It's my time to run the show, next to Cynthia
I just don't understand the meaning of life. Everything i've been told i belived, and yet people that i love just leave
👑👑👑
"Ayolah, paksa kaki-kaki cebolmu melangkah lebih cepat! Siput saja bisa lebih cepat padahal itu hewan paling lambat di dunia!"
"Siput tidak harus membawa barang sebesar dan seberat ini."
"Kata siapa? Kau pikir cangkang siput tidak berat? Makanya rajin membaca supaya cerdas! Oh, iya ... aku lupa kalau kau tidak bisa membaca, hahaha!"
Bayi berkepala botak itu tersungut-sungut memperbaiki posisi ransel merah muda di pundak, kedua kakinya gemetaran akibat terlalu lama berdiri, sesekali dia duduk dan merangkak, tapi itu membuat isian di dalam ransel berhamburan sehingga harus dibereskan lagi dan lagi.
Mungkin sudah tiga kali bayi botak itu melakukannya, dia tidak pernah belajar dari pengalaman. Begitu sampai di sebelahku dengan napas terengah-engah, ia menyodorkan ransel merah muda dengan pita sebagai pengaitnya. Ransel itu berisi aksesoris Cynthia. Ya, aksesoris gadis itu memang sangat banyak.
"Baiklah, Tommy, tugasmu sudah selesai untuk sekarang."
Bayi itu menjawab dengan helaan napas singkat, lalu duduk di sebelahku sambil memainkan jari-jari kaki. Tommy adalah anak paman Stu dan Bibi Didi, yang paling muda di antara keempat bayi. Jalannya masih limbung dan terseok-seok, pakaiannya masih baju bayi warna biru muda, serta popok sekali pakai tanpa celana tambahan.
Biarpun begitu, Tommy sering kali menjadi pemimpin, ia sering terlihat berjalan paling depan, mengoceh paling banyak, bahkan kadang memberi perintah. Kalimat yang sering ia ucapkan adalah 'Bayi harus melakukan apa yang harus dilakukan!', dan selalu mengucapkannya dengan suara lantang, penuh optimisme.
Padahal kalimat itu benar-benar payah, lagi pula apa yang bisa dilakukan para bayi selain menangis dan buang air sepanjang hari. Seolah semua itu belum cukup buruk, nama belakang Tommy dan aku sama-sama Pickles. Ayah bilang, itu karena Paman Stu adalah adik kandungnya, dan mereka mempunyai satu ayah yang sama. Alasan macam apa itu? Nama Pickles jadi terdengar memalukan setiap mengingat Tommy si botak juga mempunyai nama itu.
"A-apa tugasku juga su-sudah selesai, Angelica?"
"Tugasmu belum selesai!"
"Ta-tapi tanganku pegal se-sekali ...."
"Memangnya aku peduli?"
Nah, yang sedang memijat kakiku sekarang adalah Chuckie, si Gagap, si Penakut, si Gugup, si Payah. Terserah kalian ingin memilih panggilan yang mana, karena semua itu menggambarkan dirinya. Chuckie berkaca mata tebal seperti Paman Chaz, rambutnya berwarna oranye, ikal dan berantakan seperti Paman Chaz. Kedua gigi depannya mencuat seperti Paman Chaz, bahkan sifat penakut dan gagapnya juga mirip Paman Chaz.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, aku sering mendengar itu dari ayah. Karena memang, Chuckie adalah Paman Chaz versi bayi. Padahal dia yang paling tua diantara keempat bayi, tapi dia sering terlihat berjalan paling belakang, menjadi ekor yang selalu meminta perlindungan.
"Mana anginnya!" Aku menjerit kepada dua bayi berwajah sama yang tengah mengipasi dari dua sisi. "Kalau rambutku tidak bergoyang itu berarti kalian harus mengayun lebih kencang!"
Keduanya mencibir, tapi tetap menggayun kipas kecil di tangan mereka lebih cepat, sampai rambutku berkibar. Mereka adalah Phil dan Lil, mereka kembar, aku tidak tahu siapa yang lebih tua, tidak peduli juga. Namun, aku tahu Phil laki-laki dan Lil perempuan, karena Lil menggunakan pita merah muda di kepala botaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rugrats Theory (Pindah Ke Kwikku)
Fiksi RemajaAngelica Pickles memiliki hidup yang begitu menakjubkan. Dia anak perempuan tunggal kesayangan orangtua berserta paman dan bibinya. Dia cantik, pintar, dicintai banyak orang, dan memiliki daya tarik yang luar biasa. Angelica adalah seorang putri ya...