuk Sang Bintang?" Wajahku semringah menerima bunga itu, sebelum Chuckie buru-buru menariknya menjauh.

"I—ini untuk Suzie. A—aku tidak berani mem—memberikannya secara langsung ... ma—maukah kau membantuku, Angelica?"

"Hey, kau tidak pernah memberiku bunga! Kenapa sekarang malah memberikan untuk Suzie?" Mataku menyipit, dan itu membuat Chuckie gemetar.

"A—aku akan mencarikanmu bunga lain se—setelah ini. Aku ja—janji. Katakan saja Bu—bunga apa yang kau inginkan?"

Selalu saja harus disuruh. Aku mengusap dagu. "Carikan aku Dandelion yang masih bulat sempurna, aku tidak mau ada satu serpihan pun yang hilang! Jangan kembali sebelum menemukannya!"

"Ba—baik, Angelica ...."

Aku menerima bunga di tangannya, mengoper bunga itu kepada Suzie. "Chuckie memberikan ini untukmu."

"Masa? Manis sekali ...." Ia menghirup bunga petunia liar itu. "Kenapa dia tidak memberikannya secara langsung?"

"Dia terlalu gugup untuk melakukannya. Dia itu payah, Suzie, dan sepertinya dia suka padamu." Nada suara sengaja kuubah seolah itu adalah fakta paling menjijikkan sedunia.

"Mungkin aku juga bisa menyukainya ...."

"Ayolah, kau pantas mendapatkan yang lebih baik dari Chuckie!"

Namun, senyum Suzie tidak luntur. "Aku ingin melihatnya."

"Dia mungkin tidak akan kembali selama beberapa jam. Aku menyuruhnya mencari bunga Dandelion yang masih bulat utuh. Itu mustahil ditemukan saat cuaca berangin begini." Aku terkikik sendiri.

Suzie tidak ikut tertawa, sebaliknya dia terlihat marah, dan memukul pelan punggungku. Ini juga salah satu hal yang tidak aku sukai dari Suzie, dia selalu menghalang-halangi hobiku mengganggu para bayi. Dia bilang itu tidak baik, dan membuatku terlihat seperti orang jahat. Tidak seperti Cynthia yang selalu setuju ketika aku mengatakan rencana hebat, Suzie justru sebaliknya. Dia tidak pernah benar-benar melarang, tapi selalu bisa mengalihkan perhatian supaya aku melakukan hal lain, dan melupakan rencana-rencana hebatku. Anehnya, aku selalu terpengaruh.

"Angelica, bagaimana kalau kita membuat perjanjian?"

Aku tidak menoleh, sibuk menyisir rambut Cynthia. "Perjanjian apa?"

"Perjanjian untuk berteman selamanya." Anak itu menaikkan jari kelingking.

"Kau yakin? Selamanya adalah waktu yang lama, lho," jawabku dengan nada, se-tidak tertarik mungkin. "Bagaimana kalau kau bosan?"

"Tidak mungkin. Aku suka menghabiskan waktu lama bersamamu, karena selalu menyenangkan dan penuh petualangan. Lagi pula perjanjian ini sebagai jaminan. Mulai sekarang, aku akan selalu ada untukmu, dan kau akan selalu ada untukku, apa pun yang terjadi," jawabnya serius. "Dan kalau salah satu dari kita ada yang bosan ... jangan sampai ada yang bosan!"

Mau tidak mau aku menoleh sambil tersenyum kecil, padahal sudah kutahan agar tidak terlihat. Aku ingin mengatakan hal yang sama sejak pertama kami bertemu. Bermain dengan Suzie selalu membuat hari-hari menyenangkan, lebih dari mengganggu para bayi, bahkan lebih daripada hanya bermain berdua dengan Cynthia (aku tidak mau mengatakannya keras-keras, karena gadis itu pasti marah). Aku pun tidak keberatan menghabiskan waktu selamanya dengan Suzie, dan menjamin tidak akan pernah bosan. Jadi tanpa menjawab aku balas mengaitkan kelingking.

"Baiklah, terserah kau saja. Dasar kekanak-kanakkan."

Suzie tersenyum lebar. "Mulai sekarang tidak ada yang boleh merasa kesepian, karena kita saling memiliki."

"Aku tidak pernah kesepian, Suzie. Sebelum kau, selalu ada Cynthia di sisiku. Lagi pula mustahil kesepian di saat bayi-bayi bodoh selalu membuat kebisingan di halaman belakang!"

"Benar juga ... kalau begitu kau akan selalu memastikan agar aku tidak kesepian, 'kan?"

Aku hanya menjawab dengan anggukkan kepala, tapi hatiku menjerit Pasti! Aku jamin kau tidak akan pernah kesepian, Suzie. Aku dan para bayi, akan selalu ada untukmu. Cynthia mungkin tidak dihitung, dia tidak begitu menyukai Suzie. Gadis itu tersenyum, lalu merangkulku, dan kami melanjutkan pertunjukan yang nyaris hancur akibat ulah para bayi.

 Gadis itu tersenyum, lalu merangkulku, dan kami melanjutkan pertunjukan yang nyaris hancur akibat ulah para bayi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Rugrats Theory (Pindah Ke Kwikku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang